10•angin riuh

116 8 0
                                    

Almeera tidak perduli, dengan cinta, dengan perasaannya sendiri. Menurutnya, harga diri lebih penting dari pada menuruti kata hatinya.

Ia tidak ingin mengejar seorang pria, apalagi Juna. Pria keras kepala, teguh di atas pendiriannya. Tapi, Almeera lupa kalau ia menjilat ludahnya sendiri, ingatkan yang Almeera bicarakan pada Zatira waktu itu, kalau Almeera tidak akan mungkin mencintai salah satu anggota militer karena sirine mobil dinas yang mengganggu telinganya setiap pagi

Seorang pria memakai seragam lengkap dengan sepatu pdl hitam berdiri di antara barisan anggota militer yang lain.

Apel baru saja selesai di laksanakan. Juna berjalan menuju markas besar milik angkatan laut. Di sepanjang perjalanannya, pria itu memikirkan ucapan Adnan kemarin.

Soal Daniel, dan soal ayah Almeera. Dua orang yang meninggalkan luka batin di hati Almeera. Pantas saja, Almeera keras kepala. Tidak mau mengalah, selalu melakukan hal yang menurutnya benar.

"Ndan"

Juna tidak menyahut saat Alnett (letingnya) memanggil juna. Ada apa dengan Juna hari ini? kenapa dari raut wajahnya terlihat sangat  gelisah

Ia selalu menyembunyikan hal yang memang tidak harus di bicarakan pada orang lain.

Karena menurutnya, mereka tidak mengerti dengan apa yang Juna rasakan. Apalagi ketika ia cerita dengan orang lain, dan orang itu memberikan Juna sebuah solusi

Alnett menepuk pelan bahu Juna "Aih, kau ini kenapa?"

Juna menoleh "Gak. Aku gak papa"- katanya. Kemudian Alnett menghela nafasnya dan berjalan mengikuti langkah Juna

"Kau bagi lah masalah kau dengan ku"

Tidak. Berbagi masalah itu tidak segampang yang mereka pikirkan. Masalah Juna tidak selesai ketika ia menceritakannya pada orang lain.

Almeera selalu mengganggu pikirannya. Juna tidak bisa fokus, apalagi ketika melaksanakan apel tadi.

"Sudahlah net"

Juna menghentikan langkahnya "Sana kembali bertugas. Jangan kau makan gaji buta"- ledek Juna. Ia memberi hormat pada Alneet.

Juna berjalan menghampiri markas besar, sementara Alnett memilih untuk pergi melanjutkan tugasnya

Setelah selesai bertemu dengan komandan, Juna menghabiskan waktu luangnya di sini. Bukankah itu adalah hal yang membosankan?

Sebuah ide muncul di pikirannya, Juna menghubungi Almeera. Mengajak Almeera pergi, ia senang dengan jawaban yang di berikan Almeera.

***
Juna berada di depan gerbang hitam rumah Almeera, menunggu Almeera keluar dari dalam pagar itu. Namun tatapannya tidak pernah berhenti menatap seorang wanita yang baru saja keluar memakai dress berwarna hitam

Almeera suka warna hitam. Warna itu tidak pernah tertinggal dimana pun. Selalu saja hitam. Menurutnya, hitam itu adalah warna yang tidak pernah mengganggu penglihatan orang lain. Tidak seperti warna-warna cerah

Almeera membuka pintu mobil. Melihat seorang pria dengan seragam loreng yang ia kenakan. Ah, tuhan. Bagaimana jika orang yang ia kenal melihat Almeera bersama dengan salah satu anggota? mungkin akan jadi omongan

Juna tersenyum ketika Almeera duduk di kursi sebelah. Apalagi ketika Almeera mengarahkan tangannya dan menyalimi punggung tangan Juna. Dan sepertinya hal itu sudah menjadi kebisaan mereka berdua.

"Kak Juna"

Juna menoleh "Ada apa?"

"Kenapa gak ganti pakaian dulu?"

Rahasia Juna (Antara Aku Dan Negara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang