Empat: Claire yang (Masih) Menghindar

112 6 0
                                    

"Gara-gara kamu, Mama jadi bohong sama River."

Claire menatap ibunya yang sedang berkacak pinggang, sedetik kemudian ibunya berubah melipat tangannya di depan dada. Bibir ibunya tampak sedikit manyun.

"Mama kok bisa sih biarin River masuk ke rumah kita sesuka hatinya? Dia itu laki-laki, loh, Ma," ucap Claire sengit.

"Tapi, kan, Mama udah lama kenal baik Nak River. Mama yakin dia nggak bakal berbuat jahat di rumah kita," balas Mama Claire tak mau kalah.

Maksud aku, kapan Mama menganggap River itu berbeda? Misalnya, menganggap dia sebagai 'calon menantu' yang potensial gitu. Masa' dianggap kayak anak sendiri melulu? batin Claire galau.

"Kamu kenapa, sih, Claire? Aneh banget. Biasanya juga kamu nggak pernah mempermasalahkan hal kayak gini. Kalau emang kamu punya masalah besar sama River, ya kamu selesaikan sendiri dong! Jangan bawa-bawa Mama! Nambah-nambahin dosa Mama aja bohong sama orang!"

"Ehem ehem...."

Claire dan ibunya baru menyadari kalau ada ayah Claire di sana yang juga sedang menikmati sarapan roti bakarnya seperti Claire.

"Iya, Claire. Yang mama kamu bilang itu benar. Kalau punya masalah sama seseorang, kamu harus belajar menyelesaikannya sendiri. Harus bisa jadi pribadi yang mandiri. Apalagi Papa yakin, River bukan tipe yang sulit diajak berdamai," kata Papa Claire berusaha memberikan solusi yang cenderung mendukung pendapat istrinya.

"Papa jangan ikut campur! Ini urusan perempuan," balas Claire tajam tanpa menatap wajah ayahnya, dia justru sibuk memotong-motong roti bakarnya menggunakan pisau dan garpu hingga menjadi potongan-potongan kecil yang siap kunyah. "Papa minum air putih dulu, gih. Tadi kedengeran tenggorokannya kayak lagi seret sampai terbatuk-batuk gitu."

"Pokoknya besok Mama nggak mau lagi kamu suruh bohongin River soal kamu yang udah berangkat duluan!" Sepasang mata ibu Claire melotot ke arah Claire, kemudian dirinya berlalu menuju dapur. Lebih baik dia mencuci piring daripada memikirkan tingkah aneh anak semata wayangnya itu, pikir ibu Claire.

"Oke, mulai besok Claire pastikan Claire berangkat ke sekolah pagi-pagi sekali," ujar Claire santai.

***

Sepasang mata Claire menangkap sosok River yang sedang berdiri di depan kelasnya, River berdiri tepat di samping pintu masuk kelas. Refleks, tubuh Claire segera berbalik arah. Dia memutuskan untuk menunda dirinya memasuki kelas sebelum bel masuk pelajaran berbunyi. Mungkin dia harus segera kabur ke toilet, atau ke kantin sekolah? Mau apa dirinya nanti berlama-lama mendekam di toilet? Dia bahkan tidak sedang sesak buang air kecil. Kalau harus bercermin lama-lama di toilet, bisa-bisa terakhir Claire mual melihat wajahnya sendiri.

Claire mengembuskan napas lega karena mengetahui River tidak sempat melihat dirinya yang berjalan berbalik arah. Jika hal itu sampai terjadi, pasti akan ada adegan kejar-kejaran seperti di sinetron roman picisan. Itu artinya, Claire akan membuat kehebohan di sekolahnya sendiri. Dia akan secara cuma-cuma membagikan informasi mengenai pertengkarannya dengan River kepada khalayak ramai. Jelas nggak banget, 'kan? Membayangkannya saja Claire bisa (pura-pura) pingsan.

Namun, di dalam hati kecil Claire, dia sedikit berharap bahwa River dapat melihat punggungnya yang telah berbalik arah tadi. Apakah River mengikutinya dari belakang tanpa ingin membuat keributan? Claire memutar kepalanya ke belakang dan merasa kecewa karena tidak melihat River di mana pun.

Langkah kaki Claire sudah berhenti di lorong yang menuju kantin sekolah. Dia melirik jam bundar berwarna hitam yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Masih ada waktu sekitar lima belas menit lagi sebelum bel pelajaran pertama berbunyi. Mungkin Claire sempat menikmati satu atau dua gorengan sebelum masuk kelas. Tahu dan bakwan akan menjadi list utama Claire pagi ini. Dia harap, dia bisa sejenak melupakan kekesalannya pada River. Dia juga berharap, dapat memiliki keberanian untuk menghubungi River dan memberitahukan kekesalannya daripada terus-menerus membisu.

"Saya ambil satu bakwan dan satu tahu ya, Bu. Jadinya berapa, Bu?" tanya Claire kepada ibu penjual gorengan langganannya.

"Tumben kamu jam segini beli goreng di kantin. Temen laki-laki kamu mana? River, 'kan, namanya? Biasanya ke mana-mana kamu selalu bareng dia. Totalnya ya biasalah, dua ribu aja."

Tangan kanan Claire mengulurkan selembar uang pecahan dua ribu dan menyerahkannya kepada ibu tersebut.

"Ibu sampe ngira kalian berdua pacaran, lho. Ternyata cuma temenan. Tapi kalian akrab banget, ya?" Ibu Penjual Gorengan yang bernama Siti itu menerima uang dari tangan Claire sambil tersenyum lebar.

Reaksi sebaliknya justru memperlihatkan wajah Claire yang meringis. Dia tidak menyadari bahwa selama ini hubungannya dengan River begitu dekat di mata banyak orang di sekolah.

"Dia udah masuk ke kelasnya duluan tadi," jawab Claire singkat, sungguh Claire tidak ingin memperpanjang percakapan tentang River sekarang dengan siapa pun, termasuk dengan Ibu Penjual Gorengan.

"Oh, gitu. Padahal kalian berdua cocok, lho. Sama-sama ganteng dan cantik."

Seketika wajah Claire merah padam. Lalu dia mendadak teringat ibunya. Itulah ucapan yang dia harapkan dapat keluar dari bibir ibunya. Bukan kata-kata 'kami sudah seperti saudara kandung'.

***

Claire menghela napas panjang karena terpikir jika nanti River menungguinya keluar dari kelas setelah bel waktu istirahat berbunyi. Atau Claire bisa berdoa saja kepada Tuhan Yang Mahaesa agar River disibukkan menghabiskan waktu dengan pacar barunya di waktu istirahat nanti, seperti yang sudah River lakukan kemarin.

Iya, untuk apa River menemui Claire pas istirahat di saat dia sudah punya pacar? Tidak masuk akal! Claire bakal sangat terkesan jika River benar-benar menemui dirinya di jam istirahat nanti! Apa yang sedang merasukinya jika dia melakukan itu? Claire pasti akan bertanya-tanya sendiri dalam hati.

Apakah Claire berharap River tetap akan menemuinya nanti? Hati, sih, bilang iya. Kalau akal sehat, bilang tidak perlu karena Claire sepertinya masih butuh waktu untuk menenangkan diri. Claire mulai merasa dirinya bersikap kekanak-kanakan.

Bagaimana kalau River sudah menceritakan soal Claire kepada Nely? Lalu Nely mengetahui tentang acara ngambek Claire sehingga Nely belum memiliki kesempatan berkenalan dengan tetangga dekat River dari kecil itu. Sekarang, masalah di antara mereka berdua tampak menjadi semakin runyam.

Diawali dari kesalahpahaman River terhadap Claire. Lalu Claire merasa kesal. Setelah merasa kesal, Claire memilih untuk tetap berdiam diri tanpa menawarkan metode penyelesaian apa pun. Padahal mereka sudah bertetangga selama lebih dari sepuluh tahun! Claire harus secepatnya mencari solusi mengenai permasalahan mereka saat ini. Sebelum semuanya semakin tidak jelas dan berlarut-larut dalam 'ketidakenakan'.

Sesuai dugaan Claire, River tidak datang menemuinya di jam istirahat.

"Tentu aja, River pergi menemui pacar tersayangnya," desah Claire kecewa.

Claire sama sekali tidak menyembunyikan kekecewaannya. Tetapi Claire sendiri belum memiliki niat untuk berbaikan dengan River. Bagaimana kalau dia kabur lagi seperti tadi pagi? Claire lebih yakin dirinya akan kembali menghindari River untuk kesekian kalinya daripada menerima kenyataan mereka berbaikan.

Sesungguhnya mereka tidak benar-benar sedang bertengkar apalagi perang dingin. River belum tahu pasti penyebab Claire marah kepadanya. Claire merasa sedang melakukan silent treatment kepada River di saat River bukan pasangannya. Iya, River adalah pasangan Nely! Claire merasa sakit tak berdarah setiap kali mengingat fakta yang satu itu.

***

Red TulipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang