#2

10 1 0
                                    

Sentuhan yang menyentuh telapak tangannya seakan dengan sengaja membangkitkan kembali memori masa lalu. Bahkan ketika nama itu terpanggil,ia gemetar hingga ingin mati ditempat itu juga. Semua orang berpakaian serba hitam kala itu termasuk dirinya. Wanita tua ada disamping guna menemaninya yang hanya sendirian. Ia menyaksikan semua dari awal hingga akhir.

Suara sekop yang menyendok tanah betul-betul menganggu pendengarannya. Beda dengan sekarang,dulu ia selalu memakai alat bantu dengar di telinga bagian kirinya. Ia melepasnya begitu saja ketika wanita yang melahirkannya itu meninggalkannya. Hanya ada dua orang pria disana yang membantu memakamkan sang ibu. Wanita tua disampingnya memeluk Roshan kecil begitu erat sembari menangis. Anak itu tak menangis sedikitpun bukan karena ia tidak bersedih,namun ia tak bisa merasakan apa-apa.

Hujan deras tiba-tiba mengguyur tanahnya. Untunglah pemakaman sudah selesai dan liang lahat sudah tertutup serta tertata rapi. Namun tak ada satupun nisan disana. Mereka hanya menanam setangkai bunga bewarna kuning yang sering disebut bunga musim semi sebagai tanda. Hanya itu yang tersisa. Bunga itu seharusnya hanya mekar ketika musim semi tiba namun anehnya ia mekar setiap musim hingga membentuk tangkai yang tinggi layaknya pohon.

Roshan dengan berat hati harus pergi. Ia hanya tinggal sesaat di panti asuhan ketika sebuah keluarga ingin membawanya namun tanpa mengangkatnya sebagai seorang anak. Kala itu,Roshan sudah mengerti bahwa tak ada seorangpun yang akan menerimanya. Hingga ia beranjak remaja,seorang gadis tak sengaja berpapasan dengannya yang sedang berada di hutan. Roshan tak menduga hal seperti itu bisa terjadi. Usianya masih lima belas tahun di saat ia mendapat perundungan dari orang-orang disana terutama putra-putra mereka yang iri dengan keluarga angkat Roshan yang kaya raya. Ia duduk dibawah pohon rindang sembari menahan luka-luka yang ia derita sebagai imbalan akibat tak bisa melawan. Ia masih memakai seragam sekolahnya yang telah berubah jadi lusuh karena tanah yang bercampur dengan darah dari lukanya yang ada di pelipis dan lengan. Ia selalu babak belur di tempat itu.

"Apa yang kau lakukan disini?" gadis itu ketus sekali nada bicaranya. Walaupun wajahnya cantik,tapi ekspresi nya benar-benar membuat siapapun enggan mendekat.

"Kau tak bisa lihat? Aku sedang duduk. Enyahlah!" Roshan.

"Kalah lagi?" seakan ia tahu ini bukan kekalahan Roshan yang pertama kalinya. "Apa maksudmu? Kau menguntitku?" Roshan mengerutkan keningnya. Benar-benar gadis itu membuatnya semakin kesal.

"Anggaplah begitu," ucapnya yang langsung merogoh saku roknya. Dilihat dari seragamnya,ia berasa dari sekolah yang berbeda dengan Roshan. Gadis itu berasal dari sekolah elit. Ia lalu menelpon seseorang dengan ponsel miliknya.

"Sebentar lagi akan datang. Kau harus sabar menunggu," ucapnya yang tiba-tiba duduk diatas tanah kotor. Padahal ia dari sekolah elit,kenapa ia mau membuat seragam sekolahnya jadi kotor seperti itu?

"Kau memanggil siapa?" lirih Roshan

"Ambulan," jawabnya singkat namun ia malah menatap mata pemuda di depannya. Ia melirik dari atas sampai bawah penampilannya. "Kau bisa melawan mereka," gumamnya pelan namun masih bisa terdengar. Roshan menoleh padanya sembari memicingkan mata seakan berkata "Apa maksudmu?".

"Entahlah. Hanya firasatku saja kalau kau bisa mengalahkan mereka," gadis berambut hitam dengan panjang sebahu itu lalu berjongkok guna mensejajarkan tingginya dengan posisi pemuda yang tengah menahan rasa sakit dibawah pohon itu.

"Lagipula,apa yang akan kau lakukan jika mereka terus melakukan ini padamu?" tatapannya tajam. Roshan mendekatkan wajahnya sedikit pada gadis itu.

"Membunuhnya," ucapnya datar. Tak lama ambulan datang dan petugas membawa tubuhnya untuk segera pergi ke rumah sakit. Sebelum pergi,gadis itu mengatakan satu hal lagi. Roshan tetap tak bereaksi dan mengganggap itu hal serius hingga ia bisa membuktikannya sendiri.

"Aku suka dengan caramu!"

***

Memakai rok panjang memang susah rupanya bagi seorang gadis seperti Yuri. Untunglah ia memakai yang panjangnya hanya sampai dibawah lutut. Ia coba sandingkan rok hitamnya dengan sepatu boots dengan ukuran hak yang tak terlalu tinggi. Sebenarnya,kemarin ia memotong rambutnya lagi sedikit. Ia tak suka rambut terlalu panjang karena ia tahu bahwa rambutnya sering sekali rontok. Ia memotongnya sendiri di rumah dengan gunting sederhana. Ya hasilnya memang tak seperti salon tapi Yuri berhasil membuat rambut pendek sebahunya terlihat bagus,persis dengan dirinya empat tahun yang lalu.

Leana tak menepati janjinya untuk datang tepat waktu. Walaupun jam masuk kelas akan dimulai satu jam lagi tetap saja Yuri sedikit kesepian jika tidak bersama Leana.

Terpaksa,Yuri harus menunggu sahabatnya itu di taman. Ia tak tahu harus apa selain mondar-mandir di sekitar tanaman bunga yang bahkan ia tak tahu apa namanya. Ia juga tak tertarik dengan mereka semua. Walaupun terlihat indah,namun Yuri tidak begitu menyukai hadiah berupa bunga. Bukankah hadiah berupa uang tunai lebih bagus? Batinnya menyeringai ketika menyadari betapa aneh dirinya sendiri.

Ia baru ingat bahwa sebentar lagi,musim semi akan tiba. Pasti akan banyak desain pakaian baru yang harus ia beli. Ia terus saja berjalan kesana-kemari menunggu Leana yang memang terbiasa pergi di menit terakhir. Berulang kali ia mengecek notifikasi ponselnya sendiri dengan kesal hingga tak sengaja benda persegi panjang itu jatuh. "Gawat kalau sampai pecah!" gumamnya.

Yuri terpaksa berjongkok turun untuk mengambil ponselnya namun seseorang mengambilnya terlebih dahulu dan segera memberikan benda itu pada Yuri. Mengapa auranya aneh sekali? Yuri agak sedikit merasa kaku ketika menggerakan tubuhnya. Ia berusaha keras hingga akhirnya bisa melihat wajah orang yang membantunya. Pria yang tingginya jauh darinya,ia terlihat rapih dengan setelan pakaian serba hitam. Namun tangan kirinya masih di balut oleh perban. Yuri sedikit tersentak ketika melihat wajahnya. Orang asing yang ia bantu untuk mentalikan tali sepatunya itu tiba-tiba saja ada di depannya. Awalnya Yuri hanya bisa tersenyum,namun agak tidak sopan rasanya jika langsung pergi begitu saja.

"Kakimu sudah sembuh?" tanya gadis itu. Roshan mencoba melawan rasa gugupnya ketika gadis itu sedang berbicara sembari menatap kedua matanya. Roshan menganggukkan kepalanya pelan. Mulutnya terasa berat untuk mengatakan sesuatu. Semilir angin membuat surai hitam milik gadis dihadapannya itu ikut mengikuti arah angin,melambai-lambai dengan indah.

Pada akhirnya ia hanya tersenyum. Menemukan kehadiran gadis itu di balik tumbuhnya bunga Azalea putih yang sangat menggambarkan sosoknya. "Hei Yuri! Maaf aku terlambat!" teriak Leana yang berlari mendekat kearah keduanya.

"Oh senior? Apa kabar?" sapa Leana. "Kau pasti tidak tahu kan? Dia Roshan. Senior kita yang paling terkenal," ucapnya dengan bangga. Si pemilik nama tak bisa menjawab apa-apa. Sedangkan Yuri terlihat bingung karena baru mengetahui faktanya dari Leana. Pria itu langsung pergi meninggalkan keduanya.

"Kau beruntung sekali bisa bertemu dengannya," Leana.

"Dia sangat populer bukan begitu?" Yuri masih tak mengerti. Leana lalu memegang erat kedua tangan Yuri. Ia menatapnya dengan tajam. "Bukan karena itu! Nanti saja ayo kita masuk kelas!"

Yuri tahu,ia tak benar-benar pergi. Dia ada di belakang tembok sembari menguping pembicaraan keduanya. Sayang sekali,Yuri tidak terlalu penasaran sepopuler apapun si senior itu.







-Bersambung

ForsythiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang