8. Bulan Merah, Malam Pertama, Surat

32 10 10
                                    

Balai desa terletak di alun-alun, ukurannya cukup luas untuk memuat seluruh penduduk di dalamnya. Dinding tempat tersebut dibuat dari kayu pohon ash yang disusun rapat-rapat, sama seperti bangku-bangku panjang yang lurus berhadapan dengan panggung di tengah-tengah ruangan. Bangku-bangku itu disusun mengelilingi panggung dan diberi jarak selebar dua orang dewasa sebagai jalan masuk. Kurang dari lima belas menit, kedua pintu masuk balai desa sudah dipenuhi orang-orang yang antri mencari bangku.

Jocelyn duduk di sebelah Jeremiah, sementara Adam, Jaydon, dan Seamus yang baru kembali tampaknya tidak berminat mengisi bangku-bangku di barisan terdepan dan memilih untuk bersandar pada dinding di barisan paling belakang, dekat pintu masuk.

Zachary bersama sejumlah pasukan yang dipimpinnya untuk mengunjungi Desa Hustle tengah berdiri di atas panggung, beberapa anak buahnya mengelilingi panggung dari bawah, masih lengkap dengan pakaian besi mereka serta senjata yang terdiri dari pedang ramping dan panah silang. Salah seorang prajurit berkulit gelap dan rekannya, melebarkan gulungan dari kertas yang sudah mulai menguning. Pola-pola berbentuk bulan beserta tulisan-tulisannya tercetak di atas gulungan raksasa tersebut. Meskipun begitu, jarak antara bangku dan panggung membuat tulisannya sulit terbaca. Gambarnya sendiri masih cukup jelas terlihat karena digambar lebih besar daripada bola sepak.

Perhatian Jocelyn tertuju pada sebentuk bulan purnama berwarna merah terang. Seumur hidup, dia tidak pernah menatap bulan sewarna itu dan dibandingkan gambar lain yang hanya berwarna hitam-kuning, bulan merah itu jelas menarik atensi siapa saja.

“Apa yang kalian ketahui tentang Bulan Darah?” Suara Zachary mengisi keheningan balai desa, memantul dalam ruangan yang kini dipenuhi seluruh warga. “Sudah kuduga, kalian tidak tahu apa-apa,” ledeknya sambil tersenyum meremehkan. Tangan pria berkumis itu terangkat, lantas menunjuk bulan merah yang digambar besar-besar di atas kertas.

“Planet merah dan bulan kita, bertemu setiap 20 tahun sekali. Itu adalah satu-satunya waktu bagi manusia serigala agar dapat memindahkan kutukannya pada orang lain.” Zachary menjeda, tangannya bergerak untuk menyisir rambut ke arah belakang sambil terus menebar senyum yang makin dilihat tampak kian memuakkan. “Selama seminggu sebelum Bulan Merah, para werewolf mampu berubah wujud menjadi serigala dan kembali menjadi manusia sebagai penyamaran, kekuatan mereka dalam wujud serigala akan berlipat ganda terlebih di malam hari. Hanya pada satu minggu itulah mereka dapat mengubah wujud, ketika hari-hari biasa, kehidupan normalnya sebagai manusia tidak dapat dibedakan oleh siapa pun.”

Telunjuk panjang dan sedikit bengkok Zachary mengelus permukaan gambar bulan merah tersebut. “Malam ini," dia menekan kalimatnya, “akan jadi malam pertama bagi Bulan Darah. Sebelum Bulan Darah memudar seminggu setelahnya, maka tidak ada seorang pun di desa ini yang aman. Makhluk jadi-jadian itu akan kesulitan menahan insting buasnya sewaktu malam hari.”

Jocelyn bisa merasakan tangan Jeremiah yang mencengangkan kuat-kuat dirinya. Gadis itu berusaha memberi ketegaran dengan mengusap punggung tangan ibunya, meskipun telapaknya pun sedikit basah. Tatapan dan ekspresi di wajah Jocelyn masih tidak berubah, sebaik mungkin tampak seolah-olah dia tidak terganggu akan penjelasan Zachary. Prajurit itu masih belum menjelaskan, mengapa dirinya mencurigai warga Desa Hustle.

Tepat saat Jocelyn berpikir demikian, tatapan mata hitam Zachary tertuju ke arahnya. Sekilas pria itu menunjuk anak sulung keluarga Brave selagi berkata, “Berdasarkan peta, Desa Hustle terletak paling jauh dari ibukoa, dibandingkan desa lainnya. Belum lagi, tempat ini dibatasi oleh hutan maha luas yang bagian dalamnya belum berhasil dipetakan oleh siapa pun. Akses menuju tempat ini hanya ada dua, melintasi daerah kaki pegunungan atau menyebrangi Red Woods sewaktu siang.”

“Sejak dahulu kala, rumor mengenai Red Woods sudah tersebar bahkan ke pelosok negeri. Termasuk dugaan keberadaan makhluk-makhluk mengerikan yang mendiaminya sebagai rumah. Salah satunya werewolf, yang diceritakan dalam lagu-lagu pengantar tidur, lukisan-lukisan, karya sastra tulis, juga cerita-cerita seram yang dimainkan di teater sewaktu Halloween.” Zachary memutari panggung dalam gerakan dramatis, tangannya terus bergerak selagi dia berbicara seperti pencerita andal. “Kalau manusia serigala itu hanya dapat berubah seminggu sebelum Bulan Darah, bukankah Desa Hustle yang terletak berdekatan dengan Red Woods adalah tempat sembunyi paling tepat sewaktu dia berada dalam wujud manusia?” Pertanyaan itu tidak membutuhkan jawaban, Jocelyn menebak semua orang tengah membenarkan dalam hati dan benak mereka.

“Memang bisa saja makhluk itu ada di tempat lain, seperti desaku yang letaknya bermil-mil dari sini. Namun, melihat satu korban sudah jatuh dan hari kematiannya pun tepat sebelum Bulan Darah.” Zachary mengangkat bahu. “Aku bisa menjamin bahwa makhluk itu akan muncul lagi nanti malam.” Tatapannya yang sedingin es lekat ke arah Jocelyn.

“Serigala itu ingin kalian berpikir, kalian sudah mendapatkannya. Padahal dua ekor binatang yang terbunuh itu bukanlah dirinya. Dia masih ada di sini, di sekitar kita. Bisa menjadi siapa saja.” Zachary menunjuk Russel. “Itu bisa saja anakmu.” Jarinya bergeser ke arah Matthew. “Atau ayahmu.” Telunjuknya terus bergerak sembarang selagi menyebut, “Sahabat baik, saudara, paman, bibi, bahkan istri. Siapa saja. Mulailah mencurigai sesama untuk kebaikanmu sendiri.”

---

Jocelyn tidak menyukai fakta bahwa ucapan Zachary benar-benar mempengaruhinya. Gadis berkepang satu itu duduk sambil meremas gaunnya. Dia berusaha terlihat tenang dan menyalurkan rasa gusarnya dengan menata ulang perabotan rumah, merapikan susunan baju dalam lemari, menyikat kamar mandi, memastikan perapian tetap panas, membantu Jeremiah memasak, menyapu, mengelap peralatan makan, dan lain-lain. Hasilnya tidak terlalu ampuh, gadis itu masih merasa gelisah.

Zachary memerintahkan para pemuda tak terkecuali, untuk mulai mengamankan seluruh penjuru desa dan memperketat keamanan di gerbang depan. Warga desa dipersenjatai benda-benda yang terbuat dari perak yang menurutnya, “Hanya ini satu-satunya benda yang mampu melukai makhluk itu.”

Jocelyn baru usai memasukkan potongan kayu bakar yang dipotong Adam, Jaydon, dan Seamus tadi pagi ke dalam gudang. Jeremiah sedang pergi menemui Micha—ibu mertuanya—dan berniat membawa wanita yang tinggal seorang diri di luar gerbang desa itu ke pondok mereka untuk malam ini.

Jocelyn mengintip dari jendela, menatap jalanan yang diterangi obor dan lentera-lentera. Jalanan desa tidak pernah seterang ini, bahkan di malam-malam festival. Prajurit berpakaian besi berbaur bersama warga desa yang mengenakan baju seadanya, semua membawa senjata lengkap dan tengah memasang perangkap di sana-sini yang tidak selesai sedari senja. Tucker juga ada di sana, bersama Zachary. Luka di wajahnya belum pulih benar, tetapi dia mampu bergerak bebas dan tidak keberatan untuk turut berjaga malam. Meskipun tidak mendengar apa yang tengah dua pria itu bicarakan, Jocelyn yakin hal itu tidak jauh-jauh dari permintaan untuk menciptakan senjata berbahan dasar perak.

Gadis itu menutup tirai jendela saat Tucker menatapnya. Dia menggeleng, lantas menyingkap gaun untuk di atas ranjang. Rangka kayunya yang sudah lapuk berderit kencang, membuat Jocelyn khawatir benda itu akan ambruk malam ini. Sesuatu yang mencuat dari pinggir rangka kasur membuat Jocelyn mengernyit. Dia menarik segitiga kecil dari pinggir kasur, dan mendapati bahwa benda mungil yang dilihatnya tadi adalah selembar kertas yang sudah lusuh.

Jocelyn menarik-narik kertas itu, berusaha merapikan kusutnya demi bisa membaca apa yang tampak seperti baris tulisan buram di atas kertasnya. Dia berjalan mendekati perapian, bersimpuh di depannya sambil terus berusaha membaca tulisan pada kertas tersebut. Gadis itu bisa merasakan panas api, saking dekatnya dia dengan perapian ketika tulisan di atas kertas menjadi cukup jelas untuk dibaca.

Untuk Naomi,
Temui aku di gerbang desa.

Tucker P.

Tubuh Jocelyn menegang, keringat menuruni keningnya. Dia menelan ludah, berusaha memproses sebaris kalimat di atas surat lecek tersebut.

Tucker mengirim surat untuk Naomi? Kapan?

Jantungnya berdetak tak karuan, tangannya pun bergetar pelan. Buru-buru gadis itu meremas surat tersebut dan memasukkannya ke dalam saku gaun. Benaknya sibuk menyusun spekulasi.

Naomi meninggal beberapa hari yang lalu akibat serigala—atau manusia serigala—di dekat gerbang masuk desa. Surat yang ditujukan padanya ini, tidak mungkin dikirimkan sesudah kematiannya. Pasti sebelum itu dan satu-satunya surat yang diterima gadis itu sebelum kematiannya ternyata dikirimkan oleh Tucker sendiri.

Itulah alasan kenapa Naomi berada di sana malam itu. Dia tidak mungkin menolak panggilan Tucker.

Tepat ketika Jocelyn menyadari satu hal lagi, suara teriakan menggema dari luar pondoknya. Suara yang amat familiar.

Teriakan Jaydon.

Into the Red WoodsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang