Seperti biasa jika keadaan tidak mendukung Syam tidak akan sarapan. Syam kini sedang berkumpul dengan ke-empat sahabatnya, Syam berusaha untuk terlihat biasa saja. Walaupun tidak bisa di pungkiri jika perutnya sedang lapar.
"Vin ..." Syam menatap Evin yang sedang memakan oreo nya.
Evin menoleh. "Apa?"
"Boleh minta oreo lo nggak?" Sebenarnya Syam ragu untuk mengatakan itu, tapi ia tidak memiliki pilihan.
Semuanya mata langsung menatap Syam, bahkan Altair yang tadinya fokus pada ponsel kini langsung mengalihkan pandangannya pada Syam.
"Nih ambil aja, buat lo mah apa aja boleh." Evin membuka tas hitamnya yang berisi berbagai macam oreo dengan varian rasa.
"Lo sehat?" Altair menatap Syam lekat.
"Sehat," ucap Syam.
"Pak wakil, gue saranin jangan makan oreo. Entar pulang-pulang lo gumoh lagi," celetuk Chiko.
Evin melotot tidak terima, tentu saja dirinya tidak terima separuh hatinya di hina-hina seperti itu. Bagi Evin oreo itu lebih berharga daripada sekedar ginjal, lebih bermakna dari sekedar bernafas, intinya oreo adalah segala-galanya.
"Fiks, Syam udah di pelet sama Evin." Jey langsung menunjuk ke arah Evin.
Evin mendelik kesal. "Heh jangan fitnah!"
"Nggak boleh fitnah, itu dosa." Semakin lama Altair semakin sholeh saja.
"Ealah, kayak tahu dosa aja lo bos." Chiko tertawa kencang membuat Altair berdecak sebal.
"Siniin oreo nya." Syam benar-benar sangat lapar.
"Ambil aja, bebas mau rasa apa." Evin menyerahkan tasnya, tangan Syam terulur untuk mengambil oreo dengan rasa coklat.
"Thanks," ucap Syam.
"Gue juga mau dong." Jey ikut mengulurkan tangannya.
Evin menepis tangan Jey. "Demi oreo apa-apaan lo! Tadi udah ngehina sekarang mau minta, nggak punya muka lo!"
Jey langsung membrengut sebal, melihat hal itu Chiko langsung tertawa. Jika di pikir-pikir yang di katakan Evin memang benar, sudah menghina ujung-ujungnya ikut meminta oreo.
Tidak punya muka memang, Chiko menggeleng pelan dengan perut yang terasa kaku karena tertawa. Sementara Syam, lelaki itu sibuk memakan oreo untuk menghilangkan rasa laparnya.
"Semangat banget makan oreo nya, udah nggak makan berapa hari pak wakil?" Chiko menatap ke arah Syam.
"Hah?" Syam berhenti memakan oreo nya, raut wajahnya terlihat serius.
Chiko berdeham pelan. "Bercanda doang elah."
"Lagian emang lo kata Syam nggak ada duit sampek-sampek nggak makan." Jey menoyor kepala Chiko.
***
Syam pergi ke perpustakaan, setidaknya ia bisa menghilangkan rasa laparnya dengan membaca buku. Lima menit berlalu, Syam berusaha untuk fokus. Cowok itu tampak menghela nafas kala perutnya berbunyi.
'Padahal gue udah makan oreo,' batin Syam.
'Duit nggak punya, makan nggak bisa, kerjaan juga belum dapet. Gini banget ya nasib gue.' Syam memejamkan matanya dan mengusap pelan wajahnya.
"Kak ..." Nasya baru saja datang dan duduk di depan Syam.
Syam membuka matanya, ia bisa melihat Nasya yang ada di depannya. Di saat itu juga Syam melupakan rasa laparnya. "Nana, mau baca buku juga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Syam Story
Teen FictionDia Syam Kavalen, laki-laki yang menjabat sebagai wakil ketua geng Jevins dan mempunyai cita-cita menjadi dokter. Syam selalu memasang wajah kalem dan selalu terlihat tenang. Syam mencintai gadis berhijab bernama Nasya, namun Syam harus terjebak cin...