Your tender heart hurts me
5.44 PM
Tak ada alasan lain mengapa Yuri memaksakan dirinya untuk mengambil studi seni rupa sebagai tujuannya di universitas. Ia tak ingat betul dengan keinginannya dahulu ingin menjadi apa dan seperti siapa. Yuri melakukan hal itu karena,ia merasa seseorang ada disampingnya. Terdengar aneh mungkin,namun Yuri merasa ketika saat itu tiba ia akan menjadi sangat ahli dalam bidang itu. Buktinya,ia adalah mahasiswi nomor satu disana. Ia bahkan bisa masuk tanpa biaya apapun karena beasiswa dari prestasi yang ia miliki selama ini. Pencapaiannya ini tak lantas membuatnya puas.
"Gambarmu memang selalu bagus," Puji Kirino yang duduk disampingnya. Sang model utama yang tubuhnya ia gambar di kanvas. Pemuda yang bertelanjang dada itu mengambil pakaiannya yang tak jauh dari meja dosen didepan. Beberapa jam yang lalu ia dipaksa oleh dosen seni rupa yang mengenalnya lewat pertunjukkan musik minggu lalu.
Kirino. Siapa yang tak mengenal ia disana? Seorang penyanyi sekaligus penari muda yang sangat sukses. Pemuda dengan hidung mancung yang lancip,dagu dan rahang yang tajam,mata yang bulat nan indah di sudutnya dilengkapi dengan bulu matanya yang sama indahnya. Pemuda rupawan itu adalah teman masa kecil Yuri yang tiba-tiba menjadi seseorang yang hebat. Jangan lupakan rambut ungunya yang dilengkapi potongan rambut khas penyanyi zaman sekarang yang membuat penampilannya tak pernah absen guna menggetarkan hati setiap kaum hawa. Kirino,mahasiswa seni musik yang tiba-tiba ditarik oleh pak Emil ke ruang seni sedikit terkejut mendapati Yuri duduk di kursi paling belakang. Ia disuruh menjadi model dengan melepas baju bagian atasnya. Menampilkan dadanya yang bidang serta otot-ototnya yang ia peroleh dari hasil usahanya setiap hari.
Yuri tak merespon ketika ia sedang sibuk membereskan barang bawaannya. Ia yang terakhir pulang di kelas. "Kau mau aku antar pulang?" tawar pemuda itu. "Tak perlu," balas Yuri singkat. Ia pergi keluar sendirian dan tak lama berpapasan dengan Leana yang baru saja keluar dari gedung perpustakaan.
"Kau pulang lebih awal?" Yuri mengangguk. Memang ia biasanya pulang lebih lambat sehingga jarang sekali bisa berpapasan dengan Leana di waktu pulang. Pukul tiga sore,keduanya berpisah di suatu persimpangan jalan. Yuri melambaikan tangan berharap esok akan bertemu lagi,satu kebiasaan yang ia lakukan bersama Leana. Ia juga merasa pernah melakukannya dahulu pada seseorang yang nampak samar diingatannya.
"Kau baru pulang?" Suara dan langkah kaki yang terdengar familiar di telinga. Gadis itu membalikkan badan dan menemukan apa yang ia harus lihat.
"Iya," jawabannya hanya seperti itu. Namun dalam hati,ia memiliki pertanyaan lain. Sejak kapan Roshan ada disana? Ia memakai jaket bewarna coklat. Pemuda itu nampak menggendong tas hitam besar yang berisi gitar dan tak lupa dengan penampilan sepatu putihnya yang agak lusuh terkotori oleh tanah. "Rumahmu disini?" tanya Yuri. Pemuda itu mengangguk,lalu menunjukkan letak rumahnya yang ternyata tepat disamping rumah Yuri. Bangunan minimalis dengan desain modern yang nampak apik. Benar-benar tipikal rumah yang cocok jika ditinggali sedikit penghuni. Roshan lalu berjalan pergi terlebih dahulu menuju rumahnya.
***
Esok harinya Yuri kembali datang. Lorong nampak kosong melompong tak seperti biasanya. Yuri berjalan lebih cepat menuju satu tempat. Bukan tanpa sebab,ia hanya ingin mengembalikkan buku materi dasar yang ia pinjam dari sana. Hal pertama yang ia lihat disana,hanya Elaine yang duduk sembari termanung. Baru pertama kali ia melihat wanita itu memakai kacamata. "Apa aku terlalu cantik sampai-sampai kau melihatku seperti itu?" Sial! Tapi memang kalau harus jujur,Elaine memang begitu cantik dan anggun. Rambut coklat panjangnya yang terlihat lembut,mata yang sedikit tajam dengan hidung lancip serta bibir nya yang ranum itu. Jangan lupakan kulitnya yang putih,rahangnya yang tajam,badannya yang tinggi nan ramping sehingga kaki panjangnya itu cocok dengan segala jenis pakaian dan sepatu. Bahkan dengan riasan tipis itu,Elaine sangat menawan.
Yuri agak malas untuk sekedar menyapa. Ia melenggang masuk ke dalam ruangan itu. Tujuannya mengarah langsung pada rak paling ujung. Letaknya sebelah utara dari kursi si penjaga. Kedua matanya terfokus pada satu buku bewarna hijau paling tebal yang ia pernah lihat. Mungkin buku itu berisi lebih dari dua ribu halaman. Ia pun menariknya dari rak. Kebetulan tak ada siapapun disana yang bisa menganggu ketenangannya saat membaca buku. Ia menarik satu kursi lalu duduk. Ia masih bisa merasakannya,Elaine memperhatikannya dari jauh.
"Buku macam apa ini? Halamannya kosong semua! Apa yang penerbitnya pikirkan ketika membuat buku setebal ini? Sungguh gila! Aku tak paham," Batin nya. Elaine,sang penjaga perpustakaan masih betah duduk dikursinya sembari menatap kearah monitor. Yuri seketika bingung,untuk apa buku setebal itu ada disana. Buku kosong tanpa judul yang jelas itu. "Kau bisa memberinya judul jika kau mau," ucap Elaine yang entah datang darimana ia sudah duduk berhadapan dengan Yuri. "Aku tidak mau," ucapnya
Elaine terlihat menyeringai. "Jadi kau benar-benar tak ingin menolong siapapun?"
Tatapan sedikit mengintimidasi itu membuat Yuri semakin bingung. Ia pun memutuskan untuk segera pulang tanpa meminjam buku apapun.
Yuri pulang sendirian lagi. Ketika Leana berkata ingin pergi berkencan dengan kekasihnya. Ya mau bagaimana lagi. Tidak mungkin baginya memaksa gadis itu untuk menemaninya pulang. Lagipula,Yuri kan biasanya pulang sendiri. Anehnya,tiap ia pulang sendirian maka hujan pun akan turun. Suasana nya terlihat semakin menyedihkan bagi dirinya seorang. Ia tak bisa menunggu bis dengan perasaan tidak tenang seperti itu. Hingga seorang pria tua menggodanya. Kelihatannya dia mabuk. Walaupun memakai setelan jas rapih,kelakuannya memang sebodoh itu. "Kau pulang sendiri ya? Aku punya mobil," racau nya yang mengalungkan lengannya pada bahu Yuri. Sontak gadis itu pun mendorongnya hingga terjatuh membentur aspal. "Dasar jalang! Aku ingin memberimu tumpangan bodoh!!!" ia berteriak hingga orang yang berlalu lalang di sekitar ikut panik. Yuri tersentak,namun tak ada celah baginya untuk lari. Hingga ia melihat tangan pria itu akan melayang ke arahnya,ia merasakan ada sesuatu yang menghampirinya dari arah belakang.Roshan mengulurkan satu telapak tangannya yang berniat menutup kedua mata milik gadis itu. Seketika semua hal disekitarnya melambat.
Angin dingin berhembus melewati rambutnya. Tangan itu perlahan lepas dari jangkauannya. Lelaki itu menunjukkan pemandangan yang berbeda dengan tadi. "Rumah? Bagaimana aku bisa sampai ke rumah?" Yuri membalikkan badannya dan menemukan sosok Roshan dibaliknya yang memakai sweater biru dan celana panjang bewarna hitam serta sepatu putih.
"Kau?" Yuri
"Tentu ini aku. Memang ada apa?" Roshan.
"Barusan itu apa? Kau yang menutup mataku bukan? Apa maksudnya?" Yuri sedikit geram.
Gadis itu baru menyadari bahwa langit sudah berubah gelap. Jika dibandingin dengan pulang sendiri,ia memang akan pulang di jam-jam malam seperti itu. Namun ia masih tak tahu nasib pria yang menganggunya dikala petang tadi. Waktu seakan menghilang ketika kedua matanya ditutup oleh satu tangan itu.
Roshan tak menggubris ucapan Yuri. Ia berjalan pergi menuju rumahnya namun tak ia sangka jika Yuri memang masih keras kepala. Ia menahan satu tangan kiri Roshan. "Apa tujuanmu kak?" tanya ia lagi.
Roshan terdiam. Wajahnya kembali terlihat muram. Memang ada benarnya,apa tujuannya melakukan hal seperti itu? Roshan juga tak mengerti dengan dirinya. Ia bisa melakukan hal tak berdasar hingga memunculkan emosi baru yang mulai tertanam dalam dirinya. Dominie Lixia Yuri,bagaimana bisa kau terus membuat Roshan kembali lagi seperti dulu?
"Kau terlalu banyak bicara," Lelaki itu mendorong Yuri hingga menyentuh tembok. Ia lantas membekap Yuri dengan bibirnya sembari menarik tengkuknya guna memperdalam tautan bibir mereka. Roshan tak mau gadis itu bertanya hal yang tak seharusnya diketahui. Bukankah ini jadi kali pertama? Untuk pertama kalinya bersentuhan lebih dari sekedar menyentuh tangan dan rambut.
Dibawah lampu jalan yang menerangi gelapnya malam. Keduanya tak bisa menyelesaikan apa yang mereka mulai. Yuri tak memiliki tenaga tuk sekedar mendorong seniornya itu. Roshan juga tak memiliki hak kendali untuk menghentikkan perbuatannya malam itu. Ketika giliran Roshan yang mendominasi,mengapa Yuri terlihat kecewa?
Lelaki itu melepas tautan bibirnya. Ia beralih menatap Yuri yang membenci dirinya. Ia lantas berjalan pergi ke rumahnya yang ada tepat disamping rumah Yuri. Meninggalkan gadis itu sendirian dibawah lampu jalanan yang hampir padam karena rusak. Apakah semua rasa ini hanya akan berakhir semu?
-Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Forsythia
RandomWARNING : 18+, Rape, Violence, Thriller *Jika merasa tak nyaman,langsung skip "Ibuku adalah bunga. Namun jika aku mati nanti,aku tidak akan bisa sepertinya." Roshan mengatakan hal itu empat tahun yang lalu. Aku tiba tiba kembali ke masa lalu seniork...