Bab 15: Menghadapi Kenyataan

49 20 4
                                    


Pagi itu, Aliza merasa seakan seluruh dunia berdiri diam. Hari-hari yang berlalu seakan semakin berat, dan meskipun ia merasa lega dengan keputusan yang telah dibuat, kenyataan tetap saja menghadirkan banyak hal yang membuatnya ragu. Terkadang, langkahnya terasa berat, dan perasaan bersalah masih sering muncul di kepalanya. Namun, Aliza tahu, ia tidak bisa terus-menerus terjebak dalam keraguan.

Di sekolah, hari itu terasa biasa saja, meskipun ada sesuatu yang berbeda di udara. Reyhan selalu berada di sisinya, memberi dukungan, tetapi Aliza merasa ada sesuatu yang mengganjal. Bagaimana dengan Aulia? Sahabat terbaiknya itu, yang dulu selalu ada di sampingnya, sekarang tampak menjauh. Aliza merasa ada jarak yang semakin lebar antara mereka, dan meskipun Aulia tak mengucapkan sepatah kata pun, Aliza bisa merasakan perubahan itu.

Aulia, yang dulu penuh dengan tawa dan kegembiraan, kini lebih sering diam, bahkan di antara teman-teman mereka. Setiap kali Aliza berusaha berbicara, Aulia hanya memberikan jawaban yang singkat dan dingin. Hal itu membuat hati Aliza semakin berat. Apa yang terjadi dengan persahabatan mereka? Apa yang harus ia lakukan untuk memperbaiki semuanya?

Hari itu, setelah pelajaran berakhir, Aliza memberanikan diri untuk mendekati Aulia. Mereka berdua duduk di sudut taman sekolah, tempat yang biasa mereka gunakan untuk berbicara tentang segala hal. Aliza merasakan ada ketegangan dalam setiap langkahnya menuju Aulia, tapi ia tahu, ia tidak bisa terus menghindari hal ini.

"Aulia," panggil Aliza dengan suara pelan, mencoba membuka percakapan.

Aulia hanya menoleh sejenak, kemudian kembali menatap ke depan, seakan tidak terlalu peduli. "Ada apa, Za?" jawabnya datar.

Aliza merasakan hatinya serasa diremas. "Lia, aku tahu ada yang salah. Aku tahu kamu merasa terluka, dan aku... aku ingin kita bicara."

Aulia terdiam, kemudian memutar kursinya untuk menghadapi Aliza. "Apa yang perlu dibicarakan, Za? Kamu sudah memilih. Kamu sudah memutuskan apa yang kamu inginkan, dan aku... aku hanya harus menerima itu."

Aliza merasa sebuah duri menusuk di hatinya. "Lia, aku tidak pernah ingin menyakiti kamu. Kamu sahabatku, dan aku ingin kita bisa melewati ini bersama."

Aulia tertawa kecil, namun tawa itu terdengar getir. "Kamu ingin kita melewati ini bersama? Tapi kenapa, Za? Kenapa kamu memilih dia? Kenapa aku merasa seperti aku hanya jadi bagian yang terlupakan?"

Aliza menatap sahabatnya itu dengan mata yang penuh penyesalan. "Lia, aku tidak pernah bermaksud melupakanmu. Aku tahu aku membuat keputusan yang sulit, dan itu pasti membuat kamu kecewa. Tapi kamu sahabat terbaikku, dan aku tidak ingin kehilangan kamu."

Aulia menatapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Kamu nggak tahu, Za. Aku... aku juga suka sama Reyhan. Tapi aku nggak pernah bisa mengungkapkannya, karena aku tahu kamu lebih dulu menyukainya. Aku nggak ingin merusak persahabatan kita, jadi aku memilih diam. Tapi sekarang, setelah kamu memilihnya, aku merasa seperti aku nggak berarti."

Aliza terkejut. Hatinya terasa sakit mendengar kata-kata Aulia. "Lia... aku nggak tahu. Aku nggak tahu kamu merasa seperti itu. Tapi kamu harus tahu, aku sangat menghargai persahabatan kita. Aku nggak pernah ingin membuat kamu merasa seperti ini."

Aulia menundukkan kepala, menangis perlahan. "Kamu sudah memilih, Za. Aku nggak bisa berbuat apa-apa. Aku tahu, ini cuma perasaan yang salah tempat. Aku nggak bisa terus-terusan berharap, jadi lebih baik aku mundur."

Aliza meraih tangan Aulia, menggenggamnya erat. "Lia, aku tidak ingin kamu pergi. Kita bisa bersama-sama menghadapinya. Aku tahu ini tidak mudah, tapi aku akan berusaha untuk membuat semuanya lebih baik. Persahabatan kita lebih penting dari apa pun."

Aulia terdiam sejenak, kemudian perlahan-lahan mengangguk. "Aku nggak tahu, Za. Aku cuma butuh waktu untuk menerima semuanya."

Aliza tersenyum lemah, merasa sedikit lebih tenang. "Aku mengerti, Lia. Kita butuh waktu. Kita semua butuh waktu. Tapi aku janji, kita akan tetap sahabat. Aku tidak akan membiarkan hal ini merusak semuanya."

Aulia menatapnya dengan mata yang masih berkaca-kaca. "Aku harap begitu, Za. Aku harap kamu benar."

Aliza tahu, bahwa meskipun saat ini semuanya terasa sulit, ia dan Aulia bisa melewati ini bersama. Persahabatan mereka sudah dibangun dengan begitu banyak kenangan dan waktu, dan itu tidak bisa dihancurkan begitu saja.

Hari itu, mereka berdua duduk bersama di bawah pohon besar di taman sekolah, berusaha untuk mengatasi luka-luka yang ada di hati mereka. Mereka tahu, perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi Aliza percaya bahwa waktu akan menyembuhkan semuanya.

Namun, perjalanan ini juga membawa kenyataan yang tidak bisa dihindari—bahwa setiap keputusan membawa konsekuensi. Dan bagi Aliza, ia harus siap menghadapi segala hal, termasuk perasaan yang lebih dalam yang kini muncul dalam dirinya terhadap Reyhan. Cinta, persahabatan, dan pilihan hidup—semuanya saling berhubungan dan akan membentuk jalan cerita mereka di masa depan.

Dengan setiap langkah yang mereka ambil, Aliza tahu satu hal: hidup ini penuh dengan perubahan, dan ia harus siap untuk menghadapi segala yang datang, baik itu kebahagiaan maupun kesedihan.

Cinta Yang Tak Terucap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang