Persiapan

22 4 0
                                    

Dua hari penuh penyiksaan (ia sebut begitu ketika sedang menunggu waktu) telah Andrey lewati. Di sekolah, ia senyum-senyum sendiri, dan menjadi lebih aktif. Teman-temannya heran melihat perubahan sikap Andrey. Dan ketika mereka bertanya, dia selalu tersenyum penuh misteri. Rupanya tidak hanya teman-teman saja yang heran. Guru pun juga dibuat.

~

Sepulang sekolah, Andrey main ke bandara lagi. "Linski!" panggilannya. Pilot itu langsung menghampirinya.

"Ada apa?" pria itu bertanya.

"Besok pesawatnya berangkat kapan?" tanya Andrey. Linski pun menjawab jika pesawat akan berangkat pagi, pukul delapan. Andrey agak bingung. Berarti besok ia harus membolos.

"Hmm, ya sudah..." kata Andrey. Matanya menatap rumput.

"Memangnya kenapa?" tanya Linski.

Andrey tersipu. Ia lalu memetik bunga. Entah apa alasannya. Ia suka begitu jika malu. Andrey lalu mengamati bunga yang tertutup es.

~

Malam. Andrey sudah melahap jatah makannya. Namun, sebelum ia tidur, ia berubah pikiran. Andrey memasukkan beberapa barang 'logistik' miliknya ke dalam ransel yang tadinya akan dibawa kosong. Sabun, sikat gigi, odol, handuk, dua setel baju, boneka keledai kesayangannya, buku tulis, pensil dan penghapus (ia suka menulis), topi ushanka, dan juga beberapa kantong jajan yang ia beli kemarin.

Andrey pun terlelap. Dia memimpikan sesuatu. Rasanya seperti pengelihatan di masa depan. Ayahnya tersenyum, namun masih berbaring di ranjang rumah sakit.

Pukul setengah enam ia sudah bangun. Ia sarapan dengan lahap. Andrey pun pamit kepada ibunya. "Bu, mau sekolah dulu ya," ujarnya.

"Hati-hati di jalan sayang," balas ibunya penuh kasih.

Andrey meninggalkan sepedanya di rumah. Ia berjalan ke arah bandara, tidak ke sekolah seperti apa yang ia katakan tadi. Andrey tahu jika berbohong itu salah. Namun, ia benar-benar ingin bertemu ayahnya.

Di dekat bandara, Andrey kembali mengendap-endap. Ia masuk ke ruang barak tentara. Oho, ada seragam kecil! Andrey langsung memakainya, lalu ia menyelimuti badan yang berseragam itu dengan jaketnya lagi. Ushanka miliknya ia kenakan. Terdapat lambang bintang merah dengan palu dan arit berwarna emas di tengahnya. Syal ia kalungkan di leher.

Andrey buru-buru keluar dari barak ketika ketika ia mendengar suara orang bersin. "Fyuuh, hampir aja ketahuan," ujarnya pelan. Ia masuk ke dalam bandara.

"Mana ya si Linski? Ah, itu dia," kata Andrey. Ia menghampiri pilot tersebut. "Hei Linski," panggil Andrey.

Linski sedang sibuk memasukkan bom-bom kecil. Sepertinya, barang-barang logistik tentara sudah dimasukkan terlebih dahulu. Andrey langsung nongol saja dan ikut membantu Linski namun pilot itu tidak menyadarinya.

Ketika tahu siapa yang ada di dekatnya... "Astaga Andrey! Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Linski khawatir. "Kau kan seharusnya sekolah," tambahnya.

"Linski, pliis, aku perlu banget," mohon Andrey.

"Tidak bisa nak, kau harus sekolah. Jangan ikut ke Stalingrad. Sekarang aku paham kenapa kau terus bertanya-tanya tentang pesawat kemarin," jawab Linski.

"Tapi, Linskiii," Andrey masih saja merajuk.

Terjadi perang mulut diantara dua orang tersebut. Yang satu ngotot ingin ikut ke Stalingrad, satunya tidak memperbolehkan. Tapi, datanglah seorang tentara kecil berbadan gempal. Dia sudah dewasa namun tinggi badannya hanya seukuran Andrey.

"Pilot Stalinski, mohon maaf. Aku tidak bisa ikut penerbangan ini. Aku merasa sakit, kena serangan pusing sama demam. Uhuk!" dia terbatuk.

"Oh ya ampun, Popov. Istirahatlah kalau begitu," ujar Linski khawatir. Ia lalu memapah Popov kembali ke barak.

Ketika Linski kembali ke dekat pesawat 13.666-GOSHEP, ia disambut oleh Andrey. "Aku bisa menjadi kru di sini," kata Andrey.

"Nak, meski Popov sakit dan orang yang ada di penerbangan kali ini harus dua orang, bukan berarti aku akan mempersilakan kamu ikut," jelas Linski.

"Aku tahu cara menyupir mobil," kata Andrey.

"Buktikan," tantang Linski.

"Maksudku, dengan remot," tepis Andrey.

"Yang konsisten dong," jawab Linski dengan wajah datar.

"Plis lah Linski, aku pengen banget ketemu ayahku," Andrey merajuk lagi.

Linski masih ogah memenuhi permintaan bocah berusia 10 tahun tersebut. Namun, Andrey melakukan apa saja untuk meluluhkan hatinya. Membawakan sebotol vodka, berpuisi, mendoakannya agar mendapat pacar yang cantik, merayunya terus menerus. Pada akhirnya, Linski luluh ketika melihat bocah itu duduk di pinggir landasan. Ia terlihat sedih.

"Baiklah nak, kau boleh ikut," ujar Linski.

"Uraaaa! Baiklah, pilot Igor Stalinski! Siap laksanakan!" seru Andrey gembira. Ia melonjak, lalu berdiri tegak dan menghormat kepada Linski. Pilot itu membalas hormatnya. Andrey pun masuk ke dalam pesawat. Sebentar lagi pukul delapan.

Makasih udah vote 😁. Omong-omong, thor siap follback nih 🤓

Perjalanan Panjang Andrey dan StalinskiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang