Ketika Kala sampai di rumahnya, ia merasa badannya lebih ringan dari beberapa hari sebelumnya. Senja yang menembus jendela-jendela besar di ruang tamunya terasa begitu indah—seolah-olah merayakan closure yang baru saja didapatnya mengenai hubungannya dengan Calief.
Hari ini bagai mimpi bagi Kala.
Gadis itu mengakui sepertinya ia memang merindukan kehadiran Calief di hidupnya—sangat merindukannya sebagai seorang sahabat karena begitu keduanya memutuskan untuk saling meminta maaf dan memaafkan lalu membuka lembar baru, Kala mendapati dirinya memiliki banyak cerita untuk dibagi dengan Calief.
Selama ini ia merasa bisa menerima perlakuan Calief padanya dan sama sekali tidak merindukannya namun ternyata itu bukan karena ia benar-benar tidak masalah dengan apa yang terjadi pada mereka. Kala sadari dirinya tidak punya pilihan lain selain menerima, maka itulah yang ia lakukan setelah menolak laki-laki yang begitu dekat dengannya. Ia menerima bahwa Calief membencinya dan ia kehilangan laki-laki itu seutuhnya—dan tidak ada yang bisa ia lakukan untuk mengubah itu sampai kapan pun.
Jadi bayangkan betapa senangnya ia ketika Calief memintanya untuk menceritakan apa yang sudah dilewatkan selama ia tidak berada di sisi Kala.
Kala memberitahunya tentang bagaimana pada penerbangan pertama gadis itu ke London, ia merasa begitu takut dan resah di atas pesawat—ini adalah penerbangannya yang paling lama diantara penerbangan yang sebelumnya pernah ia lakukan. Ia akui bahwa ingin rasanya ia menelepon seseorang dan sekedar mendengarkan suara mereka sampai pesawatnya mendarat namun ditahannya karena alasan yang sudah jelas. Kala juga memberitahunya tentang kesan pertamanya saat ia berkenalan dengan Mayme dan Mila yang kini berbagi apartemen dengannya—tak lupa tentang kotak berukuran cukup besar yang diterimanya beberapa hari sebelum ia pulang ke Indonesia. Kala tidak tahu dari mana keberanian itu muncul—mungkin dari kenyamanan yang dipancarkan Calief—tapi ia memberitahu Calief tentang apa yang sedang terjadi antara dirinya dan Kamel saat ini tanpa menahan diri.
Laki-laki itu, seperti bagaimana Kala selalu mengingatnya sejak dulu, begitu fokus mendengarkan—tidak memotong sedikit pun kata-katanya dan tidak memberikan nasihat tidak perlu selama Kala bercerita. Calief hanya mengatakan bahwa ia berharap perasaan Kala segera membaik dan gadis itu dengan Kamel bisa akhirnya duduk bersama ketika Kamel sudah siap—seperti yang Calief dan Kala lakukan saat ini—untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka berdua.
Ia bahkan bertanya apakah Kamel selalu datang menengok Viggo dan Calief mengatakan bahwa ialah yang dari awal hingga hari ini selalu bersama Viggo—sementara Kamel datang di hari ketiga lalu terus sebelum akhirnya Kala pulang dan Kamel mulai tidak lagi datang. Jika pun ia datang, pasti hanya sebentar.
Gadis itu bahkan akhirnya bisa bertanya pertanyaan yang selama ini mengganggunya tentang Viggo, yaitu apa yang sebenarnya terjadi pada laki-laki itu sampai ia mengalami koma.
Sayangnya, jawaban Calief tidak banyak membantu.
"Jujur saja aku nggak tahu kejadiannya seperti apa, tahu-tahu Viggo sudah ada di tempat tidur itu dalam keadaan koma. Mungkin kamu harus tanya Kamel karena seingatku, hari itu mereka sedang pergi bersama."
Hanya satu pertanyaan yang lupa Kala tanyakan pada Calief, yaitu tentang hubungan Kamel dan Calian yang begitu dekat sampai mereka bisa menghabiskan waktu bersama tanpa Calief sebagai penengahnya. Tapi itu tidak masalah, mungkin Kala bisa bertanya lagi besok.
Malam itu, Kala terlelap dengan cepat dan bermimpi berlari di sepanjang pantai yang indah bersama Calief, Kamel dan Viggo sambil tertawa bersama—masih mengenakan seragam SMA mereka.
***
Pagi ini, Kala tidak terlalu terburu-buru untuk ke Rumah Sakit.
Ia bangun tanpa alarm—benar-benar terbangun karena tidurnya sudah cukup. Badannya terasa begitu segar dan ia memutuskan untuk berendam di dalam bath tub menggunakan bath bomb berwarna biru muda sambil mendengarkan lagu-lagu yang diputar secara acak di radio. Gadis itu bahkan memutuskan untuk memasak sesuatu yang layak disebut sebagai sarapan untuk dirinya setelah beberapa hari hanya makan roti lapis dan bakso.
Kala tidak terlalu pandai memasak tapi dulu Calief pernah mengajarkan satu menu makanan kesukaannya, yaitu spaghetti bolognese dengan daging cincang sungguhan. Saat Calief pertama kali membuatnya untuk Kala, Kala rasa itu di hari ulang tahunnya yang ke 16 dan gadis itu setengah memaksa minta diajarkan karena ia tidak menyangka bahwa rasanya sesuai dengan yang ia mau.
Setelah spaghetti bolognese-nya siap untuk disantap, gadis itu menyalakan TV di ruang keluarga dan menyuap sarapannya secara perlahan sambil menonton kartun pagi yang diputar di salah satu stasiun TV.
Meskipun ia masih belum tahu apa yang harus dilakukannya mengenai Kamel, tapi setidaknya ia tidak harus memikirkan hubungannya dengan Calief lagi. Mereka sudah baik-baik saja sekarang—bagi Kala itu sudah lebih dari cukup.
Memikirkan Calief, membuat Kala mengingat sesuatu.
Voicemail yang dikirim laki-laki itu kepadanya saat ia masih di London. Interaksi pertama yang sesungguhnya—sebelum kemudian mereka bertemu di Rumah Sakit pada hari pertama Kala sampai di Indonesia.
Gadis itu bergegas meraih ponselnya dari atas meja makan di dapur lalu kembali ke sofa sambil menekan beberapa tombol untuk membuka voicemail yang belum sempat ia dengar. Ketika ia berhasil menemukan file-nya, Kala menekan simbol play itu dan meletakkan ponselnya di atas permukaan sofa di sisinya sambil kembali mengangkat piring berisi spaghetti bolognese-nya untuk kembali disantap.
"Halo, Kala? Maaf tiba-tiba mengirimkan ini sama kamu—aku tahu kita sudah lama nggak berbicara tapi ada sesuatu yang perlu kamu tahu,"
Suaranya terdengar tegang dan ia berbisik seolah-olah tidak ingin ada yang mendengar apa yang ia akan katakan pada Kala.
Kala baru saja akan menyendokkan spaghetti itu ke mulutnya ketika ia mendengar suara Calief lagi.
"Viggo dan Kamel akan bertunangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Tak Tersentuh [COMPLETED]
RomanceSetelah menolak Calief mentah-mentah karena perasaannya terhadap Viggo, persahabatan antara Kala dan Calief pun hancur berkeping-keping. Calief selalu menghindar dari Kala hingga kelulusan tiba dan masing-masing dari mereka melanjutkan pendidikannya...