1. Proposal

2.7K 277 46
                                    

IMEL

Pagi ini aku berangkat lebih semangat dari biasanya menuju kampus, karena berdasarkan info yang kudapatkan semalam, hari ini adalah keputusan proposal tugas akhir diterima atau tidak, sekaligus pembagian dosen pembimbing.

Sebenarnya, aku masih semester 6, tapi berhubung aku rajin dan total jumlah SKS yang kuambil sudah memenuhi target untuk mengajukan tugas akhir, ya gini deh jadinya, aku bareng senior-senior mengambil mata kuliah Skripsi dengan beban SKS sebanyak 4.

"Kak? Ini nunggu apa ya?" tanyaku pada Kak Hilmi, salah satu senior yang pernah menjabat menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Biologi.

"Ya nunggu si Pak Gusti," jawab Kak Hilmi menyebutkan nama Ketua Program Studi Biologi.

"Ohh, oke deh, Kak!" sahutku.

Aku menunggu dalam diam di ruang rapat ini, angkatanku yang mengajukan skripsi di semester ini hanya aku dan Mariska; cewek super rajin dan pintar, langganan dapet IP 4 di setiap semester. Jadi ya wajar kalau dia ada di sini pagi ini.

Tak lama menunggu, Pak Gusti yang kami tunggu-tunggu akhirnya datang memasuki ruang rapat, di belakangnya Pak Hendra, sekretaris prodi membawa banyak tumpukan proposal milik kami semua.

"Selamat pagi semuanya, maaf membuat kalian menunggu," ucap Pak Gusti sopan.

Dari cerita kakak-kakak kelas, katanya Pak Gusti ini kalau jadi pembimbing skripsi tuh baik banget, aku tentu saja berdoa semoga pembimbingnya beliau, tapi, agak hopeless juga sih, soalnya konsentrasiku di tugas akhir itu kepiting air tawar, sedangkan Pak Gusti itu dosen yang ngajar tumbuhan. Seberang-seberangan.

Oh iya, aku belum mengenalkan diri, namaku Imelda Prajna Gatari. Aku mahasiswa Biologi semester 6, umurku bulan depan akan menginjak angka 23. Dan, shio-ku Naga. Makanya Papa menyelipkan hidden dragon pada namaku, prajNA GAtari, got it? Papa kadang emang absurd banget sih.

Aku kembali fokus pada Pak Gusti ketika namaku dipanggil, tentu saja aku langsung maju ke depan untuk mengambil draf proposalku.

"Makasi Pak!" kataku, aku senang ketika melihat kode 'acc' di pojok kanan atas cover. Yes!

"Langsung ke prodi bikin surat bimbingan ya? Jangan lupa samperin dosennya!" ucap Pak Gusti.

"Siap, Pak!"

Aku kembali ke kursi tempatku duduk tadi, senyum-senyum gak jelas karena bahagia proposalku langsung di-acc. Seneng banget, sumpah!

Bagian cover gak banyak coretan, hanya bacaan acc, paraf Pak Gusti dan tanggal beliau memeriksa draf milikku. Jadi aku membuka lembar selanjutnya, di BAB pertama, aku melihat dua nama dosen.

Dr. rer. nat. Akatara Chaidar, M.App.Sc., M.IL. dan Dr. Daruprada Beswara, M.Sc.

Bentar dulu, bentar. Pak Tara nih gelarnya panjang-panjang amat? Ini dia gak pusing apa S2 sampe dua kali gini? Ya Tuhan, aku ngurus proposal skripsi aja mau nangis.

Terus Pak Daru, aduh, duh, dia kan dosen Teknik Lingkungan? Kok bisa jadi pembimbingku ya? Ini, gimana sih? Boleh emang ya pembimbing lintas Fakultas gini? Yap, aku kan ada di Fakultas MIPA, sedangkan Pak Daru ada di Fakultas Teknik.

Huh, mana yang aku tahu Pak Daru orangnya killer lagi.

Mampus ini sih aku.

Pertemuan dibubarkan oleh Pak Gusti. Rata-rata proposal tugas akhir kami diterima. Hanya ada beberapa yang perlu revisi sedikit, tapi Pak Gusti berbaik hati langsung memberikan pembimbing agar para mahasiswa yang bersangkutan bisa langsung konsultasi pada dosen-dosen yang telah dipilih.

Seperti yang sudah diinstruksikan oleh Pak Gusti, kami semua mampir ke ruangan Program Studi untuk membuat surat pengantar bimbingan. Rupanya, sekretariat Prodi sudah menyiapkan itu semua, jadi kami hanya perlu mendistribusikan ke dosen pembimbing masing-masing.

Aku langsung naik ke lantai tiga, yang kutahu, Pak Tara ruangannya ada di lantai tiga, jadi ngasih ke beliau dulu aja deh, sambil aku nyari-nyari info soal Pak Daru.

Sampai di ruangan dosen (di gedung fakultasku ini, ruangan dosen gak terlalu luas, satu ruangan dibagi untuk 4 orang dosen) aku mengetuk pintu ruangan tersebut, dan tak lama ada seruan masuk.

"Pagi, Bu!" sapaku kepada Bu Dina, dosen Fakultas Teknik, dan tanpa kuduga, ternyata ada Pak Daru juga di sana, sayangnya Pak Tara yang kucari, gak ada.

"Iya, ada perlu apa ya?" tanya Bu Dina ramah.

"Emm, ini, mau kasih surat pengantar ke Pak Daru," kataku.

"Saya?" Pak Daru mendengar namanya disebut langsung menoleh.

"Masuk aja Neng," ujar Bu Dina.

Aku tersenyum, lalu masuk dan menghampiri meja Pak Daru yang berada di dekat jendela.

"Kamu Program Studi apa?" tanya Pak Daru. Buset, belum apa-apa aku udah keringet dingin, sumpah!

Ya gimana aku gak takut? Pak Daru nada suaranya dingin banget, sumpah, berat banget lagi, jadi serem.

"Bi-biologi, Pak," jawabku terbata.

"Udah bawa draf-nya?"

"Emm, masih yang dicoret Pak Gusti, Pak."

"Sini mana liat?" pintanya, jadi langsung saja aku serahkan draf proposalku yang sudah dicek oleh Pak Gusti.

Pak Daru menerimanya, ketika ia membaca judul proposalku, kulihat alis matanya sedikit naik, tak lama beliau tersenyum mengejek.

Aduh, salah apa lagi nih aku?

"Mana surat pengantarnya?" tanyanya.

Kubuka map yang sedari tadi kupeluk, lalu memberikan amplop yang bertuliskan nama Pak Daru.

"Ini Pak,"

Pak Daru menerima amplop tersebut, ia meletakkan draf-ku di meja, lalu membuka amplop dan membaca surat yang berada di dalamnya.

"Hemm, ini kamu cuma dikasih waktu buat kerjain skripsi 6 bulan loh, sanggup?" tanyanya.

Aku diam sejenak. Lha? Bukannya emang durasi tugas akhir itu 1 semester ya? Jadi ya emang enam bulan dong?

"Emm, sanggup, Pak!" kataku sok yakin.

"Kamu udah ketemu Pak Tara?" tanyanya. Aku menggeleng sebelum menjawab.

"Saya niatnya ke sini mau nyari Pak Tara, eh ketemunya sama Pak Daru." jawabku jujur, membuat Pak Daru tersenyum.

Eh sumpah ya ini dosen, dia kalo senyum cakep banget loh, tapi kenapa sih mukanya datar abis? Kadang kalo senyum cuma yang senyum ngeledek gitu.

Dia gak tau kali ya kalau senyum itu ibadah?

"Pak Tara gitu-gitu Wakil Rektor, dia gak bakal ada di sini pagi-pagi gini, pasti ada di gedung rektorat," jelas Pak Daru, aku mengangguk. Asli, aku tahu Pak Tara wakil rektor, tapi di mataku dia tuh dosen aneh.

Gimana ya? Dulu Pak Tara orangnya ramah banget, terlalu ramah malah. Eh sekarang tiba-tiba berubah jadi dosen pendiam. Ya, Pak Daru yang terkenal killer aja kalah pamor sekarang, rengking-nya direbut Pak Tara.

"Ohh, gitu ya Pak? Siap, abis ini saya ke rektorat," kataku.

"Oke, pembimbing satu kamu kan Pak Tara, jadi kamu ke dia dulu ya? Nanti baru temuin saya kalau dia udah revisi, oke?"

"Siap Pak!"

"Saya sih yakin kamu bakal dapet banyak coretan nih dari dia," ujar Pak Daru sambil membolak-balik halaman proposal-ku.

Huh, ini dosen kenapa bikin takut banget sih?

***

TBC

Thank you for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo

Ps: yapss, this is the first chapter of Tante Mer's sequel hohoho enjoy the story ❤️

Ranjang Usang Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang