Antila

614 43 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🌠🌠🌠




Hari yang melelahkan bagi Luna. Padahal ia hanya mengikuti upacara memperingati hari kemerdekaan di sekolah dan bermain-main sebentar seperti yang dilakukan murid-murid lainnya. Ternyata beradaptasi dengan sekolah baru lumayan menguras energi. Padahal ini sudah hari ke berapa Luna bersekolah di SMA Pelita Bangsa.

Tapi kali ini ada yang berbeda. Ia sedikit belajar mengenai hukum rimba di sekolah tersebut. Dimana anak-anak orang yang lebih dari sekedar kaya dan punya kekuasaan memiliki hak lebih untuk bebas dari jeratan ruang BK. Sedangkan di bawah lagi, terdapat sekelompok konglomerat pemberontak yang menamai diri mereka sebagai Danixa. Di bawahnya lagi, anak-anak biasa seperti Luna dan Rana. Lalu, kalau menurut Rana, kasta terbawah adalah anak-anak yang memperoleh beasiswa. Sedangkan yang terakhir, hak-hak istimewa diberikan kepada anak-anak berlian dari kelompok akselerasi.

"Anak aksel itu paling random menurut gue. Ada yang disayang sana-sini, tapi ada juga yang dibully sana-sini. Sebagian lain ya … biasa aja." Begitu ucapan Rana.

Luna bahkan dikenalkan dengan salah satu siswa termuda di SMA Pelita Bangsa. Yang jelas-jelas kejeniusannya bisa melampaui guru-guru yang mengajar. Dan ketika Rana menyebutkan umur anak itu, juga menunjukkan yang mana orangnya, Luna dibuat hampir terkena serangan jantung.

"Dua belas tahun, Lun! Dua belas tahun!!! Anaknya masih gemoy banget kalo menurut gue!"

Luna juga setuju dengan ucapan Rana mengenai penampilan fisik anak termuda itu. Namun begitu semakin diperjelas tentang seluk-beluknya, Luna dibuat miris.

"Namanya Rigel. Sayangnya dia dibully."

Luna keluar dari minimarket mendahului Rana—yang masih saja bingung memilih makanan pengganjal perut—setelah membayar sebungkus stroberi dan satu botol air mineral. Ia memilih duduk sebentar di teras depan yang memang lebih tinggi dua undakan dari halaman minimarket. Mengabaikan sepenuhnya lantai keramik putih yang habis diinjak-injak pengunjung. Selama kelihatannya bersih, Luna tidak akan segan duduk dimanapun untuk menikmati makanan. Lagipula, ia memilih bagian yang jauh dari pintu masuk.

Jaket pink pucat ia letakkan di samping. Benar-benar sudah tidak peduli kalau lantainya kotor.

Satu gigitan besar berhasil menggerogoti sebagian stroberi. Rasa manis sedikit asam menyebar di mulut. Luna begitu menikmatinya. Sampai kemudian ia harus menoleh sedikit ketika mendapati asap rokok beterbangan di depan wajahnya.

"Bisa nggak, jangan ngerokok di sini?" Ingin sekali Luna melemparkan kalimat itu. Kalau bisa, sekalian ia mengumpulkan kembali asap-asap yang sudah berbaur dengan oksigen di udara untuk dijejalkan ke paru-paru si perokok.

Namun pada akhirnya cewek itu hanya menggerutu kesal. Kembali mengunyah stroberi setelah membaca sebuah tulisan pada slayer yang terikat di tangan kiri cowok berkulit sawo matang itu.

Semesta Bercerita (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang