Chapter 9

71 13 95
                                    

Menjadi wanita saleha memang tidak mudah, karena di dunia ini ada terlalu banyak rayuan yang terkadang membuat hati seorang wanita goyah.

Shafiya.

// About Readiness //

"Berhenti!"

Kedua preman itu menoleh begitupun juga dengan Ayra yang masih gemetar ketakutan. Saat mengetahui sang empu suara, air matanya justru semakin deras keluar hingga satu isakan keluar dari bibirnya.

"Kak Akhtar, tolong," ujar Ayra dengan suara parau bercampur gemetar karena masih ketakutan.

Akhtar melirik Ayra, kemudian kedua mata lelaki itu membulat, lantaran terkejut karena gadis yang sedang diganggu oleh dua preman itu adalah Ayra. Dengan langkah lebar dan sorot yang penuh ke khawatiran, Akhtar menghampiri Ayra.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Akhtar setelah tiba di hadapan Ayra.

Ayra menggeleng dengan air mata yang masih senantiasa mengalir di kedua pipinya. "Kak Akhtar, tolongin aku. Aku takut," ujar Ayra dengan sorot yang terlihat sangat ketakutan.

"Siapa kamu!" Bentakan dari salah satu preman itu membuat Akhtar segera menoleh dan memposisikan Ayra berada tepat di belakangnya agar gadis itu tidak lagi melihat kedua preman yang memang terlihat menakutkan itu.

"Saya tidak perlu menyebutkan siapa diri saya. Seharusnya saya yang bertanya kalian siapa? Kenapa mengganggu seorang perempuan di malam hari? Bahkan kalian membuatnya menangis," ujar Akhtar tanpa rasa takut sedikit pun.

"Kenapa, masalah buat kamu! Sudah sana! Anak baru kemarin nggak usah ikut campur urusan orang dewasa. Pergi atau kamu kita kasih pelajaran," ancam preman bertato naga itu.

"Tentu itu masalah buat saya. Karena kalian berniat menyakiti seorang perempuan yang seharusnya dilindungi!" tegas Akhtar.

"Wah, nih anak kayaknya beneran mau dikasih pelajaran, Bro! Habisin!"

Kedua preman itu mulai menyerang Akhtar. Dua lawan satu, tetapi tetap saja kedua preman itu belum bisa melumpuhkan Akhtar, bahkan sekali pun tidak ada pukulan yang mengenai badan lelaki itu, justru malah sebaliknya.

Sementara itu di sisi lain, Ayra beringsut menjauh kemudian berjongkok lalu menutup kedua telinganya dengan tangan, dia bahkan memejamkan mata tidak ada niatan sekali pun untuk melihat adegan kekerasan yang sangat tidak dia sukai itu. Gadis bermata bulat itu juga tidak perlu khawatir tentang keadaan Akhtar, karena dia yakin Akhtar bisa mengalahkan dua preman itu tanpa terluka sedikit pun. Sebab selain jago bermain futsal dan basket lelaki itu juga jago bela diri.

"Ayra ... hei ...."

Ayra tersentak kemudian refleks berdiri dan beringsut menjauh setelah cepolan rambutnya digoyang-goyangkan. Dia takut jika saja preman itulah yang baru saja menghampirinya, tetapi ternyata bukan.

"Kak Akhtar ...," gumam Ayra, kemudian menoleh untuk mencari keberadaan kedua preman yang sempat mengganggunya, tetapi nihil. Dia tidak menemukan persensi keduanya. "Premannya mana? Udah pergi, kan?" tanya Ayra yang masih merasa waswas.

"Tenang, Ay. Mereka sudah pergi," ujar Akhtar cepat saat melihat di wajah Ayra masih terdapat raut kepanikan dan ketakutan.

"Alhamdulillah. Terima kasih banyak, Kak. Aku nggak tau lagi apa yang akan terjadi sama aku kalau aja Kak Akhtar nggak datang nolongin aku," ujar Ayra setelah mengembuskan napas lega.

About ReadinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang