Bab 7

11 2 0
                                    

Albie mundur pelan-pelan, dia tidak berani menghadapi banyaknya blatta berdua dengan Jaiden. Meski blatta yang ada di hadapan mereka blatta muda dengan warna kulit lebih pucat. Jaiden tidak banyak bicara, dia mengerti saat ini bukan saat yang tepat untuk membantah. Dia mundur dan ikut Albie berlari menyusuri jalanan setapak berumput.

Blatta-blatta muda ukurannya sedikit lebih kecil dari manusia dewasa, tetapi mereka memiliki sayap dan lincah.

“Makhluk ini mengalami metamorfosis tidak sempurna, mereka hanya melewati tiga tahap, yakni telur, nimfa (Blatta muda) dan dewasa,” papar Jaiden di tengah perjalanannya mengikuti Albie menuju pos Hunter terdekat.

Albie berhenti sejenak. Dia menatap Jaiden lekat.

“Tidak!” bantah Albie.

“Saya melihat sendiri bagaimana blatta muda keluar dari perut induknya saat mereka dibantai, bagaimana fase itu bisa disebut fase bertelur?”

“Yakin? Soalnya di E ... ehm soalnya aku melihat sendiri bagaimana blatta meletakkan telurnya di pojokan sarang mereka.” Hampir saja Jaiden keceplosan menyebutkan Eqouya.

“Kita harus segera sampai dan bergegas bersihkan sarangnya sebelum mereka menyebar ke seluruh kota, kasihan anak-anak dan juga penduduk harus merasakan penderitaan panjang. Saya bersumpah akan menghabisi Elijah sebagai gantinya.”

Bak disambar petir Jaiden mendengarkan sumpah serapah dari Albie. Sang Da yang tidak berdosa menjadi tertuduh Greamor.

“Kenapa harus dia?” tanya Jaiden dengan gagap.

“Sudah jelas blatta itu kiriman Elijah, sejak awal orang itu selalu ingin menyingkirkan ayahku. Semua orang di Greamor tahu kalau dia itu orang yang haus dengan kekuasaan. Masa kamu lupa. Cepat lari, kita singkirkan kekacauan itu bersama-sama.”

Lembutnya genggaman tangan Albie membuat Jaiden takut. Dia benar-benar mencintai Albie, belum pernah dalam hidupnya merasakan perasaan seperti ini. Perasaan takut yang dia rasakan seperti mencekik batinnya. Sosok kecil pemberani kini yang sedang berlari di depannya mungkin tidak akan pernah memaafkan jika dirinya adalah salah satu keturunan bangsawan dari Eqouya.

Hatinya akan patah, Jaiden belum siap kehilangan cinta yang baru saja dia genggam. Albie melepaskan tangan Jaiden ketika mereka sampai di pos Hunter terdekat. Lagi-lagi kehampaan dia rasakan saat menjauh dari perempuan itu.

Begitu juga dengan Albie, sebenarnya dia enggan melepas genggaman Jaiden. Namun, perempuan itu sadar posisi, dia siapa dan Jaiden siapa. Dia hanya bisa menjalin sebuah hubungan diam-diam. Prodigi tidak boleh bersatu dengan Hunter. Menerima pernyataan cinta lelaki itu sama dengan membuat satu kesalahan fatal yang tidak akan dimaafkan oleh Da-nya.

“Mana yang lain?” tanya Albie ketika hanya melihat ada sembilan Hunter yang siaga di pos itu.

“Semua bergerak menuju perbatasan menutup goa.”

“Siapkan dagger dan semprotan api. Sisakan dua Hunter di pos penjagaan dan minta Hunter dari sektor B untuk bergabung dengan kita.”

“Sepertinya kita bersembilan ini bisa mengatasinya, Khan,” sanggah Jaiden. Sejujurnya pria itu takut kalau perbuatannya menghabisi Hunter dari sektor B.

“Mereka banyak, saya tidak yakin bisa mengalahkannya dengan sedikit Hunter.”

“Tidak, mereka sedang tidak aktif, tidak ada blatta dewasa di sana.” Jaiden berusaha terus meyakinkan. Jika sampai semuanya terbongkar maka misinya akan gagal.

Jika Jaiden gagal maka seluruh rencana termasuk cintanya kepada Albie akan berakhir. Beban yang diemban lelaki itu terlalu berat, tetapi baginya, lelaki sejati haruslah mau berkorban dan memperjuangkan apa yang dia inginkan. Dalam hal ini, cinta, kedamaian Prexogalla.

Fighter's Prejudice (Tamat, Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang