II

6 1 0
                                    


Sesampainya di kantin, Ava langsung menelungkupkan kepalanya di atas meja. Setelah jalan tertatih-tatih dari lantai bawah tadi, yang ia ingin sekarang hanya tinggal makan dan menyeruput minumannya.

"Sa, tolong pesenin. Gue gak kuat, serius." Ava merasa letih sekali sebab tiga elemen di tubuhnya; capek, ngantuk, laper. Ia tambah merosot ketika melihat kantin yang benar-benar sudah padat penduduk tadi. Sehingga dia bersama teman-temannya harus mengungsi ke kantin di lantai atas.

"Siap," tanggap Rosa cepat. Rosa dan Vega pun memesankan seluruh pesanan teman-temannya. Ava yang masih menelungkup lemas berkata kepada lima temannya di sana, "Gurls, gue keren loh"

"Apa?" temannya menyahut.

"Gue habisin satu drama tanpa kalian."

"W-what??" pekik Inneke.

"Wah wah, tadi malem? Pantes raut lo acak adul gitu. Begadang ternyata."

"Iya ... " jawab Ava masih lemas. Dalam hati, ia ngakak sendiri membayangkan adegan tadi malam. Dia hanya menemani adiknya, Zheland yang penakut untuk terjaga di malam hari, tetapi greget untuk menamatkan dramanya. Karena katanya kepicikan Ye Hanna akan segera terbongkar. Ava sendiri sibuk bermain game di hpnya.

Mereka pun membicarakan drama yang sejujurnya Ava hanya tahu beberapa scene saja. Sedangkan teman-temannya sangat bersemangat.

Lain halnya dengan Kaisar yang terkejut melihat pemandangan kantin siang itu. Gema tak kalah takjub melihat hal yang sama. Kaisar bersyukur teman-temannya tak tahu siapa "Laz" yang di maksudnya. Terkecuali Gema, tentu saja. Kalau yang lain tahu, habislah dia. Laz ada di sana.


Kaisar menatap Gema, mencoba mengode agar soulmatenya itu tak macam-macam. Tentu saja tak mempan. Gema mengajak teman-temannya yang lain untuk duduk di dekat meja tempat seorang gadis yang tadi ramai diperbincangkan di kelasnya itu.

Baru saja Kaisar hendak duduk, ia terhenti karena ide jahil Gema kepadanya. "Ava! Kaisar mau ngomong sama lo."

Kaisar pun refleks bersandiwara tempo itu, ketika Ava menoleh dan berkata, "Apa?" Ava mulai menyuap baksonya, menunggu jawaban Kaisar.

"Kelapa masuk nggak?" tanya Kaisar.

"Hah?" Raut konyol lahir dari wajah Ava.

"Nata maksud gue. Ada nggak?" ucap Kaisar santai.

"Byur." Air di dalam mulut Ava muncrat tanpa rem, bersama tawanya yang kemudian ia tahan.


"Korban baru lo, nih. Kurang-kurangilah kiasan atau apalah itu." Kaisar menyikut Gema dengan kasar. Sebagai cowok beraliran sastra, Kaisar suka menggunakan kiasan serta berbagai perumpamaan dalam tulisan maupun lisannya. Ia kesal dengan orang yang menghalang-halangi naluri sastranya untuk keluar.

"I,ya," jawab Ava akhirnya setelah membersihkan mulutnya.

"Bilang ke dia, ketemu gue buat ambil hardisknya," kata Kaisar lancar. Ava mengangguk cepat lalu melanjutkan makannya. Dalam hati, Kaisar mengucap hamdalah sebanyak-banyaknya karena berhasil melewati ujian dadakan itu.

Ava dengan teman-temannya terus makan tanpa henti mengobrol. Ternyata suasana di kantin wilayah IPA tak seburuk yang mereka bayangkan. Tetap ramai seperti pasar.

"Ya gitu deh, cowok cakep apalagi chinese gitu mah nanyainnya yang ani-ani, kek si Nata," ujar Rosa. Ava tertegun mendengar itu.


Inneke menimpali, "Sue emang. Gue yang deg-degan waktu cowok kelasan seleb gitu ngomong meski ke Ava. Eh taunya nanyain Nata. Cowo segitu gantengnya aja mau modusin Nata, jir. Emang lonte, sih."

Ava menarik napas panjang, berusaha menahan emosinya, selalu. "Ya... mereka emang ada urusan aja kali. Nata juga keknya ga gitu banget. Kan dia punya pacar," ucapnya seperti menyeletuk.


Vega agak kaget dengan pernyataan Ava yang membela Nata, "Lo yakin cewe club itu ga menye-menye?"

Ava tetap harus menjaga sikapnya. "Ya ga tau juga. Tapi kan ga semuanya gitu."

Rosa tak mau kalah, "Nata pasti gitu lah. Sampe sekelas Kaisar aja tertarik."

"Lah, emang kayak gitu doang namanya tertarik ya?" Tanya Ava refleks. Ia geram sekali.

Inneke menyahut, "W-waitt, Ava. Lo ga suka Kaisar kan? Gua kasitau aja, tipe dia pasti yang pansos. Dan.. yap, caper kayak Nata gitu."

"Iya, yang banyak gaya gitulah," timpal yang lainnya, mengiyakan.

Ava mengernyitkan dahinya. Maksudnya, ia tadi membela Nata, bukan kesal karena omongan temannya tentang Kaisar. Ava tertawa, "Ya nggak, lah." Mana mungkin Ava mau dekat-dekat dengan cowok populer yang akan merusak kestabilannya. Dan mana mungkin pula cowok itu mau dengan Ava yang biasa-biasa saja.

StableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang