Menunggu

1.1K 46 3
                                    

Beberapa hari berlalu. Ternyata sudah hari Minggu lagi. Sejak kejadian beberapa hari lalu di rumah, Adam dan Mas Dika tidak pernah terlihat lagi. Bahkan Adam yang biasanya selalu tiba-tiba muncul, sekarang tidak lagi menampakan dirinya.

"Ta, bantu ibu mengantarkan pesanan mie ke tetangga ya." Pinta Ibu yang baru saja datang dari arah kedai. Kedai mie kami berada di halaman depan rumah. Karena kebetulan halaman rumah kami cukup luas.

"Saga kemana memangnya bu?" Tanyaku pada Ibu. Karena biasanya yang selalu mengantar makanan ke tetangga itu adalah tugasnya Saga.

"Tadi dia minta izin sama Ibu mau olahraga di lapangan komplek. Tadinya memang Saga yang mau mengantar. Tapi ternyata tetangga minta diantar makanannya lebih cepat. Bantu Ibu ya Ta."

"Oh gitu.. Ya sudah bu biar Mareta yang antar." Ku ambil dua keresek besar makanan yang sudah disimpan di ruang tengah.

Pagi ini masih sangat cerah. Setiap hari minggu memang jalanan di komplek cukup ramai. Banyak anak-anak yang bermain sepeda dengan orang tuanya. Banyak juga lansia dan remaja-remaja yang jalan dan lari pagi.

Kata Ibu, Saga sedang bermain di lapangan komplek. Mungkin jika bertemu dengannya di sana Aku bisa meminta bantuannya untuk membawakan makanan ini. Sepertinya lama-lama terasa berat juga.

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidak perlu memakan waktu lama, sudah kudapati Saga tengah bermain basket di sana bersama beberapa teman kompleknya.

"Saga!" Aku berteriak dari luar lapangan.

"Saga sini!" Panggilku lagi sambil melambai-lambaikan tangan karena posisinya cukup jauh dariku.

Saga akhirnya nenatap ke arahku. Begitupun teman-temannya. Ada sesosok lelaki yang familiar di ujung sana. Ia mengenakan kaos oblong putih tanpa lengan. "Adam?" Ucapku tanpa bersuara.

Adam menatapku dari kejauhan. Membuat Aku ikut menatapnya juga. Dan tanpa kusadari ternyata Saga sudah berada tepat di sampingku.

"Ada apa ka?" Tanya Saga yang langsung membuyarkan pandanganku.

"Hah? Ah ini, tolong bantu kak Reta mengantar pesanan tetangga. Biasanya kan kamu yang antar."

"Ya sudah oke. Kak Reta pulang saja. Bilang ibu setelah mengantar pesanan aku akan bermain basket lagi di sini." Pinta Saga.

"Oke. Hati-hati ya bawanya."

"Sebentar ya! Nanti Aku balik lagi!" Teriak Saga pada teman-temannya.

Rasanya masih sangat penasaran. Ku lirik lagi Adam yang berdiri di tengah lapangan. Ia terus mendribble bola dan memasukan bolanya ke dalam ring. Ku perhatikan Ia terus saja bermain tanpa melirik ke arahku. Apa ini? Kok dia berubah? Rasanya ada sedikit kekecewaan yang menggores di hati ini. Hah? Apa? Tidak tidak! Maretaa apa yang baru saja kamu pikirkan? Bocah itu baru lulus SMA. Masih kuliah tingkat satu. Dia hanya anak-anak yang hobinya bermain. Kamu mengharapkan apa dari perhatiannya selama ini?

Pikiran dan hatiku sepertinya sedang kacau. Mungkin hanya perasaan sesaat saja.

Apa-apaan ini? Biasanya dia selalu tersenyum padaku. Sekarang bahkan melirik saja tidak. Jadi itu yang dia maksud suka padaku? Rasanya sangat kesal, tapi setelah dipikir-pikir lagi Aku tidak punya hak untuk marah.

Haha. Ayolah Mareta! Kamu sudah gila jika merasa sedih hanya karena memikirkan perlakuannya padamu saat ini.

Tunggu! Bahkan dia tidak bertanya lagi apa jawaban dariku tentang pernyataannya beberapa hari yang lalu.

Uh menyebalkan! Rasanya malah jadi Aku yang kesusahan. Rasanya malah jadi Aku yang merasa diabaikan.

Sepanjang jalan pikiranku terus memutar semua kejadian yang ku alami sejak bertemu dengan Adam hingga saat ini. Bahkan tanpa sadar sesekali mulutku berdecak, kakiku menghentak-hentak ke tanah. Rasanya aku seperti bocah yang marah karena tidak jadi dibelikan mainan abang-abang.

Bukan Berondong BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang