• Selamat Membaca •
Sempurna. Satu kata namun beribu makna.
.
Nyanyian berirama yang sopan masuk ke Indra pendengarannya begitu merdu ia rasa. Suara nya begitu pas dengan alunan musik yang di mainkan. Perempuan dengan wajah cantik bangun dari sandarannya pada pohon, memasukan buku ke dalam tas, lalu berjalan mencari asal suara yang tak asing baginya.
Rambut hitam, jaket denim berwarna coklat tua, gitar yang di mainkan juga wajahnya yang bahagia seakan menikmati suasana yang di buatnya.
-risa
Dia tersenyum menikmati setiap bait yang di ucapkan nya, begitu pun dengan ku yang terus menatapnya di balik pintu ruang musik tersebut.
Pemandangan seperti ini yang dapat memanjakan mataku, wajahnya begitu tampan. Sangat pas dengan tubuh atletis yang di milikinya. Dia bersinar mengalahkan matahari pagi.
Jika ada lomba menatap pria itu, pasti aku juaranya. Aku tidak akan bosan untuk memandangnya bahkan sedetikpun.
Rasa ini sudah lama berada dalam hatiku. Ingin sekali aku menghampirinya lalu bernyanyi bersama, bercanda bahagia, saling lempar senyuman, seperti yang dilakukan pria itu bersama teman temannya saat ini. Ouh hari hari ku pasti sangat indah jika seperti itu.
Namun perbedaan di antara kami sangat tidak memungkinkan hal itu bisa terjadi. bahkan mungkin dia tidak mengenalku. Sekarang, aku hanya bisa berdiri dari jauh, seperti ini. Ya! Mungkin bukan waktunya. Untuk sekarang, aku hanya mengulur waktu, mengumpulkan keberanian. Atau mungkin tidak akan pernah terkumpul.
Alunan musik berhenti, berganti dengan tawa dari orang orang disana, aku beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut.
.
Namanya arkan zio. Laki laki idaman di sekolah. Bagaimana tidak? Perawakan nya bagus, wajahnya tampan, otaknya cerdas, bisa dalam berbagai hal, juga keturunan keluarga berada. Siapa yang tidak mengenalnya, seluruh isi sekolah mengenalnya, walau hanya sekilas.
Risa tidak pernah melupakan fakta bahwa dirinya menyukainya. Oh tidak tidak. Bukan hanya risa, mungkin banyak yang menyukainya.
Namun perbedaan, membuatnya menyerah tanpa mencoba. Menurut risa, arka itu seperti idola. Sampai kapan pun akan tetap menjadi idola. Tanpa terkecuali
Risa itu ibaratkan kerikil di antara banyaknya berlian. Sedangkan arka ibaratkan berlian di antara banyaknya kerikil. Sudah jelas bukan perbedaannya?
- risa
Kehidupan sosial ku tidak begitu buruk. Sejak aku kecil, aku banyak memiliki teman, bahkan sampai sekarang pun. Walaupun seperti itu, aku ini termasuk anak yang tak mau ribet. Keuntungan yang ku miliki salah satunya, aku memiliki otak yang bisa di andalkan. Mungkin itu alasan mereka mau berteman denganku.
Yah di dunia ini tidak ada pertemanan yang benar benar mulus. Harus ada yang bisa di untungkan dari salah satu orang yang paling lemah di antaranya.
"Eh ris, jangan lupa jam satu." Ucap sita, temanku
"Apa?" Tanyaku
"Ish, musik. Lo ga lupa kan?"
"Oh I- iya" jawab ku ragu
Aku memang suka musik. Tapi itu hanya untuk hiburanku saja. Aku tidak mau kalau musik menjadi prioritas ku. Musik bagi ku, hanyalah teman untuk mengisi aktivitas ketika gabut saja. Tapi aku tidak pernah menyangka bakal ikut bergabung dengan club' musik di sini. Bahkan itu satu grup dengan arka.
Aku sempat menolak ajakan sita, tapi dia terus saja memaksa. Tidak membiarkan ku menemukan celah agar aku bisa menolaknya dengan alasan yang pasti.
Berdebat dengan pikiran di antara banyaknya manusia adalah suatu hal yang tak bisa ku lepaskan dari dalam diri ku.
Rasanya hampa jika tidak seperti itu.Aku melihat sekeliling banyak di antara mereka yang mempersiapkan dirinya untuk tes masuk ke dalam grup musik tersebut, ada beberapa yang terlihat pucat mungkin karna gugup.
Em! Aku pun gugup tapi tidak segugup itu. Oh mungkin aku sudah terbiasa dengan yang namanya musik jadi tidak terlalu gugup dan memikirkan hal apa saja yang akan aku lakukan ketika tes tersebut.
Satu persatu nama mereka di panggil untuk tes, di ruangan terbuka.
Sial. Ku pikir tes nya di ruangan tertutup, hanya ada beberapa orang saja. Ternyata di lihat oleh manusia sebanyak ini.
Kalian tahu? Club' musik itu terkenal di sekolah. Karna isinya adalah orang orang populer. Yah,, hampir setara dengan osis. Tidak heran jika setiap mereka akan merekrut anggota baru, banyak yang menontonnya, seperti audisi saja.
Ah kalau seperti ini wajahku akan pucat melebihi manusia yang ku lihat tadi. Sepertinya aku terlalu percaya diri tadi. Kenapa aku tidak kabur saja ketika jam kelas ku sudah habis.
"Lo sakit Ra?" Tanya sita
"Ha? N-ngga!" Jawabku spontan
"Bagus deh, ga usah sakit ngerepotin Lo kalau sakit" Diakhiri dengan tawa kecil
"Em" gumamku
Yah aku tahu, tanggapan itu terlalu sarkas untuk seorang teman. Tapi aku juga tahu kalau sita hanya bercanda. Terdengar menyakitkan tapi tidak sama sekali untuk ku. Aku santai dengan tanggapan seperti itu, jadi, kalian jangan membenci sita oky? Hehe
"Parisha azira, 11 IPA 2"
DEG
Aku menarik nafas dalam, sedetik kemudian aku berdiri dari duduk ku. Sial. Banyak sekali manusia di sini yang menatapku. Aku benar benar gugup saat ini. Aku tidak yakin bakal tes dengan lancar jika tubuhku gugup seperti ini, Bahkan tanganku sudah gemetar dan di baluti dengan keringat dingin. Separah itu? Yah. Memang separah itu kondisiku sekarang. Aku memang bukan anti sosial tapi jika seperti ini aku benar benar merasa gugup luar dalam.
Oke tenang, ini mudah saja. Tinggal bernyanyi atau bermain gitar kan? Aku bisa itu. Em aku pasti bisa!
Sila! Aku malu.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irama Melody
Teen FictionSeorang gadis remaja yang memendam sebuah perasaan terhadap sang populer sekolah. "Aku sudah mengenalmu untuk waktu yang cukup panjang. Dan aku sudah menemukan kamu yang berbeda. Yang tidak orang lain ketahui." 6 Januari 2023