2

14.1K 204 3
                                    

Aku tidak bisa mengusir penis Roberto Mancini dari kepalaku.

Tubuhku bergetar hebat sewaktu mata kami bertemu. Walaupun yang kutatap langsung adalah manik matanya, tapi yang menggetarkan jiwaku jelas bentuk penisnya yang sangat istimewa. Lengkap dengan rambut pubis yang agak keriting dan sepasang bola yang menggantung simetris, berwarna kecokelatan, berukuran cukup besar untuk mengimbangi batang perkasanya yang mengacung sebesar dan setegang tongkat petugas keamanan di sekolahku setiap kali dia mengancam siswa nakal yang ketahuan mengisap ganja di halaman belakang sekolah. Selain itu, kalau aku memang yakin kami saling menatap, kenapa aku bahkan tak bisa menggambarkan apa warna bola matanya? Setelah aku merenungkannya, begitu Roberto Mancini berbalik, duniaku berpusat pada batang kelaminnya.

Kalau penis itu diibaratkan manusia, maka penis itu adalah seorang pria bertubuh tinggi, kekar, berotot, dan mungkin modis (karena disunat). Penis itu adalah Sang Roberto Mancini sendiri, hanya dengan kepala nyaris botak. Jadi di depan pinggangnya, mengacung tegak dirinya sendiri dalam ukuran lebih kecil, tapi tetap sangat perkasa, siap mendobrak pintu apa saja (terutama pintu kelamin seorang wanita). Aku hampir menangis setiap kali membayangkan benda tumpul sebesar lengan anak kecil itu diacungkan di depan wajahku. Betapa menyedihkannya diriku. Semua benda panjang dan lonjong yang kulihat sejak penisnya teracung padaku tiba-tiba berubah bentuk menyerupai batang kejantanannya.

Yang awalnya aku merasa jijik dan ternoda, lama-lama aku terus melamunkannya, bahkan mulai menggambarkan apa yang kulihat di buku sketsaku. Dalam kurang dari 24 jam, aku mengisi 50 lembar buku sketsa yang seharusnya kuisi dengan berbagai latihanku menggambar anatomi tubuh manusia, menjadi sepenuhnya anatomi alat kelamin pria. Terkhusus alat kelamin adik ayah tiriku. Wajahnya yang tampan, bokongnya yang tak kalah menawan, senyumnya yang irit, dan sikap dinginnya yang mendebarkan tertutup oleh karisma urat-urat kelaminnya. Pada hari ketiga, penis Roberto Mancini menjadi duniaku sendiri dan aku yakin sebentar lagi aku akan jadi gila.

Hari ini, aku mencoba keluar dari kamar dan menyelamatkan diri sebelum aku benar-benar menjadi sinting. Lagi pula, langit di luar begitu cerah, dan aku sudah mengurung diri di kamar ber-AC tiga hari penuh hanya untuk memikirkan Roberto Mancini dan sesekali menusuk kelaminku sendiri sambil menyebutkan namanya. "Aaah... Paman Roberto, sesak sekali anuku. Ahhhh... jangan kencang-kencang, Bobby...!" persis seperti teriakan wanita itu.

Bagaimana kabar wanita itu? Dia seperti akan mati tersedak penis, padahal yang disodok-sodok adalah bagian tubuhnya yang paling bawah. Saking panjangya, mungkin ujung glans penis Roberto Mancini bisa meraih kerongkongannya.

Aku duduk di tepi kolam renang dan menceburkan kakiku. Ayah dan ibuku sedang pergi keluar, sepertinya mereka akan menjamu seorang tamu nanti malam. Aku tidak terlalu menyimak apa kata ibu saat menghabiskan sarapanku, kupingku tersumpal suara Zayn Malik, dan lamunanku melayang ke rumah baru yang jaraknya hanya tiga blok dariku.

Tubuhku terdorong masuk ke air. Dadaku terasa hangat saat tersentuh air kolam yang nyaris mendidih disinari terik mentari. Rambutku tercelup air, tubuhku perlahan melayang di permukaan kolam. Dadaku menyembul. Kutang hitam yang kukenakan seketika basah dan mencetak jelas bentuk puting susuku yang mengeras. Sudah beberapa hari pentilku begini. Semua ini karena Roberto Mancini yang tetap menolak datang ke rumah dan membuatku dituduh sebagai penyampai pesan yang sembrono oleh ibu.

Ayah tidak menyalahkanku. Dia lebih kesal pada sikap Roberto Mancini yang acuh tak acuh meski kakaknya sendiri sudah mengirimkan anak tirinya yang sudah dewasa ke rumahnya. Dia juga menyoal hadiah Roberto Mancini yang tak pernah kuterima hingga kini.

Jadi, siang ini aku mengenakan bikini hitam pertamaku. Biasanya aku selalu berenang memaki swimwear one piece. Bikini ini dibelikan ayah tiriku pada ulang tahunku yang ke-19 minggu lalu. Saat itu kupikir dia punya pikiran cabul terhadapku mengingat banyak sekali skenario film porno mengenai ayah dan anak tiri, tapi ternyata memberikan hadiah seksi pada seorang gadis saat menginjak dewasa memang sudah menjadi tradisi di keluarganya yang sangat suka berhubungan seks. Menurut mereka, seks adalah perayaan cinta yang sudah seharusnya dilakukan sesering mungkin begitu seseorang legal untuk melakukannya. Roberto Mancini seharusnya mengirimiku sesuatu seperti seluruh anggota keluarga Mancini yang lain. Saat ini, di laci pakaianku sudah penuh dengan aneka macam bentuk dildo dan vibrator. Ada yang usil mengirimiku kondom, pil KB, pakaian dalam seksi, bahkan butt plug dan borgol.

Beautiful DisasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang