Ruang Ruang - RM

19 1 0
                                    

Manusia dilahirkan untuk berjuang lalu mati, jika dipikirkan kenapa semuanya terasa begitu singkat, jika berujung dengan kematian kenapa pula aku harus berjuang.

Aku merasa kehilangan diriku, seorang Kim Namjoon, pelukis muda yang tak sanggup mengangkat kuasnya, hanya angsa buruk rupa yang menunggu untuk dihakimi.

Tubuhku hanyut dengan bayang-bayang kelam tentang hidup, beban berat yang tidak kita minta namun hadir seenaknya.

Kau tahu, ada cara paling mudah untuk menyelesaikan ini semua, lagi pula aku sendiri di sini di balik tembok lembap.

Begitu gelap, begitu dalam sampai rasanya aku tak sanggup untuk bangkit dan meraih cahaya. Ingin kuhentikan, namun begitu sulit.

“Kak, kalau sudah dewasa aku ingin terus bersama kaka, ya,” ucap seorang bocah laki-laki dengan pakaian bermotif salur hitam dan kuning.

Lengan bajunya menjuntai panjang hingga lututnya, berwarna sedikit lusuh dengan lubang kecil di kerahnya.

“Kakak, kan hebat melukis, nanti Jimin mau lihat Kakak buat pameran yang besar terus ditayangin di tv.” Bocah tersebut semakin berantusias, ketika melihat layar tv yang menampilkan tayangan kesenian yang megah.

“Hei, kalian mau apa di sini? mau nyuri, ya!!” Terdengar teriakan dari arah pintu dengan tergesa. Aku menarik lengan Jimin dengan cepat, pria penjaga toko itu terlihat membawa seember air yang akhirnya berhasil membasahi tubuh kami berdua.

Mataku basah, melihat Jimin yang basah hanya karena menumpang untuk berangan. Aku menggenggam lengan Jimin dengan erat, dan aku berjanji untuk mewujudkan impian Jimin.

Mungkin, janji ini yang membuatku tetap bertahan.

Bertahan dengan lukisan yang kubuat setiap hari dengan sungguh-sungguh, menjadi potongan impian yang kususun sebagai usaha dan harapan yang kuharap bisa berubah menjadi kupu-kupu.

Tubuhku bergetar dengan lelehan air mata yang terus keluar, begitu bodoh sampai membayangkannya pun enggan.

Jika mimpiku harus berhenti hanya karena rintangan yang sepele, mungkin aku harus menjalani siklus kehidupan sia-sia tadi. Aku yang tak ingin menjadi angsa buruk rupa selamanya, dan ingin mengepakkan sayapku dengan lebar.

Aku menatap tubuh Jimin yang terlelap disampingku, satu-satunya keluarga yang kumiliki sejak dulu.

Satu-satunya cahaya yang bertahan di kehidupan yang monokrom seorang Kim Namjoon.

Jika hujan turun, aku tak akan bersembunyi di balik payung dan menutupi diriku. Akan kubiarkan tetesan hujan membasahi tubuhku, seperti angin di pesisir pantai yang kuharap bisa sampai kemanapun angin berhembus.

Jika bukan hari ini, aku masih bisa menggoreskan sebuah cerita baru pada papan kanvas yang kosong. Menggores senyuman baru dengan diriku dan Jimin di dalamnya.

“Maaf, sudah menunggu terlalu lama, Jim.”

Aku memeluk tubuh Jimin, berharap waktu berhenti dan aku akan bangkit kembali.

Dengan jalan cerita baru, yang menuntunku pada siklus hidup yang berbeda, di mana impian losong ini akan terbang bersama diriku.

√ BANGTAN TIMELINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang