Bab 11

9 4 0
                                    

Dari penampilan dan postur tubuh saja, seharusnya Albie menyadari bahwa pria itu sudah kelihatan berbeda dengan penduduk di Greamor terutama para Hunter. Kulit Jaiden terlalu pucat dan sepatunya terlalu bersih.

Kendati memakai pakaian Hunter, ada satu kejanggalan yang berusaha Albie sangkal.

Tiba di gedung utama salah seorang dari Hunter menghampiri Albie.

"Sistem kelistrikan bermasalah, kami tidak sempat memindai identitas Jaiden Smith yang sebenarnya. Dia sudah kabur."

Albie tidak begitu menanggapi, yang dia lakukan saat ini adalah berlari menerobos barikade Hunter yang berjaga di depan gedung.

Albie melihat satu demi satu Hunter dan petugas Gedung Utama yang tengah sibuk memperbaiki sistem kelistrikan yang sepertinya sengaja diputuskan.

Bukan mereka yang ingin Albie temui, tetapi Logan yang telah menorehkan satu kekecewaan dalam diri Albie. Jika memang Logan menganggap Albie lebih dari sekadar orang yang dia hormati, saudara yang disayangi mengapa hal penting seperti ini harus dirahasiakan. Bukannya Logan dan Albie baru saja bertemu dan berbicara?

Mengetahui segala sesuatu dari orang lain lebih menyakitkan dari apa pun juga. Dan Albie kini sedang merasakan sakitnya.

"Di mana Logan?" Albie bertanya.

"Mengejar target," jawab Max, teknisi yang bertanggung jawab di Gedung utama.

"Ke arah mana?"

Max menunduk, dia tidak dapat menjawab.

Sejak awal, Hunters sudah mengira jika permasalahan ini akan memancing kemarahan Albie. Benar saja, Albie murka sampai sampai tidak ada yang berani mengangkat wajahnya untuk menatap langsung perempuan itu.

Tanpa keraguan, Albie meminta pelacak eageleon, itu satu-satunya cara yang bisa dia lakukan untuk menemukan Logan.

*
Jaiden mengembuskan napasnya pelan-pelan, tubuhnya yang kaku kini sepenuhnya rileks dan lemas saat suara pintu kembali tertutup dan semua Hunter pergi dari museum bumi.

Lelaki itu terbatuk-batuk bersamaan dengan kain putih berdebu yang menutupi tubuhnya dibuka. Sebelum memulai kembali pencarian yang sempat tertunda, Jaiden mengamati seisi museum.

Aman, batinnya. Hunter-hunter sudah pergi dan dia bisa dengan leluasa menjelajahi seluruh isi Museum.

Lemari besar berisi hewan-hewan purba dia jelajahi satu per satu. Jaiden hanya mengandalkan pencahayaan yang berasal dari kaca di atas kubah.

Menyelidiki sesuatu adalah keahliannya terlebih jika itu berhubungan dengan hewan. Matanya tidak berkedip melihat satu per satu hewan bumi, hewan-hewan yang sama sekali tidak ditemukan di Prexogalla.

Namun, sekarang bukan saatnya melihat-lihat. Jaiden harus bergegas karena waktunya tidak banyak.

Membaca satu per satu mungkin akan menghabiskan waktu sampai berhari-hari, satu yang dia ingat dari perkataan Laura sebelum pergi adalah blatta berasal dari serangga.

Satu hal yang membuat lelaki itu berhenti bergerak adalah jumlahnya yang ternyata tidak sedikit. Sampel yang dipajang hanya sebagian kecil nya saja, sisanya dia tidak tahu harus mencari ke mana.

Lelaki itu berusaha membuka lemari paling bawah yang tidak dilapisi oleh kaca. Dia berjongkok untuk membuka pintunya, tepat ketika terbuka deretan buku-buku besar bersampul kulit tersusun rapi.

Jaiden tersekat. Senyumnya merekah bersamaan dengan euforia ketika melihat deretan berwarna cokelat di hadapannya.

Cepat-cepat Jaiden mengambil salah satunya.

Fighter's Prejudice (Tamat, Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang