seven
apricot's flower
***
Allan mengetuk jemarinya di atas meja, mengabaikan seluruh dokumen yang semakin menumpuk setiap kali dia tidak memedulikannya.
Helia, yang mengambil alih sebagian dokumen tampak terdistorsi kala Allan tidak mengerjakan bagiannya dengan benar.
Terhitung tiga hari lalu Helia menangis karena Allan hingga dia jatuh sakit dan demam. Kakaknya, Demian, mengomelinya dan akhirnya luluh karena adik tersayangnya sedang sakit hati.
Di tiga hari itu pula, Helia hanya terbaring lemah di atas ranjangnya. Juga tidak menghadiri Pesta Perayaan Ulang Tahun Kerajaan yang tersisa karena sakit.
Diam-diam bersyukur juga karena tidak perlu menemui Nona Muda Auste di pesta dengan Allan. Apa yang dia dengar dari pelayan adalah, Nona Muda Auste kini dapat keluar dan masuk Istana Romeo dengan mudah. Seolah Istana ini merupakan tempat tinggalnya.
"Yang Mulia," panggil Helia.
Allan hanya menggumam pelan.
"Tolong fokus," kata Helia. "Apa yang sedang kamu pikirkan?"
Helia jadi jarang tersenyum. Padahal setiap saat dia melihat Allan, Helia tidak bisa menahan kedua sudut bibirnya yang tertarik secara otomatis ke atas. Perasaan berbunganya yang menggila kini meredup, seolah ada badai yang datang ke kebun bunganya.
Hal ini terjadi bukan karena rasa cinta Helia pada Allan makin menipis, justru terjadi karena Helia merasa putus asa.
Helia kian menyadari kalau apa yang dia inginkan dari Allan-cinta-tidak akan pernah bisa dia dapatkan. Oleh karena itu, Helia mencoba yang terbaik untuk menetralkan perasaannya. Kalau bisa, menghapusnya.
"Maka bantu aku," ujar Allan dengan suara yang pelan.
Kerutan tercetak jelas di dahi Helia. Hatinya mengantisipasi agar apa yang akan dikatakan Allan tidak berkaitan dengan Auste.
"Apa yang harus aku bantu? Akan aku lakukan jika kamu mau bekerja dengan benar," balas Helia dengan tenang.
Allan mendengus geli. "Aku harus memberi hadiah pada Auste."
Boom!
Helia merasa hatinya meledak karena panas. Sebagian lagi, dia merasa sebuah nyeri di lukanya yang belum sembuh. Seolah luka itu berniat untuk tinggal di hatinya hingga Helia mati.
Helia menelan ludahnya dengan sudah payah, kembali menatap dokumen seolah tidak memedulikan ucapan Allan.
"Apa yang membuat kamu bingung?" Helia bertanya, mati-matian membuat suaranya senormal mungkin.
"Apa yang disukai perempuan?"
Helia menggigit bibir, mencoret dokumen penting dengan asal oleh tinta sebagai bentuk pelampiasan emosinya. Dokumen penting di hadapannya kini kehilangan kaidah huruf karena coretan tak sejajar Helia.
"Apa yang disukai Nona Muda Auste?"
"Aku tidak tahu," balas Allan cepat.
"Kenapa? Kamu mencintainya, kan?" Helia menelan rasa pahit di mulutnya ketika dia mengucap kalimatnya.
"Itu fakta. Namun, bukan berarti aku akan tahu sekaligus semua hal tentang Auste."
"Ah, begitu." Helia berdeham. "Kalau begitu, apa yang disukai oleh perempuan tentu gaun-gaun yang manis, berlian atau perhiasan, dan sepatu-sepatu cantik. Apa itu tidak cukup sebagai saran?"
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Look at Me, Your Majesty! [E-book]
Fiction HistoriqueAllan Edelbert Teratia adalah raja dari kerajaan Teratia. Dia dikenal sebagai tiran kejam yang mampu memukul mundur ratusan pasukan musuh sendirian dan selalu menyiksa orang dengan sadis. Belum lagi, dia mengambil tahta dengan membunuh seluruh Kelua...