Hari-hari berlalu dengan cepat, tetapi bagi Aliza, semuanya terasa seperti berjalan lambat. Meski Aulia sudah mulai menerima keadaan dan mereka berdua berusaha untuk memperbaiki persahabatan yang sempat retak, Aliza merasa masih ada ketegangan yang menggantung di antara mereka. Ada ruang kosong yang tak mudah diisi, seperti sebuah luka lama yang butuh waktu untuk sembuh. Dan dalam diamnya, Aliza mulai merasakan betapa berat beban yang harus ia pikul.Reyhan, meskipun selalu ada di sampingnya, juga tidak membuat segalanya menjadi lebih mudah. Sikapnya yang lembut dan perhatian terkadang justru membuat Aliza semakin bingung. Apa yang sebenarnya ia inginkan? Bagaimana cara menyelaraskan perasaan yang bertentangan di dalam hatinya?
Aliza tahu bahwa Reyhan berjuang keras untuk mendapatkan perhatiannya, tetapi entah kenapa, setiap kali ia melihat Reyhan, hatinya tetap dipenuhi keraguan. Tidak ada yang salah dengan Reyhan, tidak ada yang kurang. Namun, di dalam hati Aliza, ada perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Ada sesuatu yang menghalanginya untuk sepenuhnya membuka hati untuk Reyhan. Mungkin karena rasa bersalahnya terhadap Aulia, atau mungkin karena kenangan yang masih terpatri kuat dalam dirinya, perasaan yang dulu pernah ada untuk seseorang yang kini berada di jauh di luar jangkauannya.
Di sekolah, Aliza dan Reyhan sering terlihat bersama. Namun, sering kali Aliza merasa ada jarak tak kasat mata yang menghalangi kedekatan mereka. Mereka duduk bersama, berbicara, dan kadang tertawa, tetapi ada momen-momen hening yang menggantung. Aliza merasa seperti dua dunia terpisah—satu di antara dia dan Reyhan, dan satu lagi, yang berisi bayang-bayang masa lalu yang sulit ia lupakan.
Suatu sore, ketika mereka berdua berjalan pulang setelah kelas, Reyhan menghentikan langkahnya. Aliza yang semula sibuk memeriksa ponselnya, terkejut ketika mendengar suara Reyhan yang agak berat.
"Za," katanya dengan suara yang penuh ketulusan. "Aku tahu ini mungkin kedengarannya aneh, tapi aku ingin kamu tahu, aku tidak akan memaksakan apapun padamu."
Aliza menatapnya, sedikit bingung. "Apa maksudmu, Rey?"
Reyhan menatapnya dengan mata yang penuh harap, tetapi juga ada keraguan yang jelas terlihat. "Aku tahu kamu butuh waktu. Aku tahu kamu masih terjebak dalam perasaan yang belum selesai. Aku cuma... aku cuma ingin kamu tahu kalau aku ada buat kamu, kapanpun kamu siap."
Aliza merasa ada kehangatan dalam kata-kata Reyhan, tetapi juga ada kesedihan yang begitu jelas tersembunyi di balik senyumannya. "Rey, aku... aku nggak tahu harus gimana. Aku ingin semuanya berjalan dengan baik, tapi kadang-kadang, aku merasa seperti aku nggak bisa sepenuhnya ada buat kamu."
Reyhan menghela napas, menatapnya dengan penuh pengertian. "Za, jangan merasa tertekan. Aku nggak menginginkan apapun darimu sekarang. Yang aku inginkan cuma kamu bisa merasa nyaman. Itu saja."
Aliza terdiam. Di dalam hatinya, ia merasa ada sesuatu yang menghentikan langkahnya untuk melangkah lebih jauh bersama Reyhan. Setiap kali ia merasa hampir siap, ada bayangan Dikri yang muncul, mengingatkannya pada perasaan yang pernah ada, pada kenangan yang masih menghantui. Meskipun ia tahu bahwa memilih Reyhan adalah langkah yang tepat, tapi luka yang ada dalam dirinya tak bisa hilang begitu saja.
Sampai pada satu titik, Aliza akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan Aulia. Dia tahu, untuk bisa melangkah maju, dia harus terlebih dahulu mengatasi ketegangan yang ada di antara mereka.
Hari itu, setelah pulang sekolah, Aliza mencari Aulia yang sedang duduk sendiri di taman sekolah. Aliza mengumpulkan seluruh keberanian dalam dirinya dan mendekati sahabatnya.
"Lia..." panggil Aliza dengan suara pelan.
Aulia menoleh, tampak ragu sejenak, namun kemudian ia tersenyum tipis. "Za, ada apa?"
Aliza duduk di samping Aulia dan mengambil napas dalam-dalam. "Aku ingin kita bicara, Lia. Aku tahu aku telah menyakiti kamu, dan aku nggak bisa terus diam tentang itu. Aku... aku butuh kamu ngerti kalau aku nggak ingin kehilangan kamu."
Aulia menatapnya dalam diam. "Aku tahu kamu nggak bermaksud begitu, Za. Tapi... ini nggak mudah buat aku. Kamu tahu, kan, aku juga punya perasaan, dan itu nggak bisa hilang begitu saja."
Aliza menundukkan kepala, merasa berat. "Aku tahu, Lia. Aku tahu, dan aku bener-bener nggak mau kamu merasa terluka. Kamu sahabatku, dan kamu penting buat aku."
Aulia akhirnya menghela napas panjang. "Aku cuma butuh waktu, Za. Aku nggak bisa langsung menerima semuanya, tapi aku janji, aku nggak akan pergi. Kita akan cari jalan keluar, kan?"
Aliza mengangguk, lega. "Aku janji, Lia. Aku nggak akan ninggalin kamu. Kita akan melalui semua ini bersama-sama."
Hari itu, meskipun banyak perasaan yang belum bisa terungkap, Aliza merasa sedikit lebih ringan. Mungkin tidak semuanya akan kembali seperti semula, tapi dia tahu, mereka akan menemukan cara untuk menyembuhkan luka yang ada, satu langkah demi satu langkah.
Namun, dalam hati Aliza, keraguan masih ada. Cinta dan persahabatan memang sering bertabrakan, dan meskipun ia tahu apa yang harus ia pilih, perjalanan ini masih penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab. Apakah ia bisa benar-benar melupakan perasaan yang dulu ada untuk Dikri? Dan apakah Reyhan, yang selalu ada di sisinya, akan selalu bisa membuatnya merasa cukup untuk melupakan yang lain?
Waktu akan memberi jawabannya, dan Aliza tahu, ia harus tetap melangkah—meskipun terkadang langkah itu terasa berat.
![](https://img.wattpad.com/cover/306048324-288-k251153.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Tak Terucap [END]
Teen FictionCerita ini mengisahkan perjalanan emosional Aliza El Assegaf, seorang gadis remaja yang terjebak dalam konflik cinta segitiga dengan sahabat terbaiknya, Aulia Steffani, dan dua cowok yang mengisi hari-harinya, Reyhan dan Dikri. Persahabatan mereka y...