Usaha yang dibarengi dengan doa, insya Allah akan segera diijabah oleh pencipta bumi besrta isinya ini.
// About Readiness //
Saat tiba di rumah sakit Ayra segera turun dari mobil dan berlari memasuki area rumah sakit. Gadis itu bahkan tidak menunggu Akhtar, Fiya, dan Oya, saking paniknya. Namun, saat sudah memasuki rumah sakit, dia seketika menghentikan langkah, lantaran tidak tahu papanya berada di ruangan apa.
Saat gadis itu mengambil ponsel, hendak melepon Adit atau Althaf, tetapi tidak jadi saat ponselnya mati, karena lowbat. Raut kegelisan dan juga ke khawatiran yang terlalu kentara di wajahnya membuat beberapa orang yang melewatinya menatapnya dengan berbagai ekspresi.
Baru saja dia hendak berbalik untuk bertanya pada Akhtar, tetapi terurungkan saat suara Akhtar tiba-tiba terdengar di sampingnya, yang memberi tahu ruangan papanya berada di mana.
"Ay jangan lari ...." Terlambat, bahkan sebelum ucapan Akhtar selesai Ayra sudah kembali berlari. Namun, nahas karena tidak berhati-hati Ayra menabrak suster yang sedang membawa nampan stainlis yang berisi beberapa alat medis.
Suara nyaring antara lantai dengan alat medis dan nampan yang berdentum menghasilkan suara nyaring yang memekakkan telinga, hingga membuat beberapa orang di sana terkejut lantaran suara nyaring itu.
"Astagfirullah, Ayra."
Akhtar segera menghampiri Ayra dan refleks membantunya berdiri lantaran orang-orang di sana hanya memandangi Ayra begitu saja yang sedang ditegur oleh suster yang tadi ditabraknya.
"Maaf, Sus. Temen saya lagi panik soalnya papanya baru aja masuk rumah sakit," ujar Akhtar pasalnya Ayra hanya terdiam dengan tatapan kosongnya.
"Ya sudah tidak apa-apa. Lain kali jangan lari-larian di rumah sakit, bahaya kamu bisa terluka begitu juga dengan orang lain." Setelah mengatakan hal itu suster tersebut pun pergi setelah Akhtar membantunya memungut barang-barang yang tadi dibawanya.
"Kamu nggak apa-apa, Ay?" tanya Akhtar saat Ayra menatapnya dengan tatapan sendu sarat akan kesedihan.
Mendengar papanya masuk rumah sakit adalah hal yang paling tidak ingin dia dengar. Dia takut, sangat takut jika saja kejadian beberapa tahun lalu terjadi. Dia tidak bisa membayangkan jika saja papanya benar-benar pergi meninggalkannya.
"Kak Akhtar, papa nggak akan kenapa-kenapa, kan?" tanya Ayra parau.
Akhtar menggeleng pelan. "Berdoa aja, Ay. Semoga Om Farhan tidak kenapa-kenapa. Sekarang kita ke ruangannya, tapi kamu harus fokus sama jalanmu biar kejadian tadi nggak terulang lagi," ujar Akhtar sekaligus memperingati Ayra.
Ayra hanya mengangguk, kemudian berjalan bersisihan dengan Akhtar. Di tengah pikirannya yang sedang kalut karena ada berbagai persepsi yang muncul di kepalanya, gadis itu juga berusaha memfokuskan pandangan agar tidak menabrak orang lain untuk kedua kalinya.
Tak berselang lama keduanya tiba di depan sebuah ruangan VIP. Langsung saja Ayra masuk dan langkahnya seketika melambat saat berjalan menuju brankar yang digunakan oleh Farhan. Hatinya tiba-tiba terasa teremas, saat melihat ada banyak kabal yang menempel ditubuh Farhan.
"Papa ...," lirihnya saat tiba tepat di samping brankar Farhan. "Katanya Papa udah sehat, udah nggak sakit lagi. Tapi ini apa? Papa bohong sama aku! Kalau Papa udah sehat dan nggak ngerasa sakit lagi, nggak mungkin Papa balik lagi ke sini," gumamnya seraya terisak pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Readiness
EspiritualSpiritual-fiksiremaja "Maaf, aku nggak bisa kayak Sayidah Fatimah yang bisa tahan dengan cinta diam-diamnya kepada Ali bin Abi Thalib. Aku juga tidak seberani Bunda Khadijah yang melamar Rasulullah lebih dulu ... yang kubisa hanya menjadi seperti Zu...