Jam kini tengah menunjukkan pukul tiga sore. Waktu di mana jalanan kota metropolitan Jakarta mulai disesaki oleh manusia yang baru pulang beraktivitas. Awal dari macet.
Tak hanya jalan yang ramai. Tempat-tempat tongkrongan anak muda semacam kafepun kini tengah penuh dengan mereka yang ingin mengerjakan tugas atau hanya sekadar melepas penat. Salah satunya adalah Edelweis Cafe.
Kafe itu tampak penuh dengan pengunjungnya yang memenuhi nyaris semua meja yang ada. Bahkan ruang VIP di sana nyaris tak tersisa. Ramai.
Di tengah ramainya manusia yang ada di Edelweis Cafe, ada yang menempati sebuah tangan VIP seorang diri sembari bermain ponsel. Dilihat dari apa yang ia kenakan, laki-laki itu pasti duduk di bangku sekolah menengah atas. Seragam putih abu-abu. Marka namanya.
"Kak Marka!" Dua orang laki-laki dengan baju seragam sama seperti Marka memasuki ruang VIP itu. Membuat sang empu yang menoleh lantas tersenyum kecil.
"Akhirnya Dateng juga. Sini buru duduk." Marka menepuk sofa, di sampingnya.
Ajakan itu langsung disambut oleh seorang laki-laki yang langsung berlari kecil, mendaratkan pantatnya tepat di samping Marka. Kepala laki-laki itu disandarkan pada bahu tegap Marka, mencari posisi nyaman.
"Tolong jangan mulai sesi pacarnya dulu." Laki-laki lain memilih untuk duduk di hadapan Marka, menonton pasangan—yang menurutnya—aneh. "Saya mau curhat," lanjutnya. Dirinya di sini memang meminta bertemu kerena ingin bercerita, bukan untuk melihat ke-uwu-an orang. Apalah daya, dirinya kan memang masih jomblo.
"Jendra bawel. Gue kangen sama Kak Marka." Laki-laki yang sedang menyandarkan kepalanya pada bahu Marka menjawab, kesal. "Makanya cari pacar biar ngga kesepian mulu."
"Lebih baik kamu diam saja Haikal, saya mau cerita ke kakak saya. Bukan kamu." Jendra membalas. Ia menatap Haikal dengan tak kalah kesal.
"Padahal kita udah temenan dua tahun, tapi kok gue masih geli ya denger Lo ngomong pake saya-kamu." Haikal bergidik, mencomot sembarang topik. Ia menyamankan posisi duduknya. "Oh, cuma mau ngingetin. Kakak Lo pacar gue, siapa tahu Lo lupa."
Jendra memutar bola matanya. Sebenarnya, setelah tadi dirinya melakukan aksi menyatakan perasaan pada Jingga. Ia baru merasa gelisah saat jam sekolah hampir usai. Karena itulah dirinya menghubungi sang kakak—Marka—untuk melakukan sesi curhat. Sayangnya dirinya lupa, kalau kakaknya itu pasti akan membawa seseorang yang disebut sebagai pacar oleh sang kakak sekaligus teman dekat dari dirinya. Seorang yang super berisik, menyebalkan, dan pasti akan meledeknya habis-habisan jika mendengar apa yang akan dirinya ceritakan. Haikal.
"Jadi, mau cerita apa?" Marka memulai pembicaraan setelah pacarnya, Haikal, anteng meminum boba yang baru saja datang.
Tidak langsung menjawab, Jendra terdiam sejenak. Pikirannya kini tengah melakukan kilas balik adegan di perpustakaan sekolah saat jam istirahat tadi, kejadian yang ia sesali. Sedikit. "Saya, nembak orang ...?" Jawab Jendra sedikit ragu.
"Anjir Jen!" Jawaban dari Jendra sukses membuat Haikal yang awalnya anteng meminum boba kini berteriak kencang, membuat Jendra maupun Marka terkejut . Jendra bersyukur ruang VIP ini kedap suara. "Lo kalo mau nembak orang tuh mikir dulu kek! Lo masih muda. Lagian kok bisa sih lo nembak orang? Orangnya mati kagak? Wah, gue belum siap lihat lo ada di balik jeruji penjara!"
"Kak ..." Jendra menatap kakaknya yang kini tengah terkekeh kecil. Tatapannya memelas, meminta pertolongan. Dirinya sekarang hanya ingin bercerita dengan tenang.
"Parah ngga sih kak! Masa Jen—" kalimat Haikal yang ingin dirinya lontarkan harus terhenti kala keningnya mendapat kecupan singkat dari yang lebih tua. Terkejut.
"Adek diem dulu ya, biar Jendra selesaiin ceritanya," kata Marka. Tangan laki-laki itu mengusak pelan rambut Haikal yang kini kembali memfokuskan diri pada boba miliknya. Diam memperhatikan.
Sejujurnya Jendra masih merasa aneh melihat kakaknya yang super cuek dan tidak pernah peduli kini menjadi sosok paling bucin. Dan yang lebih aneh adalah bagaimana bisa kakaknya itu bucin ke makhluk aneh macam Haikal yang berisik di manapun. Terlepas dari Haikal yang merupakan anak cerdas karena selalu rangking satu paralel MIPA, hal itu tetap saja aneh. Marka yang terkenal sebagai pangeran sekolah, dan Haikal yang cerdas namun penampilannya bisa disebut berandal sekolah. Berbeda.
Setelah dirasa keadaan telah kondusif, Jendra mulai bercerita. Tentang kejadian tadi istirahat. Tentang bagaimana ia menyatakan perasaannya kepada seorang manusia bernama Jingga.
"Jendra goblok!" Kan, baru saja Jendra selelsai bercerita. Haikal sudah lebih dulu mengumpati laki-laki itu. "Ya gimana lo mau diterima kalo kalimat ngajak nya aja udah serem duluan?! Udah bener emang si Jingga nolak. Harusnya lo pake PDKT dulu elah! Lagian lo Napa kagak bilang sih kalo suka sama Jingga!"
"Saya berbuat itu karena ada alasannya Haikal. Kamu sendiri tahu bahwa waktu saya sudah tidak banyak lagi," kata Jendra. Ia tahu, menyatakan perasaannya seperti tadi sama saja dengan bunuh diri. Tapi bagaimana lagi, dirinya sudah kehabisan waktu. "Saya, cuma pengen Jingga tahu tentang keberadaan diri saya yang suka sama dia."
Hening.
Marka sejak tadi hanya mengamati, dirinya memang tidak tertarik untuk menanggapi. Ia tahu, sang adik hanya butuh didengarkan. Lagipula sudah ada Haikal yang siap menanggapi ataupun bertanya apapun.
"Jen," panggil Haikal setelah keheningan yang cukup lama. "Demi apapun, lo cringe banget. Jatuhnya kek om-om pedo anjir," lanjutnya, membuat dua laki-laki lain di sana menghela napas.
"Jujur, gue sampe sekarang masih menyayangkan cara nembak lo yang kagak ada romantis-romantisnya. Yah, terlepas lo emang cuma mau sekedar ngungkapin perasaan sih. Tapi harusnya kasih apa gitu, bunga atau coklat atau apa kek." Haikal mendumel. Cara nembak Jendra ngga ada bagus-bagusnya kalau kata Haikal.
"Tapi," Marka yang dari tadi hanya diam memperhatikan kini angkat suara, membuat atensi Jendra dan Haikal beralih padanya. "Dulu gue nembak lo ngga ada romantis-romantisnya kok." Marka menatap ke arah Haikal, tersenyum jahil. "Nyatanya sekarang jadi," kata Marka yang langsung dihadiahi pelototan dari sang empu.
"Berhenti kak, gue malu." Haikal menggembungkan pipinya. Wajahnya telah memerah, sementara Marka hanya terkekeh kecil. Senang menggoda sang pacar. Bagaimana Haikal tak malu, kakak kelasnya itu benar-benar gila saat menyatakan perasaan padanya.
Kala itu Haikal yang masih kelas sepuluh baru akan pulang. Suasana sekolah memang telah sepi sejak tadi. Dirinya pulang telat dikarenakan harus mengikuti bimbingan tambahan untuk lomba olimpiade yang akan datang. Saat dirinya tengah berlari kecil menyebrangi lapangan untuk menuju tempat di mana motor miliknya terparkir. Ada tangan lain yang mencekal lengan atasnya, lalu entah bagaimana sebuah kecupan singkat telah mendarat tepat di atas bibir miliknya. Dilanjut dengan sebuah kalimat paling absurd yang pernah ada di hidup Haikal. "Jujur gue bingung kok adek gue yang ngga jelas dan kaku itu bisa punya temen yang lucu kayak gini. Tapi ngga papa, mulai sekarang Lo punya gue." Kejadian itu berlalu sangat cepat, bahkan Haikal hanya mampu diam di tempat saat itu. Kaku dan terlalu terkejut.
"Jangan contoh kakak lo Jen. Dia gila waktu nembak gue," kata Haikal. "Masih mending cara lo di banding kak Marka."
Mendengar itu, Marka mengerutkan keningnya. Tidak setuju. " Tapi nyatanya sekarang lo jadi punya gue." Marka melontarkan protes.
"Apaan orang gue dipaksa juga!" Haikal membantah.
"Dipaksa tapi tetep sayangkan," goda Marka, suka melihat sang pacar salah tingkah.
"Mana ada!"
Selagi dua orang itu berdebat, Jendra menepuk pelipisnya. Sungguh dirinya sangat pusing dengan tingkah pasangan yang ada di hadapannya ini. Sepertinya memilih untuk bercerita kepada keduanya memang pilihan yang salah.
TBC~
HEHEHEHE... Baru part dua nih... Maaf ya gaje, aku blom pro soalnya.
Kalau kalian ada kritik sama saran langsung komen aja ngga apa... Yang penting pakai bahasa yang sopan ya. Di tunggu part selanjutnya! Aku bakal usahain bisa cepat update!
Salam hangat
.
.
AwaFry
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Life
FanfictionTak ada yang pernah menyangka, bahwa perjalanan hidup seorang ketua OSIS yang bernama Buenaventura Jingga akan berubah dalam sekejap hanya karena seorang siswa cerdas bernama Gajendra Aryasatya. "Do you want being a gay with me?"