59 - Empat Puluh Hari

230 25 0
                                    

Menjelang magrib, mereka semua sudah berkumpul di ruang tengah dengan pakaian rapi. Jendra sudah berkoordinasi dengan Kang Jeffri dan Pak Amil untuk mengumpulkan warga di masjid.

           “Jam dindingnya udah siap?” tanya Arjuna yang seraya memakai pecinya.

           “Udah, udah.” Charlo dengan sibuknya masih berusaha untuk memasangkan sarung.

           “Dari awal sampai akhir KKN masih belum bisa masang sarung, Lo.” Arjuna menarik sarung Charlo untuk mendekat, kemudian membantu untuk memasangkannya.

           “Gue gak pernah disarung, dulu doang pas abis sunat,” jelas Charlo seraya mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi ketika Arjuna sedang membantu melilitkan sarung dipinggangnya.

           “Bayi, bayi.” Ardana mengusap-usap kepala Charlo.  

           Charlo ikut tertawa, lalu memanggil Zuney, “Ney, lo gak salah pilih cowok.” Lalu Charlo mengacungkan ibu jarinya. “Kalau gue cewek, gue juga bakal suka sama Juna kayaknya.”

           “Lha, ngaco lu.” Arjuna tertawa sambil mendorong kening Charlo dengan telunjuknya.

           Zuney tertawa sambil ikut mengacungkan ibu jarinya.

           Mahen tertawa. “Eh, nanti siapa yang mau ngomong?”

           Jendra menyahut, “ketua, lah.”

           “Eh, elu lah.” Arjuna menolak. “Kan PJ agama siapa? Lo kan?”

           Jendra menggaruk kepalanya. “Iya, sih. Tapi gue harus ngomong apa?”

           “Ya bilang aja makasih udah nerima kita di sini, udah dikasih kesempatan untuk berbaur dan bekerja sama di sini, pokoknya banyak-banyak terima kasih,” saran Arjuna sembari menepuk pinggang Charlo ketika sudah selesai membantunya.

           Panji dan Hakim sudah mendorong kopernya ke ruang tengah. Dua cowok itu menata koper mereka di sudut ruangan.

           “Eh udah pada dikeluarin?” tanya Zuney heran.

           “Allahu...” Arjuna menggeleng-gelengkan kepala. “Lo berdua kenapa udah pada packing?”

           “Ya biar besok langsung pulang, Kak,” jawab Panji polos.

           Zuney tertawa. “Tau, nih, mana bantal sama bonekanya udah rapi banget. Nanti malem gak akan pakai bantal emangnya?”

           Panji terkekeh. “Gak, Kak. Nanti aku berdua aja sama Kak Juna bantalnya.”

           Arjuna menoleh cepat. “Nggak, ya!”

           Panji cemberut. “Kak Zuney, galak amat pacarnya.”

           Zuney tertawa, lalu berbisik, “emang. Galak tapi gemesin.”

           Arjuna menaikkan alisnya. “Aku denger, ya, Ney.”

           Jendra menepuk-nepuk kedua tangannya.” Ayo, gais, kita ke masjid sekarang! Udah mau adzan magrib nih.”

***

           Setelah selesai shalat magrib berjamaah, Kang Jeffri segera mengambil mic dan mulai membuka pembicaraan. Sementara para mahasiswa sudah berjejer di depan. Semua warga yang hadir pun terlihat antusias.

           “Bapak, Ibu, warga RT 6, saya berdiri di sini teh mau menyampaikan, katanya akang-akang sama teteh-teteh KKN mau pamitan sama kita, karena tugas mereka di sini teh udah beres,” papar Kang Jeffri.

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang