TUJUH

1 0 0
                                    

"Lo ngapain disini?!" tanya Zetta panik saat melihat Arkan sudah berdiri di depan rumahnya. Cepat-cepat ia melangkah keluar dan menutup pintu perlahan lalu menarik Arkan menjauh dari rumah. Zetta bingung darimana cowok ini tahu rumahnya, karena seingatnya tadi sore Arkan hanya mengantarnya di depan gang.

"Ngapain kita ke sini?" tanya Arkan polos.

"Pelan-pelan!" seru Zetta setengah berbisik, jam sudah menunjukkan pukul 23.45, bagaimanapun juga ini sudah terlalu larut untuk menerima tamu.

"Dari mana lo tahu rumah gue?"

"Lo gak tahu kalau gue ini cenayang?"

Zetta memukul lengan Arkan cukup keras, bagaimana cowok ini bisa bercanda padahal dirinya sedang serius.

Arkan menyodorkan sebuah keresek berwarna hitam ukuran kecil dan Zetta menerimanya, setengah bingung. "Ice cream? Lo ke rumah gue cuma mau kasih ini?" Zetta menjeda kalimatnya sebentar, lalu merabanya. "Cair lagi."

Cowok itu menyengir lalu menggaruk belakang telinganya yang gatal. Berada di dekat Zetta membuat Arkan sedikit gugup juga. Tatapan mereka bertemu, cukup lama sebelum Zetta mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Sebenarnya, gue mau ngasih ini," ujar Arkan kikuk menyodorkan buku tulis bersampul batik warna ungu. Zetta mengamati buku itu lalu Arkan secara bergantian. Sudut bibirnya terangkat, itu adalah buku Bahasa Inggris miliknya yang ia cari. Semua hal negatif yang melekat dipikirannya tentang hukuman Pak Mahmud besok musnah sudah.

"Sorry, gue yang pinjem buku lo," ujar Arkan berbohong.

45 menit yang lalu..

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
IRASIONALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang