Jennie POV
Menjadi wanita yang diidam-idamkan semua orang adalah impianku. Tapi kenapa aku harus terobsesi pada wanita yang terpaut muda dariku? Walaupun umur kami hanya berbeda satu tahun itu benar-benar tidak menghalangi keinginanku untuk bisa memiliki dia- seutuhnya.Bahkan ketika secara tidak sengaja kami bertemu di sebuah club malam yang letaknya tidak terlalu jauh dari keramaian. Aku ingat betapa berantakannya dia tapi tidak cukup sulit bagiku untuk mengetahui apa penyebabnya.
Wanita itu hampir kehilangan nama perusahaannya yang kian hari professionality nya kian menurun. Benar-benar malang nasibnya. Mungkin saja jika aku tidak ada, perusahaan miliknya sudah bangkrut dan dia sudah menjadi gelandangan diluar sana.
“Kemana kau akan pergi?”
Aku bertanya padanya tatkala aku melihatnya berdiri dari duduknya meraih kunci mobil miliknya di atas meja.
“Pulang.”
“Siapa yang menyuruhmu?” lanjutku.
Aku memilih duduk menyusulnya di atas sofa sembari membenarkan handuk kimono yang aku kenakan. Aku juga bisa melihat jelas bagaimana dia menatap lekat tubuhku ketika aku berjalan menuruni tangga hingga mulai bergerak mendekatinya.
Aku bersumpah tidak akan melepaskan dia malam ini.
“Apa lagi sekarang? Aku sudah mengantarkanmu kemari dan menunggumu selama berjam-jam lalu kau bilang siapa yang menyuruhku? Ayolah, hanya orang bodoh yang melakukannya!”
“Duduk, Lisa.” aku menenangkan.
“Hah?”
“Kubilang duduk!” ulangku.
“Sialan kau.”
Dia menuruti perkataanku walaupun aku bisa mendengar jelas bagaimana dia terus saja menggerutu. Bukan masalah besar, yang terpenting dia ada bersamaku malam ini.
“Aku hanya memintamu untuk bersantai bersamaku malam ini,”
“Aku masih memiliki banyak pekerjaan.”
“Kau bisa menyelesaikannya besok.”
“Kau keras kepala.”
“Aku tau.”
Ini adalah akhir dari percakapan kami karena setelahnya aku bergerak menyalakan televisi dan memilih beberapa movie yang cocok untuk kami tonton dengan ditemani secangkir teh hangat dan beberapa cemilan diet di atas meja.
“Sudah berapa lama kau belum pernah bersantai lagi seperti ini?” aku memilih untuk bertanya membuka topik dan mulai menyesap teh panasku perlahan-lahan.
“Kurasa itu bukan urusanmu.”
“Dan kurasa itu bukan jawaban yang yang tepat untuk pertanyaanku.”
Dia menoleh kesal padaku sedangkan aku hanya membalas tatapannya dengan mengangkat alisku menantang. Aku tahu membuatnya kesal akan memancingnya berpikir untuk memberikan pelajaran padaku.
“Bisakah kau tidak usah terlalu banyak bertanya Jennie-ssi?”
Terdengar helaan nafas kasar setelahnya, hingga kemudian dia mengangkat kedua kakinya ke atas meja dan merentangkan kedua tangannya ia letakkan pada senderan sofa.
“Aku suka caramu bersikap seolah-olah ini adalah rumahmu,”
“Seharusnya memang begitu.” jawabnya santai.
Tatapannya masih lurus tertuju pada layar televisi sedangkan kedua tangannya kini beralih untuk membuka dua kancing atas kemejanya hingga menampakkan sedikit belahan dadanya. Jujur aku ingin bertanya; dia yang kepanasan atau aku yang dibuat gelagapan?
KAMU SEDANG MEMBACA
THE JERK of HYPER
Fanfiction"Sebenarnya siapa yang hypersexual disini? Kau atau aku?" "Kita berdua." THE JERK of HYPER Can you control yourself? ⚠️18+ Area⚠️