Sadar

91 10 0
                                    

Praka Pov

Ini sudah hari ketiga dan dia belum juga sadarkan diri. Aku sampai tanya ke dokter apakah Ghaitsa benar-benar tidak papa. Jika keadaannya baik-baik saja kenapa dia belum siuman sampai saat ini.

"Ma, kita pindah rumah sakit aja ya. Siapa tau disini dokternya memang tidak profesional.aku takut kalau Ghaitsa kenapa-napa Ma." Ujarku pada Mama ketika sudah frustasi dengan keadaan ini.

"sabar Ka. Dia pasti sadar kok. Ini tuh rumah sakit terbaik disini gak mungkin dokternya salah diagnosis." Ujar Mama menolak permintaanku. Aku mendengus mendengarnya.

"coba kamu pikirkan apa yang membuat Ghaitsa begitu marah padamu. Jelaskan semuanya dan minta maaf padanya. mungkin dia akan terpanggil dan segera siuman. Walaupun matanya tertutup tapi telinganya masih bisa mendengarkan sekelilingnya Ka. Kamu coba ya, Mama sama Papa pulang dulu. Assalamualaikum." Pamit Mama padaku. akupun mengangguk paham dengan perintah Mama.

"waalaikumsalam." Ucapku menjawab salam Mama. Sepeninggal mereka aku mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat isya di dekatnya. Aku berdoa dengan khusyu untuk meminta kesembuhan Ghaitsa. aku meminta agar dia cepat sadar dan pulih kembali.

Setelah itu aku mengambil mushaf kecil milikku. aku mengaji di dekatnya. Aku berharap dia bisa mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran ini. beberapa menit berlalu dia tetap di posisi yang sama. Matanya masih menutup. Aku teringat dengan ucapan mama tadi.

Aku meletakkan mushafku di nakas dekatku. Aku menghela napas sejenak sebelum memulainya. Kuambil tangannya dan menggenggamnya erat.

"Ghaitsa Athalea. Aku ingin menjelaskan sesuatu kepadamu. Mengenai kejadian waktu itu. aku masih berumur lima belas tahun waktu itu. aku merupakan salah satu korban bullying dari teman-temanku. Siang itu aku dikejar-kejar oleh satu geng yang paling berkuasa di sekolahku. Mereka begitu gemar membullyku bahkan berani sampai memukulku. Aku berlari dan hendak menghindar dari mereka sampai-sampai aku tak menyadari sekelilingku. Aku menyebrang tanpa menengok kanan kiri dan ternyata ada mobil yang melaju dari sisi kiri. Aku tak menyadarinya hingga tubuhku terpelanting kembali ke belakang. aku kira hidupku sudah berakhir waktu itu, tapi ternyata Allah masih menyelamatkanku." Aku memberi jeda dan menghela napas sejenak sebelum melanjutkannya.

"di lokasi yang sama, di tempat yang tak jauh dariku, aku melihat seorang perempuan yang sudah bersimbah darah. Aku terpaku melihatnya. Aku menghampirinya dan berusaha membangunkan ibu itu. dia hanya berkata 'jagalah putriku!' kemudian dia tak sadarkan diri. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku hanya lelaki belasan tahun waktu itu. ibumu dibawa ke rumah sakit oleh banyak orang. Sedangkan aku hanya bisa terpaku di tempat. Aku merasa bersalah, sangat bersalah. Jika aku tau dia ibumu, jika semua bisa diulang kembali. Aku ingin menukar nyawa dengan ibumu agar kamu tak bersedih hati lagi." ucapku dengan terbata. Aku menyesali semuanya. Sungguh.

"lalu aku bertemu denganmu dan ayahmu. Ternyata Ayah kita berteman. Disitulah aku tahu kalau kamulah putri ibu yang menolongku. Disitulah aku mulai ingin mengenalmu lebih dalam lagi. tapi ternyata aku harus kuliah di luar negeri. Sepulang dari sana aku mendaftar di tempat kamu berkuliah dan diterima. Aku berusaha mendekatimu tapi tak tahu caranya tetapi kamu sudah lebih dulu mendekatiku. Sikap dingin dan cuekku adalah sifat alami dariku. Dan perjodohan itu terjadi karena keputusanku sendiri. Awalnya niatku memang ingin balas budi tetapi sekarang aku tahu kalau hatiku mau kamu." Aku berhenti sejenak, berharap ada respon dari Ghaitsa. tapi tak ada yang terjadi. Aku menghela napas kasar, hampir putus asa. Tapi aku harus terus berusaha.

"Ghaitsa, Maaf. Aku minta maaf. Aku salah. Aku mohon sadarlah. Kamu boleh marah, kamu boleh menamparku, kamu boleh berteriak padaku tapi jangan pernah meminta sebuah perpisahan. Karena aku tak bisa tanpamu. Hatiku ingin kamu ada disini Sa." Aku menunduk tak kuasa lagi mengatakan apapun.

"Aku maafkan." Ucap seseorang membuatku tercenung. Suara itu, apakah ini mimpi? Aku mendongak dan mendapatinya tengah tersenyum kearahku.

"Alhamdulillah. Akhirnya kamu sadar Sa. Terimakasih sayang, terimakasih sudah kembali." Ucapku dengan spontan memeluknya. Dia sampai menepuk-nepuk bahuku karena aku terlalu erat memeluknya.

"kamu mau apa? Makan ? minum?" tanyaku mengingat dia tak makan atau minum apapun selama tiga hari ini. tapi dia menggeleng menolak semuanya.

"aku tadi sudah makan. disuapi mama." Jawabnya. akupun ber oh ria.

"Oh tadi udah makan sama mama." Ucapku dengan santainya. Tapi, seperti ada yang salah.

"wait. Kalau gitu kamu sudah sadar sejak tadi?" tanyaku tapi dia menggeleng.

"lalu?"tanyaku pensaran.

***

PLUVIOPHILE ( END ✅️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang