Tadi shubuh Syam pulang ke rumah, ia selalu khawatir jika meninggalkan mama nya di rumah. Beruntung saja Theo tidak ada di rumah, Syam jadi tidak harus berdebat dengan papa nya itu. Sekarang Syam berada di ruang makan bersama dengan Danita.
"Makan yang banyak ya, anak mama harus selalu sehat." Danita mengelus kepala Syam.
Syam tersenyum, cowok itu senang saat Danita kembali mengenalnya. Syam selalu sedih saat Danita terlihat seperti pasien gangguan jiwa. "Mama juga harus makan yang banyak."
"Kamu mau kuliah kan? Belajar yang bener ya, nanti kalau udah lulus Syam nya mama harus jadi pebisnis yang hebat," ujar Danita.
Syam berusaha mempertahankan senyumnya, tidak kah Danita tahu jika cita-cita Syam adalah menjadi seorang dokter. "Iya Ma."
Danita memakan sarapannya dengan raut wajah bahagia. "Papa kamu pasti bangga kalau kamu jadi pebisnis yang sukses."
Syam memejamkan matanya sejenak, hatinya benar-benar terluka. "Ma, kalau misal nanti aku jadi dokter ... Gimana?"
Danita menaruh sendoknya dengan kasar membuat timbul suara dentingan yang cukup nyaring. Wanita paruh baya itu terlihat marah, tentu saja dia tidak setuju jika Syam menjadi seorang dokter. Theo sangat ingin Syam menjadi penerus perusahaannya.
"Apa apaan kamu Syam? Kamu nggak boleh jadi dokter!" Suara Danita kini tidak selembut tadi.
"Ma, tenang dulu." Syam menggengam tangan Danita.
"Kamu harus jadi pebisnis!" Danita menepis kasar makanan yang ada di meja membuat semuanya berserakan di lantai.
Syam panik, cowok itu mendekat ke arah Danita dan memeluknya. "Ma, aku nggak bakal jadi dokter."
Danita perlahan mulai tenang. "Kalau kamu jadi pebisnis, papa kamu pasti seneng. Dia nggak bakal selingkuhin mama lagi."
"Iya Ma." Syam terpaksa berbohong, ia tidak sanggup jika melihat Danita hilang kendali.
***
Setelah memastikan Danita aman dengan suster yang di sewa oleh Theo, Syam akhirnya bisa dengan tenang pergi meninggalkan rumah. Syam melajukan motornya ke arah rumah Friska. Gadis itu tadi menelepon Syam dan menyuruhnya ke rumah.
Syam menghentikan motornya di depan perkarangan rumah Friska. Setelah mematikan mesin motor, Syam membuka helmnya. Cowok itu berusaha memasang wajah setenang mungkin seakan kejadian di rumahnya bukan apa-apa.
"Jodoh, i am coming!" Friska berlari ke arah Syam.
"Mau kemana? Kok pakek sepatu sama bawa tas?" Syam menatap penampilan Friska yang terbilang cukup rapi.
"Mau kuliah dong." Friska tersenyum lebar.
"Hah? Bercanda ya?" Syam masih tidak percaya jika Friska akan kuliah.
"Serius, gue udah rapi gini masa cuma bercanda." Friska memutar tubuhnya satu kali.
"Udah daftar?" tanya Syam.
"Udah dong, semuanya udah di urus sama papa," balas Friska.
Syam tampak menghela nafas. "Lo ke kampus nggak ada niatan cuma mau modusin gue kan?"
Friska menyengir lebar. "Mau belajar Syam, sama sekalian modusin lo. Kan menyelam sambil minum air."
Syam mengusap wajahnya pelan, ia tidak tahu lagi bagaimana caranya menjelaskan kepada Friska jika dirinya hanya menganggap Friska sebagai sahabat. Syam tidak mau membuat Friska terluka hanya karena mencintainya.
Friska tampak tersenyum lebar, tentu saja dia merasa senang. Hari ini adalah hari pertama Friska kuliah, dan tentunya rencana modus ke Syam akan lebih lancar. Friska memegang erat tali tasnya dengan tatapan yang tertuju pada Syam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syam Story
Teen FictionDia Syam Kavalen, laki-laki yang menjabat sebagai wakil ketua geng Jevins dan mempunyai cita-cita menjadi dokter. Syam selalu memasang wajah kalem dan selalu terlihat tenang. Syam mencintai gadis berhijab bernama Nasya, namun Syam harus terjebak cin...