11. Pukulan

472 74 7
                                    

Pada saat Renjun mengundang Jeno untuk mampir ke rumahnya, hanya ada Tuan Wira yang sedang memberi makan Ikan Koi di belakang Rumah.

Jeno berperilaku baik dengan sopan memperkenalkan diri. Membuat Citranya di Mata Ayah Ketua terlihat baik, Tuan Wira juga cukup puas dengan kesopanannya.

"Abian dan Chenle tidak ikut bersama?"

Renjun menjawab Ayahnya dengan cepat, "Mereka sibuk." Dia berkata sambil menarik Jeno untuk mengikutinya, "Ayah, kami pergi belajar dulu."

"Baiklah."

Tuan Wira menatap kepergian mereka beberapa saat sebelum memfokuskan diri lagi memberi makan Ikan.

÷×÷

Renjun membuka pintu kamarnya dan mempersilakan Jeno untuk masuk. "Duduk dimanapun kamu merasa nyaman."

"Gomawo." Jeno tersenyum sambil melihat-lihat isi ruangan.

Di luar Ekspektasi, kamar ketua sangat berantakan oleh buku. Dimana-mana ada buku. Di setiap sudut penuh dengan kertas coretan. Dan di atas Kasur tersebar buku Matematika yang rumit. Dia tidak bisa menahan untuk berkomentar dengan sindiran kecil, "Kamar Ketua sangat Estetik."

Renjun berkata dengan santai, "Gomawo." Tanpa terburu-buru dia memungut sampah yang berserakan dan menyusun buku-buku itu lagi ke tempatnya. Dia merapihkan meja belajar kayu di samping tempat tidur kemudian duduk dengan tenang, membuka buku pelajaran tadi siang.

Jeno menepuk Kasur lembut yang dia duduki. Seperti sedang menilai kualitasnya. Dia bahkan sedikit melompat dan berkata, "Apa aku boleh berbaring?"

Renjun menoleh sedikit dan melihat Pemuda itu yang sedang bermain dengan kasurnya. Dia berkata sambil membongkar tasnya. "Berbaringlah."

Setelah mendapat persetujuan dari Ketua, dia tanpa malu-malu langsung menjatuhkan tubuhnya ke belakang lalu memejamkan mata dan menghirup udara sekitar dengan nafas panjang. Sangat nyaman. Dia bisa mencium aroma Renjun di sekitar ruangan ini dan di bawahnya adalah yang paling kuat. Dia membayangkan seperti sedang memeluk Ketua di tangannya. Itu sangat mesum. Jeno merasa berdosa karena menikmati Aroma orang lain diam-diam.

Dia dengan canggung bangun dari tempat tidur dan berdiri di belakang Ketua yang sedang meninjau dengan serius. "Kita mulai dari Halaman mana?"

"Halaman dua belas."

"Oh." Jeno memungut Tasnya lalu mengeluarkan buku pelajarannya. Dia melihat hanya ada satu kursi yang sedang di duduki oleh Ketua, jadi untuk sementara Jeno merasa bingung, apakah harus berdiri atau berbaring di lantai.

Renjun juga menyadarinya. Dia termenung sebentar sebelum bangkit untuk memberikan kursinya kepada Jeno, namun Pemuda itu menolaknya dengan halus. Bagaimana mungkin dia bisa duduk dengan nyaman sedangkan pemilik kamar di biarkan berdiri?

"Tidak apa-apa." Renjun bersikeras memaksa Jeno untuk duduk, "Aku bisa meninjau di tempat tidur."

Tapi itu akan terlihat sangat tidak nyaman. Mereka berdua berpikiran sama.

Jeno menolak sekali lagi, "Aku bisa berdiri. Kamu bisa duduk dengan tenang."

"Bagaimana mungkin seperti itu? Kamu duduk, biar aku yang berdiri."

Jeno berkata dengan cepat, "Tidak!" Dia menarik Renjun dan mendudukannya di kursi, "Kamu duduk saja."

"Ini tidak sopan." Dia hampir bangkit lagi sebelum Jeno menahan bahunya dengan kuat.

[𝐁𝐋] 🌱𝐒𝐌𝐀 | 𝐑𝐉𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang