8. Beban Berat, Marga

616 88 0
                                    

Mereka berjalan tanpa tergesa-gesa menuju Halte Bus Trans-Jakarta.

Renjun menatap tangannya yang di pegang oleh Tangan besar dan hangat milik Pemuda itu. Tangan Jeno seperti bungkus Permen, menyelimuti tangan Renjun dengan sempurna. Lalu matanya terangkat menatap punggung Lebar yang bisa melindunginya dari sorotan Matahari, Punggung sekuat tembok China.

"Kapan-kapan aku mau naik MRT."

Renjun tidak begitu mendengar kata-kata Jeno. Dia terlalu sibuk dengan debaran Jantungnya sendiri yang menggila di balik tulang Rusuknya.

Dia adalah seorang Player dalam hubungan Romansa. Tidak peduli putus berapa kali atau berapa jumlah Mantannya, selagi masih ada Pria di dunia ini dia akan cepat Move-On dari hubungannya yang kemarin dan akan fokus mengejar Pacar baru. Namun kali ini entah kenapa Renjun tidak memiliki keberanian.

Jeno... Sedikit berbeda.

Walaupun Pemuda itu sudah menunjukan tanda-tanda, tapi Renjun tidak bisa membuka hatinya dengan santai.

Alasannya karena mereka berbeda Negara. Dia tidak mau terjebak dalam Long Distance Relationship, yang membuatnya tidak bisa menatap atau menyentuh Kekasihnya sesuka hati.

Renjun tidak tahan dengan hubungan seperti itu.

Jadi dia melepaskannya kali ini.

÷×÷

"Darimana saja kamu?"

Dia baru saja menginjakan kaki di ruang tamu, dan Ayahnya langsung menegurnya dari dalam.

Renjun menatap Pria tua yang berdiri dari duduknya. Dan menjawab dengan pelan, "Jalan-jalan mengantar Teman Pertukaran di Sekolah."

Tuan besar keluarga Wiraatmadja menatap Anak sulungnya dengan kening mengerut, memperjelas keriput di sekitar kening dan ujung matanya.

Renjun baru sadar ternyata Ayahnya sudah setua ini, namun Beliau masih begitu keras pada Putranya sendiri. Dia hidup tanpa didikan seorang Ibu. Hanya Ayah yang keras kepala ini yang membesarkannya sendiri. Itulah mengapa seberapa Toxic nya ikatan mereka Renjun tetap menghormati Beliau sebagaimana mestinya.

"Kurangi bermain-main! Fokuslah pada Studimu! Jangan mengendur karena hal tidak penting!"

"Tapi itu juga tanggung jawabku sebagai Ketua Dewan di Sekolah. Aku tidak bisa melawan jabatanku untuk sebuah buku."

Dia bisa merasakan kekesalan Ayahnya karena perkataannya. Kakinya meringkuk di balik sepatu. Merasa gugup dan takut. Jika ada orang yang bisa mengancamnya secara keseluruhan, itu hanya Ayahnya yang bisa.

"Pergi dan kurung dirimu sendiri! Tinjau beberapa buku. Jangan sampai Nilaimu turun satu Point pun karena kecerobohanmu! Keluarga kita tidak bisa menanggung rasa malu karenamu!"

Renjun menelan rasa pahit dari tenggorokannya. Sejak dulu standar persaingan di antara Keluarga mereka adalah Pendidikan. Keluarganya yang ada di Indonesia akan merasa malu dan merasa di injak-injak Jika Nilainya lebih rendah dari Keluarga utama mereka yang ada di China, Keluarga Huang.

Setiap Tahun baru Imlek menjadi ajang membandingkan generasi masing-masing dan Kakek Buyut yang berumur 150 tahun di Jilin akan memberikan cicit terbaik dengan amplop merah besar sebagai lambang penghargaan. Keluarga yang mendapatkan amplop berkat ini jauh lebih bersemangat dan bangga daripada cicit yang menerimanya.

[𝐁𝐋] 🌱𝐒𝐌𝐀 | 𝐑𝐉𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang