Know me so well

58 9 0
                                    

Praka Pov.

Aku melihatnya murung sejak pulang dari rumahnya. Aku tau ini sulit baginya. Ayahnya adalah keluarga satu-satunya bagi dia. melihatnya seperti itu membuatku amat terganggu. Ada bagian di hatiku yang merindukan senyumnya. Lalu otakku yang cerdas inipun berinisiatif untuk mengajaknya ke Timezone. Entah kenapa aku kesana tapi aku yakin dia akan suka.

Dia masih belum paham kenapa aku mngajaknya kesana tapi aku tak berniat untuk menjelaskan padannya. Akupun mengajaknya untuk bertanding basket dan dia pun menerima tantangannku. Aku tau dia perempuan degnan ego tinggi yang tak ingin dikalahkan oleh siapapun. Sekalipun itu aku, suaminya. Aku sengaja saja mengalah darinya, dan itu berhasil membautnya senang. Kekalahanku adalah kebahagiaan tersendiri baginya. Dan raut wajahku yang masam ini akan semakin menambah tawanya.

Aku terus mengajakknya bertanding permainan lain dan dia selalu menang dan saat itupun dia selalu tertawa. Inilah yang aku cari. Bukan kemenangan tapi kebahagiaannya. Aku sudah berjanji pada Ayahnya untuk selalu menjaganya dan mengobati segala lukanya. Dan itu akan kulakukan mulai saat ini.

"udah capek belum? Kalau sudah ayo kita pulang." Ajakku padanya. tapi dia tak menjawab dengan anggukan maupun gelengan kepala.

"kamu kenapa lagi?" tanyaku padanya. dia menatap kearaah penjual es krim di depan kami. Akupun paham apa maksudnya. Aku jadi bingung, mulut diciptakan untuk berbicara tetapi wanita memilih mengunakan kode tak berguna. Apa mereka pikir kami ini morse yang bisa dengan mudahnya memecahkan kode mereka?

"mau es krim?" tanyaku padanya dan diapun mengangguk kuat. Lalu dia tersenyum padaku. seperti anak kecil saja dia. tapi aku lebih suka melihatnya seperti ini daripada murung seperti tadi.

Aku langsung membelikannya es krim seperti yang ia minta. Tapi salahnya aku tak meannyakan apa rasa kesukaannya dan aku sudah malas berjalan lagi kesana hanya untuk b ertanya. Jadilah aku hanya memesan sesuai feeling ku saja. aku belikan dia es krim rasa coklat vanilla. Entah apakah dia kan suka atau tidak.

"Ini." ujarku sembari memberikan es krim itu padannya. Dia pun menerima dengan wajah yang gembira. Ya seperti anak kecil yang senang mendapatkan es krim pertamanya.

"kok tau aku suka coklat?" tanyanya ditengah ia memakan es krim itu. aku tersenyum penuh kemenangan. Ternyata Feelingku bekerja dengan baik.

"apa yang aku tidak tahu darimu." Ucapku dengan sombongnya. Dia menatapku dengan ekspresi takjub. Wah, tidak bisa dipercaya memang. Gadis itu benar-benar mudah dibohongi.

"benarkah? Apakah kamu juga tahu ukuran sepatu milikku? juga ukuran celana dan baju yang sering kupakai?" tanyanya beruntun. Aku tersedak es krimku sendiri karena pertanyaannya itu.

"sudahlah makan saja es krim itu." ucapku mencoba mengalihkan pembicaraan. Kemudain dia berdecih kesal.

"Ish, aku kira kamu benar-benar tau tentangku." Ucaapnya kesal. memangnya dia tau apa tentangku? Dia saja baru tahu kalau aku punya kakak bernama Tiara dan Briella keponakanku. Mungkin dia saja tak peduli tetnan hal itu.

"ukuran sepatumu 42, size celanamu L, Size baju yang sering kamu pakai L. Kamu tidak suka pedas sama sekali dan akan diare jika sedikit saja terkena pedas." Ucapnya tiba-tiba sekaan dia tau isi kepalaku. Aku menoleh padanya yang masih menatap kedepan dengan tatapan kosong.

"aku memperhatikan setiap detail dari dirimu, jadi jangan heran begitu." Ucapnya padaku membuatku tak bisa berkata-kata lagi. Oh, aku seharusnya tidak meremehkan dirinya seperti itu.

Dia tampak menikmati es krimnya dengan tenang. Tapi aku tau dia sedang kesal padaku. dia tak berbicara sepatah katapun setelahnya. Aku mencoba memikirkan apalagi yang bisa membuatnya tidak badmood lagi.

"setelah ini kita makan yuk!" ajakku padanya tapi dia menggelengkan kepalanya.

"Aku sudah capek, lagian kita kan abis makan Mas dirumah tadi. Kita pulang saja ya." Ajaknya padaku. akupun mengiyakan ajakannya. Dia juga tersenyum padaku tetapi terlihat seperti dipaksakan.

Sesampainya di rumah ia langsung ke kamar mandi. Kesempatan bagus, aku mengecek ukuran sepatu Ghaitsa yang baru saja dipakaianya, lalu membuka lemari dan mengecek apa ukuran pakaiannya. Sampai pintu dibuka dan dia menatapku bingung.

"Mas ngapain?" tanyanya sembari menatapku bingung. Aku mencoba berpikir dan mencari alasan yang tepat.

"mencari baju ganti." Ujarku sembari tersenyum samar. Tapi dia mengerutkan dahinya heran sembari menghampiriku.

"tapi ini bajuku bukan bajumu. Kamu mau memakai dress?" tanyanya sembari mengambil dress dari tanganku. Aku menepuk dahiku pelan. Aku memang tak pandai berbohong sepertinya. Tapi ternyata dia tertawa melihat ekspresiku. Lalu setelahnya dia mengambilkan baju ganti untukku.

Aku mengucapkan terimakasih sekilas lalu bergegas ke kamar mandi. Dia masih tertawa kecil melihat tingkah bodohku ini. tapi tak apalah, yang penting ia sudah bisa tertawa lagi. aku sudah berjanji dengan seseorang untuk melindunginya dan aku akan melakukannya sebaik mungkin.

***

PLUVIOPHILE ( END ✅️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang