28. Long Distance Marriage

1.3K 199 23
                                    

Jujur aku kecewa, waktu Nia memilih tinggal bersama Mama. Dan aku sedikit menyesal karena telah menceritakan semuanya kepada Nia. Tapi ... aku bisa apa?

Apalagi kalau ibu suri sudah menurunkan titah, tidak ada yang bisa membantah. Jadi malam ini aku harus rela tidur sendirian berteman hampa.

Siang tadi, aku bisa melihat wajah Nia yang masih shocked dan matanya selalu menghindar. Aku paham, ini pasti berat untuk Nia. Tapi setidaknya aku sudah lega, satu hal besar yang mengganjal di hati akhirnya bisa keluar ke permukaan. Walaupun belum sepenuhnya come out. Aku belum berani mengakui ini di depan Mama dan Papa, bisa-bisa aku dicoret dari kartu keluarga.

Malam ini, Nia lagi apa ya? Udah makan belum? Udah minum vitamin belum? Belum juga sehari, aku sudah rindu berat. Pernikahan macam apa ini? baru juga menikmati indahnya jadi pengantin baru, tapi sekarang malah harus LDM karena paksaan Mama.

"Masa gue tetep jadi jones gini, sih? Nasib!"

Aku beranikan diri untuk menelepon Nia, aku sudah tak tahan lagi. Rindu ini begitu menyiksa. Tapi sampai dering ketiga telepon belum tersambung juga.

"Nia, angkat dong."

Tak mau menyerah, aku memilih mengirimi chat.

[Nia, boleh aku ngomong? Angkat telepon, please]

Satu menit.

Dua menit.

Tiga menit.

Sampai lima menit, pesanku belum juga terbalas. Sumpah aku kangen banget sama Nia. Aku harus ke rumah Mama malam ini. Ya, aku harus ketemu Nia.

Aku langsung menyambar kunci mobil di nakas dan siap meluncur ke rumah Mama. Mumpung belum terlalu malam. Ampun dah, mau nemuin istri sendiri udah kayak mau ketemu presiden. Harus melewati protokol dan paspampres.

Saat membuka pintu, aku kaget melihat Bagas sudah berdiri dengan senyum tak berdosa.

"Njir, Bagas! Lo ngapain di sini? Ngagetin gue aja!"

"Hai, Kha. Lo mau pergi?"

Bagas melongok ke dalam mencari-cari sesuatu.

"Iya, kenapa?"

"Gimana kabar Nia? Udah baikan?"

"Ya, udah baikan. Btw, thank's ya udah nolongin ISTRI gue."

Aku sengaja menekankan kata istri biar jelas. Walaupun mungkin hari ini Bagas adalah pahlawan karena sudah menolong Nia yang pingsan di taman dan mengantarnya sampai ke kamar, tapi aku tetap harus waspada. Cara dia memandang Nia terasa berbeda. Entahlah, mungkin aku hanya cemburu.

"Oh ya, gue bawain ini buat Nia, ini bisa buat naikin imun dia biar nggak gampang sakit."

Bagas menyodorkan satu plastik putih berlogo apotek.

"Makasih banyak udah repot-repot, Gas. Tapi sorry, Nia udah dapet vitamin dari Obgyn. Jadi ... Sorry gue nggak bisa terima ini."

"Oh, Nia lagi hamil? Congrats, Kha. Gue ikut seneng dengernya."

Bagas menepuk lenganku, aku tersenyum palsu.

"Oke, Gas, gue cabut dulu ya."

"Eh, ta-tapi, Kha, ini--"

"Tengkyu, Bro, Bye!"

Aku bergegas meninggalkan Bagas menuju lift. Bodo amat lah! Aku nggak mau berurusan sama Bagas. Sudah cukup aku jadi rivalnya selama dulu kita satu tim futsal. Heran, kenapa sekarang kita malah bertetangga?

RAINBOW CAKE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang