Ze mendengkus kesal. Perasaan dongkol masih terbendung dalam ingatan lelaki itu, terlihat jelas dari cara jalannya yang tergesa-gesa dan tidak beraturan. Ingatan tentang beberapa saat yang lalu, saat bukunya direbut sesekali terekam dalam benaknya, walaupun Ze sudah berusaha menghapus memori itu.
"Jika tidak dikembalikan lihat saja! akan aku botakkan rambut panjangnya itu," umpat Ze. Lelaki itu menghentikan lajunya, lalu berbelok memasuki ruang perpustakaan. Kakinya dihentikan pada salah satu rak buku yang berada di barisan kedua. Tanpa menilai cover buku, lelaki itu langsung mengambil secara acak.
"Mr. Pahlevi? Kamu ingin meminjam buku lagi? Buku sebelumnya juga belum kamu kembalikan."
Ze tersentak, buku di tangannya hampir saja ia jatuhkan, untung Ze cukup sigap untuk menangkap kembali.
"Ahhh, tidak Miss. Aku hanya ingin membaca sekarang." Lelaki itu tersenyum canggung menanggapi penjaga perpustakaan itu. Sebelah tangannya digunakan untuk mengusap tengkuk lehernya guna meminimalisir kecanggungan.
Miss. Terethenia menganggu. "Baiklah. Ingat jatah kembalikan bukunya tersisa 2 hari lagi. Jangan sampai telat!"
Ze mengangguk mengerti dengan senyuman masih bertengger di bibirnya. Saat Miss Therenia melangkah pergi, senyuman itu langsung luntur. Ze ikut pergi meninggalkan rak itu dan menuju ke rak paling belakang. Disana terdapat sebuah meja yang diduduki oleh senior yang akan menjadi rekan setimnya.
"Kau terlambat," kata salah satu seniornya yang bernama Lavina, gadis Fallen angel yang kerap dipanggil Vina.
Ze mengangguk. "Maafkan aku. Tadi ada sedikit kejadian." Dia mengambil tempat di kursi sebelum Baskara. Di depannya gadis demigod berambut biru langit itu menatapnya. Seniornya itu menyerahkan selembar kertas kepada Ze.
Dahi Ze berkerut bingung, tetapi tangannya langsung menyambut uluran kertas itu. "Ini apa?"
"Itu hasil diskusi kita mengenai isi Hieroglif." Ucap Baskara yang langsung diangguk mengerti oleh lelaki Fairy itu. Mata Ambernya sekilas membaca sederet bait yang menuliskan isi Hieroglif. "Akan aku jelaskan nanti mengenai wilayah Shee saat di perjalanan."
Ketiganya mengangguk setuju. "Sudah waktunya, mari kita berangkat sekarang ke Aula." Tim Aztek langsung bangkit dan bangun dari duduknya. Keempatnya serempak berjalan keluar dari perpustakaan, tidak lupa juga dengan menyapa Miss Therenia sebagai tanda hormat.
***
Saat kaki Ze menginjak lantai ruangan itu, terlihat para siswa saling bercengkrama satu sama lain, ada juga yang saling mengobrol untuk mendekatkan diri dengan sesama timnya. Mata Ze menangkap rambut panjang Prixi yang ada di pojokan sana, asyik berdiskusi dengan timnya.
Mendadak otak Ze kembali merekam adegan pagi tadi--saat bukunya direbut--membuat mood Ze menguap seketika. Ze memalingkan pandangan, memilih melihat sesuatu yang lain daripada penampakan hantu rambut panjang itu.
Baskara yang ada di samping Ze sepertinya menyadari perubahan emosi lelaki berdarah Fairy itu. "Ada apa?" tanyanya ketika melihat Ze asyik mengalihkan perhatiannya ke segala arah.
"Tidak ada. Hanya sedikit kesal melihat penampakan hantu berambut panjang."
"Huh? Hantu berambut panjang?" beo Baskara kebingungan. Matanya ikut menelisik untuk melihat keanehan di sekitarnya. Alih-alih mendapati sesuatu yang Ze maksud, Baskara malah menemukan sesuatu dengan ciri yang sama dengan ucapan Ze—Prixi Grenah, lelaki yang berasal dari ras yang sama dengan Ze. Hanya saja rambutnya sangat panjang untuk ukuran laki-laki. Mulutnya terlihat dilakban. Sepertinya usaha untuk membuat Prixi yang tidak bisa diam, jadi bungkam.
KAMU SEDANG MEMBACA
22 Seconds Time Challenge
FantasiaEmpat tim dikirim ke Never Island untuk mencari letak Sigil dan mengaktifkannya dalam kurun waktu 22 detik. Tim Aztec yang beranggotakan Zephyr, Vina, Helena dan Baskara sebagai ketua mendapatkan wilayah pencarian di wilayah Shee. Teka-teki kehidup...