Pagi harinya saat sarapan tidak seperti biasanya Dam-Hi terlihat tak berselera dan menyumpit nasinya sedikit saja selebihnya melengguh.
"Ada apa denganmu? Apa kau sakit?" tanya Lee Gak seraya meletakkan sayuran di atas nasi Dam-Hi.
Dam-Hi menyumpit sayuran tersebut dan mengembalikannya ke atas nasi sang suami "Berapa kali aku harus memberitahu lelaki dungu sepertimu bahwa sayuran membuatku mual!!!!" gumamnya.
"Yaaa... kenapa kau bersikap aneh hari ini? Apa kau ingin pulang kerumahmu lagi?" Lee Gak tak menyerah.
"Ingin.." gumamnya seraya memainkan nasinya.
Lee Gak kemudian menoleh kearah bibi Bang dan wanita tua tersenyum hanya menggelengkan kepala tanda tak mengetahui apa-apa, Lee Gak tidak tahan di diamkan seperti itu dengan Dam-Hi. Diamnya Dam-Hi membuatnya binggung dan kwatir.
"Yaaa, Lee Dam-Hi!!!! Ada apa denganmu?!"
Dam-Hi tak menjawab dan masih memainkan nasinya, Lee Gak merebut mangkuk nasi Dam-Hi akhirnya "Jawab!!!!"
Dam-Hi meletakkan sumpitnya dan melihat kearah suaminya disana "Sobang-nim."
"Oo—Katakan!"
"Uri—kita sebaiknya tidak pindah saja ke Istana."
"Heeee?? Wae?? Kenapa tiba-tiba kau berkata seperti itu?" tanya Lee Gak penasaran.
Haaaah—Dam-Hi menghela nafas kemudian menegakkan punggungnya, gadis itu mengulurkan kedua tangannya kebelakang kepala kemudian melepas binyeo pemberian Lee Gak "Simpan saja ini—" Dam-Hi meletakkan binyeo tersebut diatas meja "—Aku tidak pantas menerimanya, aku akan kembali ke kamarku dan istirahat badanku terasa lemah."
Saat hendak berdiri Lee Gak memegang lengan Dam-Hi "Kau kenapa? Apa ada yang terjadi? Apa ada yang mengatakan sesuatu padamu??"
Dam-Hi kemudian duduk kembali dengan lemas "Aku baik-baik saja."
"Nyonya Lee??!"
Dam-Hi tak menolehkan kepalanya kearah sang suami dan masih memandang kearah pintu "Jika mau bertanya nanti saja, aku benar-benar ingin tidur sekarang."
Pintu ruangan dibuka dan Jan-Di masuk sambil membawa kudapan untuk mereka, melihat Jan-Di disana lelaki itu sepertinya punya sasaran interogasi yang akurat perihal sikap Dam-Hi yang aneh pagi ini.
Dam-Hi berdiri kemudian memberi hormat dan pergi begitu saja, Jan-Di meletakkan makanan di atas meja dan hendak mengejar sang nyonya tapi Lee Gak menarik ujung Chima Jan-Di membuat gadis itu menoleh dan duduk seketika melihat isyarat yang dikeluarkan Lee Gak.
Jan-Di yang awalnya ragu-ragu akhirnya menceritakan semuanya, Haaah—Lee Gak yang mendengar akar permasalahannya hanya bisa tersenyum sambil menghela nafas, bagaimana ia bisa menyukai gadis polos dan baperan kayak Dam-Hi. Lee Gak mengambil binyeo yang tergeletak di meja kemudian berjalan pergi.
.
.
.
"Buin!!!" suara Lee Gak terdengar lantang di luar kamar Dam-Hi.
Dam-Hi bersembunyi di bawah selimut tebalnya, ia sedang memikirkan tentang sikapnya selama ini. Haaah—kasihan Dam-Hi, 18 tahun hidup baru sadar betapa buruk tabiatnya.
"Bu-in..." Lee Gak sekali lagi memanggi dengan nada riang.
Masih juga taka da jawaban maupun pergerakan dari dalam kamar sang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
As a Flower Bloom and Fall (LANJUT KARYA KARSA)
Fiction Historiquemenjadi puncak Rantai makanan bukanlah sesuatu yang mudah, Keluarga Kim memanjat kekuasaan tersebut dengan mengorbankan banyak nyawa sebagai pijakannya dan Mendiang Selir Agung tak luput dari pengorbanan tersebut bahkan menjauhkan putra-nya, Pangera...