"Ini ... beneran kelas kita?"Andra terus mengecek kelas barunya, di papan tulis, jelas ditulis dengan menggunakan kapur besar-besar.
Kelas XI A1
Sial, batin Andra jengkel. Seharusnya ia senang, karena sekarang ia sudah resmi menjadi kelas sebelas. Tapi, hari bahagia itu malah tergantikan dengan rasa jengkel karena kelas baru mereka.
Bukan cuma Andra, anak-anak lain pun juga ikut protes karena kelas mereka yang lebih jelek daripada kelas yang lain.
"Gila, ini kelas atau kandang sapi?" Putri masuk sambil memeriksa kursi dan meja yang penuh debu.
Jumlah kursi dan mejanya kurang, ada beberapa kursi yang patah dan tidak dihitung karena sudah tidak bisa diduduki. Lantai yang belum di sapu, papan tulis yang belum di bersihkan, kaca jendela penuh debu, dan ventilasi yang penuh sarang laba-laba. Dan yang paling parah...
"Atapnya bocor." Tia mendongak menatap langit-langit kelas, teman-temannya langsung ikut berdiri di sampingnya. Melihat jelas atap yang berlubang besar.
"Posisi tempat duduk masih sama waktu di kelas sepuluh, ya... Jangan pada pindah atau rebutan bangku, " seru Andra cepat, takut ia mendapatkan tempat duduk pas di atap bocor.
"Percuma, bego. Tahun kemarin, gue liat kakak kelas pada belajar di perpustakaan karena kelasnya kebanjiran."
Mendengar perkataan Putri, membuat semua orang langsung mengeluh.
"Jahat banget sih, masa kita di kasih kelas kek gini, sementara kelas sebelah bagus amat," keluh Olivia dengan wajah lesu.
"Kalo dibandingin, kayak istana sama kandang ayam," tambah Gita, sambil menatap jijik kecoak mati di lantai.
"Gimana nih, ketua kelas?" Putri berbalik menatap Tasya yang juga ikut memperhatikan sekeliling.
Ini buruk, bahkan kamarnya yang selalu berantakan jauh lebih bagus dibandingkan kelas ini. Tasya menghela napas, sebagai mantan ketua kelas ia merasa bertanggung jawab. Ia berdiri di depan papan tulis, lalu berdeham.
"Teman-teman..." teman-temannya langsung menatapnya, ia berdeham lagi agar suaranya terdengar jelas. "Karena hari ini nggak ada pelajaran, kita gunain waktu kosong untuk bersihin kelas."
"Nggak bisa gitu dong!" Rio langsung memprotes. "Minta kek sama wali kelas, kasih tau kalo kita nggak bisa belajar di kelas kotor gini."
Beberapa orang mengangguk dan setuju dengan apa yang dikatakan Rio, sementara Rahel memutar matanya malas, lalu bergumam. "Sejak kapan sih, lo belajar?"
"Bener tuh!" Adilla ikut protes. "Masa hari pertama sekolah kita malah di suruh bersih-bersih, pokoknya gue nggak mau ikut!"
Adilla sudah berencana untuk pergi bersama Intan dan memalak beberapa adik kelas, hari ini adalah hari yang sudah dia tunggu-tunggu. Pagi-pagi sekali, ia sudah berdandan untuk menarik perhatian adik kelas yang ganteng dan untuk pamer ke adik kelas yang terlihat sok cantik. Ia sudah berdandan cantik begini, masa harus dekil lagi?
Tasya menatap datar anak-anak yang ikut memprotes. Hari ini ia sendirian, tidak ada Agung yang sudah menjadi anggota osis dan Dean yang tidak datang hari ini. Ia cukup pusing mendengar berbagai alasan teman-temannya, jadi Tasya langsung memukul meja keras. Teman-temannya langsung terdiam, dan kembali menatap ke arahnya.
"Siapa..." Tasya menatap tajam satu persatu temannya. "Diantara kalian, yang tidak mau ikut bersih-bersih?"
Andra menelan ludah, Tasya sudah mulai marah. Andra pikir, mungkin tidak ada yang akan menentang si ketua kelas. Tapi ia salah, karena Rio langsung mengangkat tangan, sambil menatap Tasya tidak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Pagi, Mentari
Teen FictionCerita tentang Mentari, Adilla, Tasya dan Dean yang melewati masa remaja di awal tahun 2000-an Cerita ini terinspirasi dari drama korea populer, Repply 1988