| SEMBILAN BELAS |

2.5K 560 71
                                    

Malam yang terlalu membekas bagi Serein, tidak hentinya dia membayangkan wajah Heli yang sedang mengusap rambutnya dengan lembut, atau tatapan Heli yang merebut semua perhatiannya, membuat Serein lupa segalanya seolah-olah dirinya alat pemutar memori yang memutar satu ingatan yang sama dalam semalaman.

Serein terus membayangkan ingatan itu hingga sinar matahari menyeruak masuk melalui celah jendela, beberapa jam terlewati tapi Serein belum juga memejamkan matanya.

Dia memandang atap-atap kamarnya yang berwarna monokrom, masih tidak menyangka tidak tidur hanya karena memikirkan seseorang yang bukan manusia sepertinya.

"Aku memikirkan dia semalaman?" monolognya pada diri sendiri. Hingga sesaat dia menemukan jawaban. "Alasannya karena dia baru muncul di hadapanmu Rein, tidak seperti yang lain, yang sudah kau kenal karena telah membuntutimu di duniamu. Berbeda dengannya yang tidak pernah kau lihat sekali pun."

"Tapi, apa benar dia tidak membuntutiku di duniaku? Atau aku saja yang tidak tahu?"

Memikirkannya hanya membuat kepala Serein sakit. Dengan cepat dia bangkit dari kasur, keluar dari kamar dipandu beberapa pelayan menuju tempat pemandian.

Tapi, ada yang berbeda kali ini, jalan yang mereka lalui dipenuhi oleh salju. Tunggu, salju?! Apa itu masuk akal? Lebih tepatnya kawasan yang dipenuhi bunga kemarin kini berubah menjadi kawasan salju.

Untuk memastikan tidak berhalusinasi, Serein menyentuh benda berwarna putih itu.

Dingin. Adalah kata pertama yang terbesit dalam benaknya.

"Selain makhluk mitologi, apa ada penyihir di sini?" Serein bergumam. Dia melanjutkan perjalanan sambil menikmati suasana dingin di sekitarnya. Sangat sejuk.

Jujur saja, Serein tak pernah melihat atau menyentuh salju secara langsung. Iklim di negerinya tidak memungkinkan turun salju. Betapa menyenangkannya berada di tengah hamparan salju yang lembut nan harum.

Mata Serein terpejam, menghirup aroma tersebut lamat-lamat, tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang tidak biasa tersebut. Jika pulang nanti, dia berjanji akan memberitahu hal itu pada Deyza dan—tunggu, apa itu mungkin...? Raut wajah Serein kembali muram tanpa adanya cahaya di pancaran matanya.

"Kau tidak suka dengan saljunya?"

Hampir saja Serein terkena serangan jantung jika tidak bisa mengontrol keterkejutannya dengan baik lantaran kedatangan seseorang yang langsung muncul di sebelahnya.

"Jangan mengejutkanku seperti itu."

Heli berjalan beriringan dengan Serein lalu memandangnya dari samping. "Maaf, aku datang tiba-tiba lagi."

"B-bukan itu masalahnya, aku orang yang mudah terganggu dengan sesuatu yang tiba-tiba, aku ... mudah terkejut."

"Yah, aku tahu...." Serein terkejut melihat Heli, dia menyahut seperti itu. Dia tahu? Apa maksudnya?

Serein pun baru sadar para pelayan yang tadinya menuntunnya menghilang entah ke mana.

"Kalau boleh tahu ... mengapa kau baru muncul sekarang? Tidak seperti saudaramu yang mengikutiku ke duniaku lalu membawaku kemari pada saat bulan purnama, lebih tepatnya saat ulang tahunku."

"Kau mungkin sudah mendengar kabar tentangku."

"Tidak ada yang memberitahu. Yang kutahu kau baru pulang dari berperang."

"Ya, karena wilayah yang diserang tiba-tiba, aku harus pergi mengurusnya, aku tidak bisa mengunjungimu, maafkan aku."

Serein melirik Heli sekilas lalu kembali memandangi pepohonan yang ditutupi salju, bahkan cahaya matahari tidak membuatnya mencair, entah bagaimana caranya.

Dark Creatures | ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang