Perang Dingin

1.4K 52 8
                                    

Kulihat jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 6. Sudah hampir malam. Rasanya lelah sekali hari ini. Merebahkan tubuh di kasur yang empuk rasanya pasti menyenangkan. Tapi harapanku pupus sudah saat Aku kembali mengingat kata-kata Adam pagi tadi.

Dia suka Aku? Suka? Memangnya dia mengerti suka seperti apa yang dia maksud? Mengingatnya saja membuatku merinding! Tapi hati ini memang tidak mau sejalan dengan otakku. Saat memikirkannya lagi justru hati ini berdegup sangat kencang. Senyum di bibirku-pun tanpa sadar ikut tampak.

Plakk!

Kupukul pelan pipi kananku.

Sudah gila kamu Ta! Dia pasti sedang menjahilimu Mareta. Atau jangan-jangan ini semua ide jahil Saga, adikku? Semenjak Aku batal menikah dengan pacar terakhirku 4 tahun yang lalu, dia memang sering sekali menggodaku.

"Aku hanya ingin menghibur kakak. Agar kakak tidak sedih terus menerus." Saga duduk di sampingku, bersandar di bahuku saat melihat mataku memerah dan meneteskan air mata.

Ia selalu seperti itu. Dia sangat menyayangiku. Begitupun denganku. Saga dan Ibu adalah orang yang selalu menjadi penyemangat dalam hidupku.

Tapi yang dilakukan Adam pagi ini tidak tampak seperti rencana Saga untuk menghiburku. Apa yang harus Aku lakukan jika ternyata memang benar dia serius menungguku di depan rumah? Ah sudahlah! Itu kan rumahku. Kenapa begitu sulit dan gelisah hanya untuk pulang ke rumah sendiri.

Aku turun dari ojek online yang mengantarku dari kantor. Mataku berkeliling. Tak kulihat sosok berondong itu.

Fuuhh aman. Batinku.

Aku memasuki pagar dan berjalan ke dalam rumah.

"Assalamualaikum. Aku pulang! Ibuu Sagaa sedang ap..." Kata-kata yang ingin keluar dari mulutku tiba-tiba saja tertahan, bersamaan dengan langkahku yang juga ikut terhenti.

Apa ini? Apa yang mereka lakukan di sini?

Adam tengah duduk di kursi sofa bersama Saga. Tak hanya Adam dan Saga, bahkan mas Dika pun ada di sana. Tak ada satupun dari mereka bertiga yang menyambut kedatanganku. Bahkan mungkin mereka tidak menyadari kehadiranku.

Beberapa kali kulihat mereka tertawa sangat keras, saling memukul pundak satu sama lain karena asik terbawa suasana bermain game. Mereka bertiga terlihat begitu menikmati permainan game di PS. Lalu Adam dan Mas Dika? Sejak kapan mereka sedekat itu? Aku tahu Mas Dika mengenal Saga adikku. Karena kami memang tinggal satu komplek, dan mas Dika punya adik laki-laki juga yang umurnya tidak jauh dengan Saga. Adiknya bernama Dito, dia juga teman Saga. Dito memang sering main ke rumah dari kecil. Saat sudah waktunya pulang, beberapa kali mas Dika menjemputnya ke rumah. Ah sudahlah. Ini justru kesempatan yang bagus. Mereka sedang sibuk dengan gamenya. Lalu Aku yang sedari tadi berdiri kebingungan di sini pun sama sekali tak dihiraukan oleh mereka. Aku harus segera berlari ke kamar untuk menghindari tersangka utama saat ini. Ya, Adam. Aku kebingungan setengah mati. Rasanya pasti kikuk jika tiba-tiba dia meminta jawaban dariku di depan dua orang yang sangat ingin Aku hindari saat ini juga.

Ku naiki anak tangga perlahan. Hampir tak bersuara.

Sedikit lagi Mareta. Kamu hampir berhasil.

"Ka Mareta!"

Tiba-tiba suara lantang seorang laki-laki memanggilku dari bawah.

Oke. Mission failed!

Saga kembali meneriaki namaku setelah beberapa detik Aku belum juga menengok ke arahnya.

"Kak Reta! Woooy!"

Kali ini dengan suara yang jauh lebih lantang.

Dia pikir Aku ini budek apa ya? Ku tepuk jidatku pelan. Lalu berbalik ke belakang sambil membenarkan rambut panjangku. Ku hembuskan nafas kuat-kuat menahan kesal. "Hemmmm apa?" Jawabku ketus.

Bukan Berondong BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang