1

0 0 0
                                    

“Luluuuuuu!”

Teriakan yang berasal dari luar terdengar sangat lantang. Teriakan yang sudah tidak asing lagi bagi telinga Lulu, bahkan saat kedua matanya masih terpejam sudah tahu khas teriakan itu.

“Luluuuuuuu!” Suaranya kini naik satu oktaf dan berhasil membuat lulu mengeryitkan dahi dalam pejamnya.

“Lu…!”

“Hmmm.” Jawab Lulu berdehem dengan mata yang masih sulit diajak kompromi, seakan matanya digelanduti besi puluhan kilo.

Sungguh  sangat sulit baginya untuk membuka mata yang baru terpejam beberapa jam karena begadang semalaman dengan game kesukaannya.

“Bangun Lulu!” Kini suaranya terdengar serak karena sudah menjadi rutinitas yang wajib dilakukan wanita paruh baya yang sedang mengoles selai strawberry pada roti yang dipegangnya.

“Cepat mandi atau mama siram kamu!” Teriakan Lastri sudah berbubah menjadi sebuah ancaman yang berharap ampuh untuk membangunkan anak bungsunya itu.

Sungguh sangat mengjengkelkan karena setiap pagi harus berpaduan suara dengan dengan burung-burung karena perkara membangunkan anaknya itu.

Walaupun Lulu tahu mamanya tidak mungkin bisa masuk untuk menyiramnya, tetap saja Lulu merasa takut mamanya akan datang dengan satu ember penuh dan menumpahkan pada wajahnya, karena tidak ada yang tidak mungkin dilakukan ibunya padanya.

Kakinya mulai menendang-nendang selimut yang membuatnya betah sejak tadi dengan posisi tidur terbalik dengan kepala berada di ujung ranjang. Selimut kumal yang baunya sudah mengalahkan mobil bak sampah yang setiap pagi lewat. Mungkin Lulu tidak bisa bangun bukan karena begadang melainkan karena selimut yang sudah tidak layak pakai dengan wangi menusuk hidung.

Wajahnya mengerut dalam pejam karena ternyata tendangannya membuat selimut itu menggulung di kakinya, terpaksa ia bangkit untuk melepaskan. Susah payah melepaskan lilitan selimut putih yang sudah berubah warna menjadi coklat itu ia lempar sembarang.

Lulu bangkit dan berjalan ke arah pintu dengan mata terpejam . ia meraba-raba mencari handuk yang selalu ia gantung dibalik pintunya, lalu memutar kunci dan segera bergegas keluar.

Lastri melirik Lulu keluar kamar yang berjalan dengan mata terpejam. Sudah tidak kaget lagi akan kelakuan Lulu.

Dukkk!
Lulu tersandung buffet tv yang sudah berusia puluhan tahun dengan ukiran klasik peninggalan papanya. Lastri hanya menggelengkan kepala saat melihat Lulu tersandung. Kelingking kaki mengait pada kaki buffet dan Lulu hanya mengusapnya dan kembali berjalan dengan mata terpejam hingga depan pintu kamar mandi dengan penuh perjuangan.

Sesampainya di depan kamar mandi, keningnya ia tempelkan dikusen pintu kamar mandi. Tak ada suara di dalam kamar mandi namun ia yakin ada seseorang di dalamnya.

Lulu mengangkat kepal dengan tenaga seadanya dan menggedornya beberapa kali,tidak ada suara apapun apalagi jawaban dari dalam. Sial! haruskah ia tinggal di hotel saja agar mempunyai kamar mandi didalam kamar, setiap hari hanya berebut kamar mandi saja pikirnya.

Karena rumah yang mereka tempati didesain untuk toko juga, jadi mereka tinggal di lantai dua dengan kamar mandi yang hanya ada satu mengakibatkan merusak mood setiap pagi.

“Woooy, buruan!” Teriak Lulu dengan mata tertutup dan kening menempel dikusen pintu, ditambah lagi handuk yang ia kalungkan dilehernya semakin memperlihatkan bahwa Lulu anak yang pemalas.

Pintu kamar mandi terbuka. Jelas saja di dalamnya memang ada orang, sosok gadis yang sama persis dengannya.

Lala.
Gadis yang mengenakan kaos merah muda dan rok dibawah lutut memberi kesan ia lebih baik dibanding saudara kembarnya. Lala dengan handuk yang masih melilit di atas kepalanya itu menatap kembarannya heran.

LaLu StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang