XLVII [Roccia (9)]

6.1K 943 9
                                    

ఇ ◝‿◜ ఇ

⚠️TW⚠️ thorax

ఇ ◝‿◜ ఇ

Happy Reading

ఇ ◝‿◜ ఇ

Mereka berlima sedang berkumpul di ruang kepala seperti biasa. Tentunya saja ada tiga orang tambahan di dalam sana. Pak Carlos mengatakan bahwa ada yang ingin disampaikan oleh Pak Zevan dan Pak Arya. Pak Arya adalah ayahnya Rio yang bekerja dalam kasus ini.

Tak lupa juga Aludra membawa kotak yang ia ambil dari Vena. Karena kebetulan sedang bertemu dengan Keenan, jadi ia ingin memberikan kotak itu kepada Keenan. Terserah apa yang akan Keenan lakukan dengan kotak itu, itu akan menjadi urusannya.

Untuk Aya dan Rea, mereka tidak menerima paket seperti Vena. Jadi mereka tidak mendapat apa pun dari mereka berdua.

"Jadi untuk apa kami dikumpulkan kemari, Yah?" tanya Kai.

Pak Zevan mempersilahkan Pak Arya untuk menjelaskan semuanya. "Saya kumpulkan kalian disini karena kalian ada sangkut pautnya dengan kasus ini. Jadi saya ingin menyampaikan hasil otopsi yang saya lakukan selama tiga hari yang lalu," ucap Pak Arya.

Pak Arya menunjukkan identitas korban kepada mereka. "Korban yang ditemukan Rio bernama Zanna Adhisti, seorang wartawan berusia 23 tahun. Sayangnya bagian tubuh yang kami temukan tidak lengkap," jelasnya.

"Yang ditemukan Rio? Berarti masih ada korban lainnya di batu itu?" tanya Ace.

Pak Arya mengangguk. "Ternyata bukan satu korban saja disana, melainkan empat korban. April Caroline, Devasya Aurelia, dan Eve Kamadila. Bagian tubuh keempat korban ini tidak utuh, karena saya hanya mengambil dari batu itu saja."

Mereka bergidik merinding mendengarnya. Pelakunya sangat terobsesi dengan perempuan dan memutilasi bagian tubuh mereka. Membayangkannya saja membuat mereka menjadi mual.

"Tapi saya memiliki satu petunjuk mengenai hasil otopsi ini. Ada sebuah lengan disana dan terdapat luka sayatan. Jika diteliti kembali, luka tersebut dibeset pelaku yang bertangan kidal. Bisa dipastikan pelaku adalah bertangan kidal," ucap Arya.

Aludra jadi teringat surat yang dituliskan oleh pengirim itu. Ia membuka kotak itu dan mengambil suratnya. Mungkin itu bisa menjadi petunjuk baginya. Ia menyerahkan surat itu ke Arya.

"Pak Arya bisa tahu gaya penulisannya? Siapa tahu kidal." Mata Aludra berbinar, seperti mengharapkan sesuatu kepadanya.

"Al, ayah gue bukan ahli tulisan," sindir Rio. Mana mungkin seorang dokter paham tulisan tersebut ditulis dengan tangan mana.

Pak Arya tertawa kecil sambil menerima surat itu. "Kamu ini lucu juga. Memang saya tidak ahli dalam tulisan. Tetapi saya pernah membaca mengenai metode penulisan. Akan saya cek," ucapnya lembut.

Aludra menjulurkan lidahnya kepada Rio untuk mengejeknya. Kemudian ia merekahkan senyuman, berharap sesuatu yang baik datang kepada mereka. Pak Arya meneliti tulisan tersebut dengan serius.

Tak lama kemudian, Pak Arya menyerahkan surat itu kembali. "Ini tulisan tangan normal, bukan orang kidal," ucapnya.

"Berarti orang ini sama pelaku, mereka beda orang?" tanya Rio dengan nada meningkat.

"Harusnya dari kemarin, kita gak usah ikutin permainannya," cibir Kai.

"Orang ini cuma mau bermain doang sama kita, harusnya dari awal kita gak usah ladenin orang ini," tambah Aludra.

Cassiopeia ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang