Bab 87

19 17 1
                                    


Aufar kembali masuk ke dalam mobil, mencoba menyadarkan Tami dengan menepuk punggung wanita itu dan menyebutkan nama Tami berkali-kali. Semua yang dilakukan Aufar ternyata tidak berguna, Tami yang tidak bergerak apalagi merespon panggilannya, membuat sekujur tubuh Aufar menegang. Terlebih melihat keadaan Tami yang terjepit dan darah segar yang mengalir membuatnya ketakutan.

Ia cemas, bahkan rasa sakit di kepalanya pun tidak ia rasakan. Ia mencoba berpikir apa yang harus ia lakukan saat ini. Sempat terlintas di pikirannya untuk menelpon ambulan, tetapi bayangan ia akan disalahkan oleh keluarga Tami juga menghantuinya. Masih dapat Aufar ingat dengan jelas, kecelakaan ini tidak akan terjadi jika ia tidak menampar Tami dengan penuh emosi seperti tadi. Bahkan kepala Tami sampai membentur pintu mobil yang membuat wanita itu kehilangan konsentrasinya dalam mengemudi. Jika sudah begini ia harus apa? Pikirnya.

Sebuah nama terlintas di kepalanya secara tiba-tiba. "Ya. Gue coba hubungi dia." Aufar lalu mengambil ponselnya yang berada di dalam saku celananya. Ia mencoba menghubungi seseorang yang menurutnya dapat membantu dirinya saat ini.

"Ta-Tante Sekar. Tante, tolong. Aku dan Tami kecelakaan." Aufar berbicara dengan cepat. Ia panik saat ini dan hanya Sekar yang dapat membantunya.

"Kecelakaan bagaimana? Kalian di mana sekarang?" tanya Sekar yang ikut panik ketika mendengar apa yang Aufar sampaikan. Bagaimana pun juga kecelakaan ini akan menyeretnya ke dalam masalah, apabila sesuatu yang buruk terjadi pada Tami nantinya.

"Aku sudah mengikuti rencana yang Tante katakan. Aku sudah berusaha membuat Tami berpikir ulang untuk putus, tetapi pada akhirnya kami bertengkar, dan... dan aku gak bisa menahan emosi. Aku menampar Tami dan tiba-tiba mobil yang kami tumpangi oleh." Aufar menceritakan kronologi kecelakaan yang baru saja ia alami. Yah, semua memang bermula dari rencana Sekar. Ketika tahu Tami memutuskan pertunangannya dengan Aufar, Sekar seketika menjadi murka. Rencana yang telah ia susun buyar seketika.

"Kamu tenang. Dia... masih bernapas kan?" tanya Sekar ingin memastikan keadaan Tami sebelum mulai memikirkan rencana baru. Sejujurnya wanita itu juga cemas ketika mengetahui kabar mengenai kecelakaan yang terjadi pada keponakannya. Ia tidak menyangka jika rencana yang sudah ia susun matang-matang bisa berakibat fatal seperti ini.

"Dia masih bernapas. Hanya saja darah sudah mengalir dari kepalanya." Kepanikan Aufar semakin menjadi ketika menyadari darah yang keluar dari kepala Tami cukup banyak.

"Kamu tenang dong. Jangan buat saya ikutan takut. Saya butuh berpikir," bentak Sekar yang saat ini sedang berusaha keras memikirkan apa yang harus ia lakukan.

"Saya akan telepon ambulans. Untuk membantu kalian, kamu tunggu di sana," ucap Sekar berusaha membuat Aufar tenang, karena kepanikan pria itu bisa berakibat buruk untuknya.

Penasaran sama kelanjutan ceritanya, cuss ke aplikasi Fizzo, di sana lebih lengkap dengan ekstra part. Search aja "When We Meet"

When We Meet (Complete) Move To FizzoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang