6. End

475 57 3
                                    

*PoV Naruto*

"Tinggal menyalakan lilin yang terakhir." Gumamku sembari menyalakan lilin yang terakhir. Aku melihat ke belakang dan Hinata duduk di teras rumah tersenyum padaku. "Apa kau menyukainya?"

Aku menghias halaman depan rumah untuk perayaan dan ungkapan syukur karena kami bisa bersama dan hidup bahagia. Hinata menghampiriku dan meraih kedua tanganku.

"Semuanya sangatlah indah." pujinya. Bibirku tidak bisa berhenti tersenyum mendengar ucapan Hinata.

"Apa perlu kita menggantung permohonan di pohon bambu ini?" Tanya Hinata.

"Nanti saja, Aku ingin lebih banyak menghabiskan waktu denganmu, Aku ingin menari denganmu, tertawa bersamamu dan bersandar padamu." Aku meraih tangan Hinata dan mulai menari dengannya.

"Matamu sangat indah, Hime... Maksudku Hinata" meskipun tanpa alunan musik yang mengiringi kami, Aku sangatlah menikmatinya. Kakiku berhenti menari dan memeluk Hinata dengan erat. Aroma lavender dari pakaian Hinata membuatku tenang, Ada sedikit ketakutan yang kurasakan.

"Aku takut kamu akan berhenti mencintaiku, Hinata. "

"Bagaimana bisa Aku berhenti mencintaimu ? Kau tahu kalau seluruh hatiku sudah kuberikan padamu."

Jika memang Hinata adalah orang yang terbaik untukku, Aku tidak ingin terpisah dengannya, Aku harap dewa tidak mengambil perasaanku maupun mengubah hatiku. Aku ingin terus mencintai Hinata sama seperti sekarang.

Apabila suatu hari nanti Hinata kehilangan rasa cintanya padaku, tolong jangan membuatku membenci Hinata.

Aku mencium bahu Hinata dan memejamkan mataku. Mulutku tidak berhenti mengatakan pada Hinata betapa Aku mencintainya.

"Naruto-kun?" Hinata mengelus punggungku dengan sangat lembut.

"Aku janji padamu, kalau Aku akan terus membuatmu merasa kucintai, Aku tidak akan membiarkan kau sedih maupun menangis. " Aku melepaskan pelukanku dan melihat wajah Hinata yang kembali memerah.

"Kalaupun Aku sedih dan menangis, Aku pasti akan mencintaimu"

Aku mengecup kening Hinata dan kembali memeluknya. "Aku ingin kita menghabiskan waktu bersama hingga tua"

"Hanya hingga tua?" Tanyanya.

Aku tertawa dan menggendong Hinata bak seorang putri. " Aku akan menghabiskan waktuku untukmu hingga maut memisahkan kita, Apa itu cukup?"

"Tidak, hahaha... Kau masih harus menemaniku di setiap kita terlahir kembali. " Jawab Hinata dengan polosnya.

Aku menurunkan tubuh Hinata dan segera memberikannya kertas untuk digantung di pohon bambu. "Tulislah harapanmu"

Dia mengangguk dan mulai menulis permohonannya. Begitupun denganku.

' Aku berharap semoga Aku dan Hinata akan tetap saling mencintai sampai kapanpun '

'Aku berharap permohonan Naruto-kun terkabul '

Aku menggantung permohonanku di pohon bambu. "Apa perlu bantuan untuk menggantungnya?"

Hinata menggelengkan kepalanya dan menggantung kertas permohonan miliknya. " Naruto-kun... Aku akan mengambil camilan dulu di dapur"

"Ah... Baiklah "

Sebuah kertas tersangkut di semak-semak, Kertas yang hampir mirip dengan kertas yang dipakai Gaara untuk menulis, sepertinya Gaara tidak sengaja menjatuhkan kertasnya. Aku mengambilnya dan mulai membaca isinya.

'Ini Aku Gaara, semoga surat ini sampai padamu Kankuroo. Aku belum sempat bertemu denganmu sebelumnya, Aku sungguh minta maaf.

Aku yakin cepat atau lambat akan ada berita mengenaiku dan itu benar adanya. Aku melakukan itu demi persahabatan yang kujalani dengan seseorang dari kerajaan lain. Dia adalah orang pertama yang menerimaku tanpa melihat statusku. Aku sangat berhutang budi padanya, Apapun resikonya pasti akan aku lakukan. Saat aku membantunya, Aku sudah tahu harga yang harus kubayar , jangan salahkan siapapun mengenai apa yang terjadi... '

Hinata mengambil surat yang kebaca dan mencium pipiku. " Biarkan ini menjadi rahasia Gaara" Hinata melempar surat itu ke kobaran api. " Aku yakin Gaara tidak ingin orang lain membaca suratnya."

Aku menatap kertas yang mulai terbakar habis. "Mungkin saja itu penting"

"Kalau itu..." Hinata tidak menjawab dan menyuapiku dengan camilan yang dia bawa. " Lalu kapan kita akan menikah?"

" Hahaha... Kenapa kau terburu-buru sekali, Hinata?"

"Aku hanya bertanya"

"Secepatnya, tapi aku tidak ingin terburu-buru. Aku masih ingin merasakan bagaimana rasanya berkencan dengan seorang putri kerajaan Hyuga."

Aku menciumi pipi Hinata dan menyuapinya juga. "Apa besok kau mau pergi menemaniku jalan-jalan ke desa?"

"Apa ini adalah ajakan kencan?"

"Tentu saja, Aku ingin berkencan denganmu disaat matahari masih bersinar terang. Bukankah sekarang kita tidak perlu menyembunyikan hubungan kita?"

Hinata tertawa dan menyumpal mulutku dengan kue. Mataku melirik ke kertas yang telah menjadi abu. Mungkin memang benar, lebih baik aku tidak tahu apapun.

Mungkin saja ada alasan mengapa Gaara pergi begitu saja dan hingga kini tidak pernah mengabariku. Aku harus menghormati dan mempercayai Gaara.

Hinata menepuk pipiku. "Aku harap kau terdiam bukan karena memikirkan wanita lain"

"Aish tentu saja tidak" jawabku dengan cepat lalu menggelitiki pinggang Hinata sembari tertawa lepas.

Berawal dari hanya hubungan rahasia yang terjaga oleh gelapnya malam kini berkembang menjadi hubungan yang selama ini kami berdua dambakan. Tidak perlu bersembunyi dan tidak perlu lagi memendam rasa.

The End.

Extra:

Sai masuk ke dalam kamarnya dan segera membersihkan tubuh sekaligus mengganti pakaiannya. Sai menatap ke arah rembulan yang bersinar terang dan memangku dagunya.

"Ada harga yang harus dibayar untuk kebahagiaan orang lain...." Sai mengeluarkan lembaran surat yang ditulis oleh Gaara dan menyobeknya. Sai menyalakan pipa rokoknya dan menghela nafas panjang. "Sangat bodoh" gumamnya.

Sai menutup kedua matanya dengan telapak tangan kanannya. "Pada akhirnya Kerajaan ini tidak akan lagi sama seperti dulu lagi. Seandainya saja aku bukan temanmu, Gaara. Aku pasti tidak akan sesedih sekarang. Kau membuatku membenci pekerjaanku"

Love In The Middle Of  Night (Naruhina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang