"Udah tidur?"
Pertanyaan itu meluncur begitu saja saat menyadari seseorang di dekapannya hanya diam tanpa ada gerakan apapun. Rama mengangkat sedikit tubuhnya untuk melihat apakah istrinya itu sudah terlelap atau belum.
"Belum," jawab Shinta.
Rama mengangguk sekilas, lalu setelahnya ia kembali merebahkan tubuhnya dan semakin mengeratkan pelukannya pada Shinta, hingga punggung gadis itu menempel dengan dadanya.
Keduanya kini terdiam. Bingung harus membicarakan apa. Ini pertama kali bagi keduanya tidur seranjang tanpa ada penyekat dua guling. Ini pertama kali bagi keduanya berpelukan dengan perasaan yang begitu bebas, tidak seperti sebelum-sebelumnya yang begitu kaku serta canggung.
"This is our first time, cuddling at night, under the same blanket. Do you ... Like it?" Suara yang begitu lembut itu menyapa pendengaran Rama.
Rama menenggelamkan wajahnya pada helaian rambut milik istrinya, lalu mengecupnya dengan pelan namun lama.
"I do. One hundred percent, i do," balasnya lirih.
Shinta memejamkan matanya seraya tersenyum manis, ia semakin mengeratkan pelukan Rama pada tubuhnya. Pelukan yang begitu hangat. Terakhir kali ia mendapatkan pelukan sehangat ini adalah ketika malam di mana esoknya sang ayah meninggalkan dirinya untuk selamanya.
"How about you?"
"I do ..." Shinta mengangguk-anggukkan kepalanya dengan penuh semangat, "i do, mas. One hundred percent!"
Sedetik kemudian keduanya tertawa kecil, merasa lucu dengan apa yang Shinta lakukan.
"Mas."
"Hm?"
"Aku mau tanya," kata Shinta.
Rama terdiam sejenak sebelum menyahut perkataan Shinta. "Tanya apa?" ucapnya lebih seperti gumaman, karena ia menjawabnya di antara helaian rambut hitam milik Shinta. Ia merasa terbuai dengan wangi manis yang menguar dari surai istrinya.
Shinta bergumam pelan. "Gimana perasaan mas saat tau bakal nikah? Nikahnya ... Dijodohin lagi," tanyanya.
Shinta dapat merasakan jantungnya yang berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya. Ia merasa seperti akan mendapatkan hadiah yang tidak tau apa isinya ketika ia menanyakan hal tersebut pada Rama. Ini adalah pertanyaan yang sudah lama ingin ia tanyakan, namun ia tidak memiliki keberanian lebih untuk menanyakannya, dan baru hari inilah ia berhasil tanyakan.
Rama mengangkat wajahnya dari helaian surai hitam Shinta. Ia lantas mengulas senyum teduhnya.
"Satu hal yang harus kamu tau, Shin. Pernikahan yang kita lakukan bukan hasil dari sebuah perjodohan."
Di balik dekapan laki-laki itu, Shinta tidak dapat menghentikan ekspresi terkejut di wajahnya. Ia hampir saja akan berbalik untuk menatap sang suami, sebelum laki-laki itu berhasil mencegahnya dengan mengeratkan pelukannya di pinggangnya.
"Tetap seperti ini," gumam Rama.
"How come?"
"Sebelum kamu tau bagaimana perasaan mas waktu itu, i will tell you about my life. Seperti yang kamu tau kalau mas itu adalah anak satu-satunya yang papi dan mami miliki. Sebagai anak satu-satunya, laki-laki lagi, mas dituntut untuk dapat meneruskan usaha yang mereka punya. Seperti yang kamu liat sekarang, perusahaan pertambangan yang sedari awal kamu masuk kuliah udah jadi target magang kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, You! Come to Me
RomantizmShinta tak pernah menyangka akan menikah di usianya yang masih belasan tahun. Oh, bukan! Ini bukan sebuah perjodohan yang direncana, ini lebih merujuk pada ... ah, sejujurnya Shinta sendiri juga bingung menyebutnya apa. Satu bulan pasca kematian aya...