February, 8th.

174 18 1
                                    

Seungcheol tahu jika ia akan tewas di tangan seseorang malam ini, dan ia juga yakin seratus persen kalau tebakannya benar.

Suara jeritan yang kuat tapi samar seketika membuatnya bangun. Ketika Seungcheol berusaha untuk bangkit, kepalanya menghantam sesuatu yang keras secara spontan di atasnya. Ia melenguh kesakitan dan memutuskan untuk kembali diam meski kini lehernya ikut terasa sakit luar biasa. 

Posisi Seungcheol meringkuk seperti janin di dalam kandungan ibunya, mengingatkan Seungcheol kepada orang tuanya yang sekarang tinggal entah dimana. Mungkin ini adalah situasi yang pernah disebutkan oleh ayahnya dulu, dimana pasti suatu saat nanti Seungcheol akan menyesali seluruh perbuatannya.

Dan tampaknya, perkataan itu ada benarnya.

Kedua tangan Seungcheol berada di belakang dengan tidak nyaman. Dagunya saja sudah mengenai lutut, menandakan jika seseorang yang menculiknya benar-benar ingin melipat badannya sampai berukuran kecil, kecil sekali. Seperti origami bangau yang sering ia lakukan saat SD. Entah badan Seungcheol yang terlalu besar atau tempat ini terlalu sempit, sebab ia bisa merasakan badannya terombang-ambing. 

Jika Seungcheol menggunakan bagian otaknya yang pintar, bisa saja sekarang ia berada di dalam sebuah bagasi mobil, mengingat pendengarannya beberapa kali menangkap suara percakapan dan juga teriakan yang tiba-tiba menggelegar. Meskipun samar, dua hal tersebut sudah cukup membuat Seungcheol bergidik ngeri dan ketakutan.

Namun di sisi lain, Seungcheol takut jika sekarang ia berada di dalam kotak kayu dan ditempatkan di dalam sebuah perahu besar. Seperti akan dikirim ke negara lain untuk menjadi budak atau buruh pabrik yang bisa saja meninggal setelah beberapa hari. Mungkin karena Seungcheol terlalu banyak berkhayal. Namun itu bisa saja terjadi, kalau takdir memang menyuruhnya untuk mati seperti itu.

Ia seketika ingin tewas dengan jalan yang cepat daripada tewas perlahan dengan mata terbuka. Entahlah, pikiran Seungcheol cukup berantakan sekarang.

Sesaat sebelum Seungcheol dapat merasakan sensasi kram yang menjalar dari pahanya, tiba-tiba saja pintu bagasi di atasnya (yang sesuai dengan tebakannya) terbuka dengan keras dan ia merasakan kepalanya seketika ditarik keluar oleh seseorang. Seungcheol mengerang keras sebab rahangnya pun ikut ditarik paksa. Semuanya terjadi dengan sangat kasar, sehingga Seungcheol hanya bisa menggigit kuat bibir bawahnya untuk menahan rasa sakit.

Seungcheol memejamkan kedua matanya dengan erat ketika ia merasakan badannya menghantam lantai dengan keras. Dengan cepat, si penculik membuka kantong tersebut menggunakan benda tajam, dimulai dari bagian bawah.

Anehnya, kedua kaki Seungcheol ditarik selembut mungkin dan perlakuannya berbeda pun jauh dengan caranya tadi mengeluarkan badan Seungcheol dari bagasi. Seungcheol merilekskan tubuhnya agar orang tersebut tidak akan kesusahan untuk mengeluarkan dirinya, karena pasti membawanya ke tempat ini saja sudah cukup sulit. Ia tidak akan memikirkan bagaimana caranya orang ini memasukkan badannya ke dalam kantong plastik. 

Perlahan-lahan, Seungcheol membuka kedua matanya dan disambut dengan sinar kuning dari lampu yang redup tepat di atasnya. Tempat ini cukup dingin, ditambah dengan adanya hembusan angin malam dari pojok jendela yang lumayan tinggi. Seungcheol bisa merasakan kehadiran sosok penculik di dalam ruangan ini, namun ia tidak bisa melihatnya karena kini lehernya terasa sakit. Dimulai dari ujung kepala hingga kaki Seungcheol, rasanya seperti dihujam oleh pisau tajam berkali-kali. 

Ruang bergeraknya terbatas, namun Seungcheol yakin jika ia sedang telentang diatas lantai keramik. Entah kenapa ia tidak bisa menggerakkan seluruh badannya, tetapi lehernya dapat bergerak meskipun sakit luar biasa. Ini semua lebih sakit daripada workout yang dilakukannya seminggu yang lalu. 

Ketika Seungcheol mulai bisa tenang, ia dapat merasakan ada tangan yang menggerayangi dagunya perlahan. Mengusap-usap bagian bawah bibirnya sambil sesekali menarik pelan ujung bibir Seungcheol. Jarinya terasa lembut, berbeda dengan bibirnya yang kasar dan juga pecah-pecah. Entah apa yang akan dilakukan oleh orang ini, namun Seungcheol merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

Tiba-tiba saja kepala Seungcheol diangkat paksa ke atas. Dalam waktu yang cepat, kedua matanya ditutupi oleh penutup mata sehingga ia tidak bisa melihat apa-apa. Kini dada Seungcheol berdetak lebih cepat dua kali daripada sebelumnya karena panik. Terhalang dengan rasa sakit yang masih menjalar di badannya, Seungcheol hanya bisa menggeliat meskipun itu tidak memberikan perbedaan yang besar. 

"Ah- keparat! Bisa diam tidak?" ujar sosok yang ada di sampingnya. "Jangan membuat aku susah, untuk sekali saja!"

Suara yang berasal dari atas Seungcheol itu mirip sekali dengan suara seseorang yang pernah Seungcheol temui sebelumnya. Masalahnya, pekerjaan yang dilakukan oleh Seungcheol semuanya membuat ia harus berinteraksi dengan banyak orang, sehingga ia tidak bisa semudah itu mengingatnya. Seungcheol yang awalnya akan membalas perkataan tersebut kini lebih dulu dibekap oleh tangan yang sebelumnya menyentuh bibirnya.

Saking dekatnya telapak tangan itu dengan hidungnya, Seungcheol bisa mencium wangi sour cherry yang pekat. Terlalu menusuk ke dalam hidung sehingga Seungcheol hampir saja akan batuk jika ia tidak ingat kalau telapak tangan ini bukan miliknya. Entah apa yang akan terjadi jika Seungcheol benar-benar langsung bersin atau batuk begitu saja. Mungkin akan ada pisau yang menusuk badannya dan ia akan berakhir di sungai, mengambang terbawa arus entah kemana.

Terdengar suara derap kaki dari arah kanan tempat Seungcheol berbaring. Ia sama sekali tidak menduga jika penculikan ini dilakukan oleh beberapa orang. Namun, bisa saja Seungcheol hanya berhalusinasi sebab ia sudah lama tidak menyentuh apa-apa. Tahu sekarang pukul berapa pun tidak, bisa saja kan ternyata Seungcheol berada di rumahnya?

Kini tangan tersebut sudah hilang dari bibir Seungcheol. Tetapi rasa takut dan khawatirnya sama sekali belum hilang sepenuhnya. Ia berusaha untuk bernafas melalui mulutnya, terasa jauh lebih bebas dan bisa dikontrol dengan baik. Seungcheol yakin tekniknya bernafas terlihat seperti ikan yang meloncat keluar dari kolam, bahkan ia rasa penculiknya berhak untuk tertawa, meskipun itu adalah kenyataannya. Seungcheol merasa ia seperti sedang terjebak kembali di dalam kotak kecil.

Seungcheol berharap si penculik akan melepaskan penutup matanya dan membiarkan dirinya kembali pulang saja walau Seungcheol harus berjalan kaki jauh. Besok ia harus pergi pagi untuk bekerja lagi, dan bahkan seharusnya sekarang Seungcheol sedang bekerja di Minimarket hingga pukul tiga pagi. Hidupnya berputar di semua pekerjaannya, sebab hanya kegiatan itu saja yang membuatnya bisa bertahan di bumi. Jika tinggal di bumi itu gratis, mungkin Seungcheol memilih untuk tewas saja.

Dan ia tahu, seharusnya Seungcheol tidak pernah mengucapkan kalimat tersebut di dalam benaknya.

Seolah membaca situasi dan pikirannya, tangan yang sama kini membuka mulut Seungcheol perlahan seperti dokter gigi yang akan mengecek mulut pasiennya. Seungcheol dapat merasakan cairan manis yang dituang di lidahnya, bersamaan dengan jari yang mengangkat pelan lidahnya hingga ke atap mulutnya. Sebelum Seungcheol bisa memberontak dengan cara menggigit jari tersebut, tangan itu kembali menutup mulutnya dan menepuk-nepuk pelan dagunya.

Sepertinya Seungcheol baru saja diracuni oleh penculiknya sendiri. Entah ini adalah obat tidur atau mungkin narkotika, Seungcheol tidak bisa berpikir cepat. Beberapa saat setelah itu, pikirannya diisi oleh kabut-kabut putih yang perlahan memenuhi rongga kepala dan keluar melalui telinganya. Dalam hitungan waktu yang singkat, seluruh badan Seungcheol melemah dan lagi-lagi ia tidak sadarkan diri untuk kesekian kalinya.

Jika ini adalah saatnya untuk tewas, mungkin Seungcheol harus menerimanya dengan lapang dada.

thank you for reading ·ᴗ·
dont forget to vote n comment
i love u

confound | cheolhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang