3. Kabur

55 21 4
                                    

SELAMAT PAGI, SIANG, SORE, MALAM, TENGAH MALAM, SUBUH.

MAKASIH MASIH BACA CERITA INI. MOHON DIKOREKSI BILA ADA PENULISAN YANG SALAH.

HAPPY READING

"Sshhh." Sarga meringis lalu memegang kepalanya dan mendapati darah di sana, ia menggelengkan kepalanya guna menghilangkan rasa pusingnya.

Kepalanya celingak-celinguk mencari sesuatu, ia rasa ada sebuah jendela di gudang ini.

Anak lelaki itu mendorong sebuah lemari kecil dan ternyata benar dugaannya jendela tersebut ada di sana. Karena cukup tinggi baginya, Sarga mengambil sebuah kursi lalu menaikinya untuk melihat situasi di luar terlebih dahulu, jendela itu mengarah langsung ke taman belakang yang nampak kumuh. Itu adalah taman kesayangan mamanya, kini tidak ada yang bisa merawat taman itu lagi sebaik mamanya.

Sarga membuka jendela dengan ukuran sedikit lebih besar dari tubuhnya, jadi dipastikan ia bisa melewatinya.

Berhasil, Sarga hanya perlu memanjat tembok agar pergi dari sini. Lumayan tinggi tapi untungnya ada pohon yang cukup besar di sana, Sarga memanjat pohon itu lalu menginjakkan kakinya pada ranting-ranting yang kuat hingga ia mencapai tembok.

"Arrggh"

Sarga meringis merasakan lututnya yang terasa nyeri setelah bersalaman dengan batu-batu kecil tempatnya mendarat, bukan hanya lututnya tapi semua tubuhnya terasa sakit. Dengan keadaannya sekarang Sarga harus pergi menjauh dari rumah ini, entah akan kemana ia akan pergi, satu-satunya keluarga sudah meninggalkannya terlebih dahulu.

***

"Minuman gue!" teriak seorang gadis saat temannya dengan tiba-tiba merebut botol minuman yang di genggamnya.

"Bagilah Va, itu masih ada." ucap gadis itu menunjuk kantong plastik yang bergelantungan di lengan gadis bernama Reva.

"Karena gue orangnya baik, kali ini gue biarin. Besok-besok, kalau ambil lagi, lo harus traktir gue." ucapnya lalu merogoh kantong plastik hitam dan mengambil minuman yang lainnya.

"Nah gitu dong, kan tambah sayang sama lo." ucap gadis bernama Adya lalu merangkul pundak sahabatnya.

Dikarenakan arah rumah mereka yang berbeda ketika sampai dipertigaan jalan, kedua gadis itu harus berpisah dan berjalan sendirian menuju rumah masing-masing.

Sruupp

Glekk

Reva meneguk tetesan terakhir dari minumannya lalu membuang wadahnya ke sembarang arah. Langit mulai dipenuhi awan hitam dan angin yang menari di udara membuat Reva menggigil kedinginan, Hoodie yang dipakainya pun tidak begitu melindungi tubuhnya dari udara dingin.

"Sshh."

Langkahnya terhenti kala mendengar sesuatu, Reva menajamkan pendengarannya.

Suara itu ada lagi, dan suara itu seperti suara ringisan seseorang. Reva yakin, dia tidak tuli.

Gadis itu melangkah ke arah pohon yang cukup besar yang ada di sana dan suara itu semakin jelas di telinganya. Tangannya mengambil ponsel dari saku hoodie lalu menyalakan senternya.

"AAAAA!!!" teriaknya kaget sampai menjatuhkan ponsel yang dipegangnya.

Reva meneguk ludahnya lalu mengambil ponselnya yang terjatuh dan kembali menyenter apa yang ada di hadapannya ini. Seseorang meringkuk di atas tanah, suara itu pasti berasal darinya.

"Hei!" Reva menepuk-nepuk pundak orang itu dengan telunjuknya.

"Hei." panggilnya lagi saat tak mendapat jawaban.

Saat ingin kembali berbicara, orang itu tiba-tiba menatap ke arahnya. Lagi dan lagi, hp yang Reva pegang kembali terhempas begitu saja. Bagaimana tidak kaget saat dia mendapati seseorang dengan banyak luka serta lebam di wajahnya, belum lagi darah yang sudah mengering di bagian pelipisnya.

Orang itu menyenderkan kepalanya di batang pohon, dan Reva, gadis itu kembali mengambil ponselnya lalu kembali menyoroti wajah orang itu.

"Lo siapa?" tanyanya

"S-Sarga."

"Ngapain di sini?" tanyanya lagi

Sarga kembali meringis, rasa sakit di tubuhnya baru terasa sekarang setelah dipukuli beberapa kali.

Reva menggelengkan kepalanya, kenapa dia jadi orang yang kepoan? Tapi apa yang harus dilakukannya sekarang? Pergi meninggalkan Sarga? Tapi jika dia meninggalkannya mungkin saja cowok itu akan mati di sini dan mungkin Reva akan menjadi tersangka karena dia yang terakhir berbicara dengannya. Tidak, tidak. Reva tidak ingin di penjara. Tapi jika dia membantunya, harus di bawa kemana? Rumah sakit cukup jauh dari sini, baiklah hanya ada satu tujuan semoga saja ia tidak kena amuk.

Reva menyimpan ponselnya lalu mengambil lengan Sarga dan menyimpannya di pundak.

"Mau kemana?" tanya Sarga saat gadis itu membawanya dari sana.

"Ga usah banyak omong, untung gue mau bantuin." balasnya lalu kembali memapah tubuh Sarga hingga sampai ketempat yang akan ditujunya.

***

Brak

Adira memukul meja saat tak mendapati Sarga tidak ada di dalam gudang.

"Kemana anak itu?" teriaknya

Dua orang berbaju hitam lalu menghampirinya, tak lupa Adinata yang selalu berada di samping istrinya itu.

"Maaf nyonya, kami sudah cari, tapi tidak menemukan Sarga." ucap salah satu dari mereka.

"Dia kabur." ucap Rio santai mengalihkan perhatian semua orang. Rio adalah adik Adira yang tanpa rasa malunya ikut tinggal di dalam rumah ini dan menindas Sarga yang 4 tahun lebih muda dari dirinya.

Adira mengerutkan keningnya. Tanpa mengucapkan sesuatu Rio menunjuk sebuah jendela yang terbuka lebar di sana, Sarga tidak cukup tinggi untuk meraih jendela itu makanya dia menggunakan kursi yang kini berada di bawah jendela itu.

"Tunggu apa lagi? Cepat cari dia." suruhnya kepada dua orang itu dan langsung di laksanakan oleh mereka.

SARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang