III

2 0 0
                                    

Depok, 17:03

Penatnya Ava di hari itu seakan terasa bertambah di saat ia turun dari angkot dan melihat rumahnya yang berada di pinggir jalan raya itu tampak gelap di sore hari seperti itu.

Dengan berbagai tanda tanya di benaknya, ia pun buru-buru masuk ke rumahnya. Baru saja membuka pintu, ia mendapati Biyang-panggilan ibu bagi orang Bali-yang tengah duduk di sebuah bangku dalam gelapnya ruangan. Hanya ada lampu pijar sebagai penerang.

"Assalamu'alaikum, Biyang. Ini kenapa? Kok lampunya gak dinyalain?" sambar Ava begitu masuk.

"Wa'alaikumussalam, Va. Wah ... udah pulang anak biyang. Sini ... biyang mau ngomong dulu," senyum biyang teduh.

Ava buru-buru mendekati biyang, lantas menyalami dan mencium kedua pipi biyang. Ava bersama keluarganya merantau ke Pulau Jawa dari Bali sejak ia kelas 1 SD. Sekarang ia tinggal di Depok bagian perbatasan Jakarta, dan bersekolah di SMA Negeri 88 Jakarta.

Biyang mengusap rambut anak sulungnya seraya berkata, "Va, biyang minta maaf. Uang buat listrik bulan ini tadi biyang pake berobat kar-"

"Hah! Biyang kambuh lagi? Sekarang gak papa? Tadi berobat sama siapa?!" sela Ava panik. Ia pulang sore karena ikut kerja kelompok.

"Ngga apa apa, Ra. Tadi kebetulan Raga kesini, jadi dia bantu biyang."

Ava nyengir samar-samar. Pikirnya, pantas saja bocah itu bolos kelas selama itu.

"Oh... syukur deh. Biy, nanti kalo kenapa-kenapa lagi telpon Ava aja ya," ujar Ava, "pokoknya gak boleh ada yang ditutup-tutupin, okeh?"

Biyang tersenyum hangat. "Iya. Maaf ya, jadinya uang warung kepake. Tapi insya Allah besok biyang ada uang, kok."

Ava langsung memeluk Biyang. "Gapapa, yang penting Biyang harus sembuh ya," ujarnya. Tak ada yang tahu, dalam gelapnya ruangan , setetes dua tetes air mata Ava bisa jatuh tanpa jejak. Biyang sudah menderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis sejak 3 tahun yang lalu.

○○○○○

Ava berlari secepat yang ia bisa. Ulangan ekonomi di kelas 11 IPS-II akan segera dimulai. Ia telat karena angkot merah yang dinaikinya terjebak macet.

Sampai di koridor kelas, ia menambah kecepatannya. Hingga dua orang siswa muncul dari belokan, Ava tak kuasa menahan lajunya. Mereka bertiga bertabrakan. Buku di tangan Hito berserakan di lantai, sedangkan Andrea jatuh terduduk. Mereka berdua kakak kelas Ava. Dengan buru-buru Ava membereskan lembaran-lembaran kertas yang berserakan, kemudian langsung memberikannya pada Hito.

"Kak, ini. Maaff banget ya. Aku duluan, mau ujian," pamit Ava pada keduanya, lalu kembali ngibrit menuju kelasnya.

○○○○○

Ulangan sedang berlangsung. Ava yang sedikit telat hanya mendapat tatapan tajam dari Bu Rita. Sekarang ia sedang berkelana dengan menghitungi uang-uang yang tidak tahu milik siapa pada soal.

Di saat pikirannya sedang berlabuh dimana-mana, hp di tempat pensilnya bergetar menandakan ada pesan untuknya detik itu. Segera ia buka hpnya tetap dengan protokol yang aman dari pengetahuan guru di depan. Ia pun membuka dua pesan yang menghampirinya. Serius, itu kabar yang baik sekali, dan buruk sekali. Keduanya menuntut keberadaannya di waktu yang sama. Dan Ava putuskan me-nego penundaan hal buruk itu.

Ava tersenyum kecut. Untungnya si penindas mengiyakannya.

StableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang