Garden

39 4 1
                                    


Hari ini hujan turun menyelimuti kota Tokyo dan sekitarnya. Perkiraan cuaca yang sudah diperkirakan akan hujan terus menerus selama beberapa hari kedepan. Aku melirik kearah jam tanganku, sesekali mendesah pelan. Menggulirkan netra hitam kelamku untuk memandang sekitar yang penuh dengan orang orang yang berdesakan. Sejuknya udara yang terpancar dari pendingin ruangan menerpa wajahku, menjalar menyusuri tubuhku. Ditambah dengan suara percikan air yang bertubrukan dengan atap kereta, seakan menari nari di atas sana. Aroma hujan yang khas membuatku semakin merindukan suasananya setiap saat.

Aku melangkahkan kakiku menuju keluar gerbong kereta, melangkah kearah yang ingin kutuju. Berjalan kaki disepanjang jalan tidaklah membosankan. Memandangi pemandangan kota dengan gedung gedung pencakar langit disekitar menambah kesan tersendiri bagiku. Pepohonan hijau menjulang tinggi, menghasilkan oksigen yang menyehatkan tubuh. Kuhirupnya perlahan lahan, mengedarkan pandangan di setiap sudut kota. Burung burung berkicau berlari kesana kemari guna mencari tempat teduh, bertengger pada pohon hijau lebat serta berteduh di bawah halte bus.

Kaki jenjang ku melangkah pada sebuah taman kota yang cukup besar, tampaknya taman ini sudah sangat lama berdiri. Aku memutuskan untuk bolos jam pertama kali ini, apalagi hari ini adalah pelajaran sastra, pelajaran yang sangat membosankan.

Derap langkah kakiku terdengar bergesekan dengan tanah, melewati jembatan kayu yang cukup besar. Masih dengan payung yang berada digenggamanku, diriku memandangi sekitar lamat lamat. Menikmati udara dan aroma khas yang menjadi kesukaan ku setiap saat, pepohonan dan tanaman hijau bergerak gerak saat tertimpa rintikan hujan. Kolam kecil yang cukup luas, rintikan air tampak jelas disana.

Netraku tertuju pada sebuah saung di tengah taman, aku tersenyum simpul. Langkah demi langkah ku ambil setiap detiknya, melangkah menuju saung kecil itu dengan seragam sekolah yang cukup basah meski tak begitu basah. Aku menghentikan langkahku sejenak, netraku menangkap seorang wanita bersurai pink sedang terduduk sembari membaca sebuah novel disana. Seakan merasa dipandang olehku, ia menoleh mendapati diriku. Kami saling memandang satu sama lain, aku tersenyum kikuk kemudian melangkah menuju tempat duduk di saung itu.

"Permisi." Lirihku pelan.

Wanita bersurai senada dengan musim semi itu hanya tersenyum simpul. Aku menempatkan bokongku pada posisi yang nyaman, meletakkan tas sekolahku di samping kemudian mengeluarkan buku dan pensil. Sesekali aku mencuri pandang pada wanita itu, warna surainya sangat unik. Iris emeraldnya sangat cocok dengan bulu mata lentiknya, hidung mancung serta kulit putih bak porselen yang sangat indah di mataku. Aku mengakui kecantikan dan keanggunan wanita itu, tapi tampaknya aku seperti pernah bertemu dengannya.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Aku membuka pembicaraan diantara kita berdua. Membulatkan tekad ku untuk mengemukakan pendapat dan melontarkan sebuah pertanyaan yang kutahan sedari tadi.

Wanita itu menoleh kearahku, terdiam memandangiku sejenak kemudian menggelengkan kepalanya.

"Aku rasa tidak.." Tuturnya dengan suara lembut yang mendominasi. Sangat lembut hingga terdengar sangat menusuk ke dalam gendang telingaku.

Ah, tidak ya. Aku mengangguk paham kemudian meminta maaf padanya. Aku mulai melanjutkan aktivitasku, mendesain sepatu. Suara pensil yang mencoret coret kertas putih bagaikan instrumen musik di acara acara drama musikal. Menggambar sedikit lengkungan hingga mempertemukan garis tiap garisnya, mengarsir bagian bagian lainnya hingga membuat bayangan setiap bayangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Garden of WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang