Chapter XIII

3 0 0
                                    

Hari itu, Calief menemani Viggo dan Kamel mengelilingi kota Bandung mencari gedung yang cocok untuk pesta pertunangan yang rencananya akan mereka adakan secepatnya, mengikuti tanggal ketersediaan gedung yang mereka pilih nanti. Dalam satu hari ini, sudah ada 4 gedung yang mereka sambangi, menanyakan seputar fasilitas dan jadwal ketersediaan.

Sejujurnya, bagi Calief ini terlalu cepat.

Selain karena Viggo dan Kamel bahkan belum masuk ke semester tiga di kampus—keduanya baru mengumumkan rencana pertunangan mereka ketika ketiganya berkumpul di café langganan mereka sepulang dari kampus kemarin malam.

Kamel mengaku ia tidak menyangka Viggo tiba-tiba melamarnya padahal mereka tidak pernah berpacaran. Meski begitu, gadis itu tahu sikap spesial yang Viggo tunjukkan padanya itu tidak mungkin dilakukan seseorang yang hanya menganggapnya sahabat—tapi ia tidak mau terlalu percaya diri walau instingnya selalu benar sekali pun—maka ia selalu beranggapan bahwa selama Viggo tidak mengatakan apa pun, maka tidak ada apa-apa diantara mereka.

Viggo sendiri mengatakan bahwa baginya, dari awal ia mengenal Kamel, pikirannya tidak pernah diisi oleh perempuan lain. Ia selalu tahu bahwa Kamel lah orang yang ia inginkan—orang yang wajahnya selalu ia bayangkan duduk di sampingnya ketika mereka berdua tua nanti. Sejak berumur 16 tahun, Viggo sudah tahu dengan siapa ia ingin tumbuh dan menua bersama: tentu Kamelia Lakeisha.

Maka ia tidak ingin membuang waktu dengan berpacaran—ia ingin serius, maka dari itu ia tidak pernah mencoba untuk mengajak Kamel berpacaran. Laki-laki itu memfokuskan dirinya mengenal Kamel sebagai seorang sahabat sampai saatnya nanti datang ia sudah siap untuk mengajak gadis pujaan hatinya itu untuk serius.

Dan saat inilah waktunya.

Sebenarnya, meski pun pertunangan itu diadakan tahun ini tapi pernikahannya baru akan dilakukan paling tidak dua tahun setelah keduanya lulus kuliah. Orang tua mereka pun awalnya menentang pertunangan ini karena biasanya jarak sebuah pertunangan dengan pernikahan itu tidak lebih dari 12-15 bulan. Jika keduanya melakukan pertunangan sekarang tapi menikah kurang lebih 3 tahun lagi, tidakkah itu aneh?

Viggo memiliki alasannya sendiri—cukup ideal dan masuk akal baginya juga Kamel karena gadis itu menyetujuinya tanpa banyak bicara.

Pertunangan ini hanya sebagai bentuk keseriusan Viggo kepada Kamel, bahwa ia sudah secara resmi menginginkan gadis itu sebagai pendamping hidupnya. Ini adalah langkah komitmen untuk membuktikan keseriusannya dengan harapan hingga mereka menikah nanti, keduanya sudah melakukan semua hal yang dibutuhkan untuk membangun sebuah rumah tangga yang baik. Juga memastikan keduanya tidak membuang waktu dengan orang lain.

Calief akui, apa yang dilakukan Viggo cukup bijaksana tapi jika saja ia mengatakan itu semua dalam keadaan tidak mengetahui perasaan Kala padanya—tapi Viggo tahu.

Laki-laki itu tahu.

***

Dulu saat hubungan Calief dan Kala merenggang, hal itu rupanya tak luput dari perhatian Viggo dan Kamel.

Seminggu setelah Calief berhenti menunggu Kala di depan kelasnya untuk pergi ke kantin bersamanya, berhenti pulang bersama dengannya dan berhenti bahkan untuk makan siang bersama Viggo dan Kamel—dengan alasan ia tiba-tiba tertarik menambah kegiatan ekstrakulikulernya di sekolah—Viggo sudah menaruh curiga.

Sahabatnya itu pikir pastilah ada sesuatu yang terjadi diantara mereka—sesuatu yang terjadi pada Calief yang tak lagi terlihat nyaman menghabiskan waktu berempat seperti dulu. Bagi Viggo, sudah sangat jelas Calief sangat menyukai Kala dan gadis itu pun menyukai sahabatnya. Dinamika diantara keduanya sangat unik, erat dan tak terbantahkan. Semua orang tahu ada sesuatu diantara mereka sekeras apapun keduanya mencoba untuk membantah maupun tak membahasnya.

Yang Tak Tersentuh [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang