K A I - Mom

43 6 0
                                    

MHIBH♡

☆☆☆

Pagi buta sekali Kanaya terbangun dari tidurnya. Mengecek jam pada layar ponsel, lantas pergi ke kamar mandi mengambil air wudhu untuk melaksanakan solat tahajud.

Setelah selesai solat, ia membaca ayat kitab suci Al-Quran. Sampai waktu shubuh tiba dan melaksanakan solat shubuh.

Setelah merapihkan alat solat. Kanaya bergegas turun bersih-bersih rumah.

Fitri yang kini bersiap-siap akan pergi ke pasar di buat kaget dengan kehadiran Kanaya di samping nya.

"Astaghfirullahalazim. Ih kamu, buat kaget ibu aja!" Kanaya nyengir.

"Mau ke pasar kan. Bu,"

"Kamu nanyeea, kamu bertanyea-tanyea. Yaudah, biar ibu kasih tau yea. Ibu ini mau ke pasar yea,"

Kanaya terkikik mendengar ibu nya berkata demikian, tawa nya semakin pecah sampai mengeluarkan air mata.

"Kamu mau ikut apa enggak." tutur Fitri masih bernada seperti tadi.

"Ibuu. Capek,"

"Abis ngapain emang?" tanya Fitri.

"Ketawa," sisa tawa Kanaya berlanjut. Fitri sendiri sudah geleng kepala.

"Ayok, nanti ke buru siang." seusai tawa nya mereda Kanaya mengatur nafas nya.

"Siap-siap dulu, tunggu 10 detik."

Fitri mengangguk, Kanaya naik ke atas pergi bersiap-siap. "Ibu itung ya, satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh."

Tepat di hitungan terakhir Kanaya sampai di hadapan Fitri lengkap dengan jilbab nya.

"Ayok jalan." Kanaya menggandeng lengan Fitri. Tak lupa mengunci pintu rumah.

Berjalan-jalan sambil menghirup udara segar di pagi hari bersama sang ibu selalu menjadi rutinitas nya setiap minggu pagi. Tak sedikit pula yang menyapa kedua sepasang anak dan ibu itu.

"Aku punya pertanyaan buat ibu,"

"Boleh-boleh. Apa tuh?"

"Bahasa Indonesia nya 'Naon', naon. Bu?"

"Apa,"

"Kamu nanyea."

"Nyesel ibu jawab."

Kanaya tertawa, "Ibu tau kamu mau ngomong apa abis ini."

"Ngomong apa,"

"Kamu nanyea?" Kanaya masuk ke dalam jebakan ibu nya. Mimik wajah nya berubah secara drastis, lalu beberapa menit kemudian tertawa kencang seraya geleng-geleng kepala.

"Kacau," ujar Kanaya memegangi perut nya.

Ting!

Sebuah notifikasi masuk ke dalam ponsel nya. Ternyata dari seorang Kai.

"Siapa pagi-pagi udah kirim pesan, Nay?"

"Kai, Bu." jawabnya. Fitri mengangguk.

"Anak jaman sekarang mah PDKT-an nya gak romantis." celetuk Fitri.

"Emang waktu ayah PDKT-an ke ibu. Romantis?"

"Romantis dong," ucap Fitri dengan bangga.

"Masa sih,"

"Ya, gak percaya. Walaupun ayah kamu prik nya seratus persen. Tapi, kadar bucin nya bisa seribu persen!"

"Waduh ibu parah, ngatain ayah prik. Tapi emang nyata sih." Fitri menjitak kening anak semata wayang nya.

"Kamu sama aja,"

Sepanjang jalan, Fitri bercerita sedikit pengalamanya selama berpacaran dengan Hardi kepada anak nya. Ada beberapa momen yang membuat Kanaya terheran dan tertawa. Seperti sekarang.

"Gak heran kenapa ayah prik nya sampai sekarang." ucap Kanaya yang di barengi kekehan kecil.

"Turun nya malah ke kamu,"

"Gapapa dong. Bu, jadi ciri khas keluarga kecil bapak Hardi Suhardi." ujar nya dengan merentang kan kedua tangan nya lebar-lebar.

"Nama panjang ayah kamu Hardi Praditha Kusuma, ya. Bukan Suhardi."

"Baik nyonya Suhardi." gadis itu berlari kecil, menghindari sebuah serangan dari ibu nya.

Fitri sudah siap melayangkan sandal nya. Sayangnya, itu meleset. "Gak kena!" kedua kali nya. Tepat mengenai kening Kanaya. Ia langsung mengaduh. Fitri tertawa melihat nya. Kemudian, menghampiri anak nya yang kini tengah memegangi jidat nya.

"Maaf in ibu ya. Nak," tidak di respon. Gadis itu malah menutupi wajah nya dengan kedua telapak tangan, menangis. Fitri kebingungan. Beliau hanya bisa mengelus punggung sempit anak nya sambil berkata.

"Ibu bener-bener minta maaf sama kamu. Sayang," tangisan Kanaya semakin kencang. Orang-orang yang berlalu lalang memperhatikan keduanya.

"Nay. Udah dong, malu di liatin orang."

Kanaya membuka tangan yang menutupi wajah nya. "Tapi cibong." lagi-lagi Fitri hanya bisa geleng kepala.

☆☆☆


Hal yang paling mengejutkan adalah Kai ada di sini. Di pasar. Tetapi dia tidak sendiri, melainkan bersama seorang gadis lain pastinya bukan Bahiyyih, karena dari postur tubuh nya berbeda. Ingin menghampiri namun ibu nya sudah lebih dulu menarik lengan nya.

"Kamu ini kenapa sih, masih pagi udah bengong."

"Melamun di pagi hari bisa menurunkan tingkat kesetresan." jawab Kanaya.

"Apa iya?" tanya Fitri ragu.

"Lebih tepat nya meratapi nasib."

"Ada-ada aja. Udah ayok bantu beliin bahan masakan."

"Uang nya, catatan nya?" seusai Fitri memberikan uang dan setengah catatan belanjaan, Kanaya menuju tempat penjual daging ayam.

"Bang." ucap dua orang. Kanaya menoleh ke kiri. Dirinya tersenyum sekilas lalu membuang muka nya.

"Saya mau daging nya 1 kilo,"

"Campur, mbak?"

"Iya pak. Tapi, jangan pake jeroannya." setelah membayar Kanaya pergi.

☆☆☆

[1] MHIBH - END✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang