39. Tiga-Sembilan

2.1K 257 21
                                    

Esok Kamu akan terharu dengan kesungguhanku. Bukan maksud pamer ingin dipuji, melainkan itu gambaran ketulusanku.

.


.
.

Masih dengan suasana hati yang dongkol, Gue berjalan gak tentu arah. Tujuan Gue sekarang adalah gak berada di nurse station alias gak lihat muka Si Heni dan Siska.

"Tante...Tante Peri..."

Langkah ini terhenti. Suara tadi menghentikan fikiran Gue yang tengah sibuk mengutuk 2 kurcaci penghuni nurse station, Heni dan Siska.

Fikiran ini kembali ke otaknya. Hal pertama setelah kesadaran Gue kembali adalah Gue mendapati banyak stand makanan berjejer. Ini dimana? Gue udah persis kek pemain sinetron yang kena amnesia terus kepalanya diperban penuh sampek rambut-rambutnya segala. Gak mungkin kan Gue jalan dari RS ke bazar kuliner?

"Tante....Tante Peri..."

Suara itu lagi. Gue celingukan sama suara cempreng yang memenuhi telinga. Mata ini menangkap sosok kecil yang berusaha melambai setinggi yang Ia bisa, untuk menampakkan tubuhnya yang hampir tertutup meja.

Rea. Itu Rea.

Alis Gue terangkat pertanda heran, ngapain itu bocah disini? Pikir Gue sambil melangkah pelan banget seolah melangkah itu berbayar. Pemikiran itu muncul di langkah ke lima setelah di langkah keempat Gue sadar kalau ini ada di kantin RS bukan bazar kuliner. Selanjutnya Gue tersadar lagi kalau siang ini Gue ada janji buat dateng di acara reuni keluarga cempaka-nya Pak Pandu. Begonya, ingatan itu baru muncul saat Gue tepat di depan meja. Terlambat sudah untuk meng-kabur-kan diri.

"Tante baru ngobatin orang ya?"

Bukannya menjawab Gue malah mengikuti arah pandang Rea yang melihat ke arah baju Gue. Ya, Gue masih memakai scrub suit warna ijo lengkap dengan snelli yang tersampir awut awutan di pundak kiri.

"Gak papa kok kalau Tante telat, Rea ngerti."

Pengertian banget ini bocah.

Sudah tidak ada kesempatan buat nge-les, dengan santai Gue berdamai dengan keadaan dan menarik kursi kosong di sebelah Manda. What?? Gue baru ngeh kalau di samping Gue adalah sosok manusia berwajah kucing yang ngomongnya kek singa. Namanya juga dateng terakhir, jadi ya terima aja kursi yang masih kosong.

"Rea pesanannya belum dateng?"

Oke, lupakan sosok di samping dan fokus sama orang-orang yang peduli ke lo, Ry!

Sambil menaruh snelli di sandaran kursi, Gue mencoba membuka obrolan dengan cowok kecil yang sejak tadi terlihat antusias dengan reuni akbar ini.

"Rea belum pesan, Tante. Kan gak sopan kalau mendahului Tante-yang ngundang."

Ngundang? Siapa? Gue? Kapan?

Tatapan Gue beralih ke penghuni kursi sebelah Rea. Dia nampak tersenyum salting sambil mengusap tengkuknya.

Jadi, nama Gue juga dijual? Bego ya Gue? Ternyata Gue juga jadi oli pelicin demi terselenggaranya reuni ini.

"Tante Peri kan udah dateng, sekarang kita pesan makanan ya, Rea? Papa udah laper."

Hilih pengalihan.

"Oke, Pa."

Setelah makanan tersaji kami pun sibuk dengan makanan masing-masing yang diselingi celoteh Rea mengenai sekolahnya. Dia telah disekolahkan di sekolah sejenis play group yang isinya pengasahan motorik halus & kasar. Setahu Gue sekolah macam itu biayanya perbulan gede tapi emang setara sama hasil.  Of course, Gue tahunya dari Bang Raka, katanya Dia sama istrinya lagi kerja keras buat tabungan pendidikan Gendhis yang kini usianya udah setahun.

Spesialis ObgynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang