Ghaitsa Pov.
Mungkin hari ini bisa dikatakan hari paling bahagia di hidupku. Aku tak menyangka Mas Praka bisa seromantis ini. dia membuatku tak bisa berkata-kata ketika menunjukkan sebuah kado spesial untukku.
Ketika aku membukanya, ada dua buah foto yang ada diantara tumpukan bunga. Aku mengambilnya dan mengamati dengan seksama. Salah satu di foto itu adalah fotoku ketika aku masih memakai seragam merah putih dan satunya adalah foto seorang lelaki yang memakai seragam biru putih.
Awalnya aku tak menyadari dan tak paham apapun tetapi lama-kelamaan aku paham apa maksudnya. Aku teringat dengan lelaki yang dibully oleh teman-temannya. Jadi ternyata laki-laki itu adalah Mas Praka? Bukankah ia memang berharap kita akan dipertemukan lagi pada saaat terakhir kita bertemu?
Aku berkaca-kaca ketika dia mengungkapkan perasaan terdalamnya. Rasanya hatiku menghangat mendengar setiap kata yang ia ucapkan. Tak ada yang bisa aku katakan lagi selain menjawab ungkapan cintanya itu.
Setelah selesai dari sana kami pun pulang ke rumah. senyum masih terpasang manis di bibir kami. Tak ada yang bisa kami deskripsikan lagi selain kata bahagia. Semoga ini bisa menjadi awal yang baik untuk rumah tangga kami berdua. Dan malam ini juga kali pertamanya aku memberikan apa yang seharusnya aku berikan sejak dulu. Setelah lama aku merasa bersalah karena terus menahannya, kini aku bisa bernapas lega.
Mungkin kisah kami memang tak baik dari awal tetapi Allah terus membimbing kami untuk menggapai cinta yang diridhai oleh-Nya. Kami memang belum sempurna dalam menjalankan rumah tangga ini tapi kami terus berusaha menjalaninya sebaik yang kami bisa.
Keesokan harinya aku terbangun lebih dulu. Aku memandangi wajah suamiku yang selalu tampan walaupun sedang tertidur polos seperti ini. senyum ini mengembang seketika mengingat memori indah itu.
"menikmati pemandangan pagi ini eh?" tegur sebuah suara yang langsung membuatku salah tingkah. Aku langsung berpaling ketika aku tertangkap basah sedang memandanginya seperti itu.
Aku menepuk jidatku berkali-kali ketika melakukan hal bodoh itu. bisa-bisanya aku ketahuan memandangi suamiku sendiri. Aku terpesona dengan ketampanan suamiku sendiri. Ah, dasar Ghaitsa ceroboh!
"Ghaitsa, tidak boleh membelakangi suaminya seperti itu." peringat Mas Praka padaku. akupun spontan berbalik menghadapnya lagi. aku menutup mataku karena aku masih malu karenanya.
Aku mengintip dengan hanya satu mata kubuka. Aku penasaran karena sejak tadi ia diam saja. apa dia tertidur? Dan ketika aku mengintipnya, dia sedang menatapku lekat. Akupun salah tingkah dibuatnya. Aku sudah tak peduli lagi bagaimana pipiku sekarang sudah bersemu merah.
"Mas kenapa menatapku seperti itu?" tanyaku dengan nada yang sangat kecil bahkan hampir terdengar seperit bisikan. Tapi untungnya dia langsung bisa mendengarnya.
"untuk balas dendam. Kamu tadi juga menatapku dan aku akan menatapmu juga. Impas kan?" tanyanya dengan santai. Aku tak habis pikir dengannnya. Bagaimana otak yang biasanya dia pakai untuk mengajar bisa berpikiran seperti ini. lagipula mana ada balas dendam hanya karena ditatap seperti itu? aish, dia ini gila atau bagaimana?
Karena tak tahan lagi akhirnya aku pun mengambil langkah seribu untuk kabur darinya. Aku berusaha pergi menghindari tatapanya yang selalu membuat jantungku berdebar kencang.
"Hei mau kemana kamu." Ujarnya sembari menahanku dengan cara memeluk pinggangku erat. Ah, bisa-bisanya ia tahu apa yang hendak aku lakukan. Akupun mengurungkan niatku untuk kabur darinya.
"aku suka wajahmu ketika memerah seperti ini." ucapnya lagi membuatku begitu berdebar sekarang. aku tak tau lagi harus berkata apa. Aku sangat malu.
Untung saja Adzan berkumandang. Aku langsung mengucap hamdallah dan bisa bernapas lega sekarang.
"kenapa tiba-tiba kamu jadi senang begitu?" tanyanya dengan menatapku curiga. Aku tertawa kecil melihat ekspresi kesal miliknya.
"Ya karena mendengar Adzan. Bawaannya adem aja gitu mas. Kamu nih mikir apa sih memangnya." Alibiku padanya. aku tersenyum penuh kemenangan di hadapannya.
"kamu bukan senang karena bisa menghindar dariku kan?" tanyanya dengan nada curiga. Aku langsung menggeleng keras.
"tentu saja tidak dong mas. Yasudah kamu mandi dulu aku akan siapkan pakaian untukmu." Ucapku langsung melepaskan tangannya dari pinggangku. Mau tak mau dia pun menurutinya dan bergegas ke kamar mandi.
Sembari menunggu mas Praka selesai mandi akupun mengecek ponselku sejenak. Ada beberapa whatsapp disana dan salah satunya dari mama. Dia baru saja mengirimiku pesan yang isinya beliau mengajakku untuk datang ke pengajian yang diadakan di rumah temannya. Akupun menyetujuinya. Kebetulan aku tidak ada jadwal kuliah hari ini jadi aku sangat memiliki waktu luang bersama Mama.
Tadinya aku sudah bersiap untuk datang ke rumah mama tetapi ternyata beliau sudah lebih dulu sampai di rumah. Mama tampak cantik dengan gamis berwarna soft pink nya. Dengan jilbab yang senada. Kalau untuk ibu-ibu itu tampak serasi.
Aku awalnya bingung hendak memakai apa. Karena kebanyakan pakaianku adalah dress selutut. Aku tak mempunyai rok ataupun gamis yang biasa diapakai untuk datang ke pengajian atau acara keagaam serupa.
"Ini untukmu nak. Coba pakailah." Ujar Mama sembari menyerahkan sebuah paperbag berisi pakaian. Tanpa lama akupun mencobanya. Ternyata gamis itu pas untukku. Gamis bernama coklat susu dipadukan dengan jilbab pashmina berwarna hitam. Karena aku tak bisa memakai jilbabnya jadi aku hanya menyampirkan saja di kepala.
"MasyaAllah cantik sekali di kamu nak. Tapi masih ada yang kurang." Ujar beliau sembari mendekat kearahku lalu membenarkan jilbabku. Beliau mengeluarkan kotak berisi jarum dari tas nya.
Entah apa yang dilakukan beliau tapi jilbab itu sudah terpasang rapi menutupi kepalaku. Aku berkaca dan menatap pantulanku di depan cermin. Gamis itu sangat pas di badanku apalagi dipadukan dengan jilbab pashmina ini.
"masyaAllah. Kamu cantik banget nak."ucap mama memujiku. Aku tersenyum malu mendengar pujian dari beliau.
"Nah, Pas sekali. Praka sini nak." Teriak Mama memanggil Mas Praka yang baru saja turun dari lantai atas. Aku langsung berbalik tak berani menatapnya. Aku belum siap mendengar komentarnya. Bagaimana kalau aku nanti terlihat jelek di matanya?
"berbaliklah nak biar suamimu bisa melihatmu." Perintah Mama padaku. mau tak mau akupun berbalik kearahnya. aku menutup mataku karena tak siap mendengarkan komentarnya.
"MasyaAllah apakah itu benar istriku?" tanyanya terdengar tak percaya. Apa aku sejelek itu hingga ia tak mengenaliku?
"kamu sangat cantik mengenakan itu Ghaitsa." Ucapnya kemudian yang perlahan membuatku percaya diri. Aku membuka mataku dan menatapnya. Raut wajahnya menampakkan kejujuran.
"benarkah? Aku cocok memakai ini?" tanyaku lagi padanya dan dia mengangguk mantap. Matanya berbinar senang melihatku.
"Apa mas mau aku memakainya terus?" tanyaku lagi padanya. entah dorongan dari mana kau bisa mengatakan hal sedemikian rupa.
"tentu saja." ujarnya dengan semangat. Aku mengangguk lalu tersenyum kearahnya.
"MasyaAllah. Tapi yang perlu kamu ingat nak, ketika kamu memakai jilbab niatkan semua karena Allah. Jangan biarkan manusia kamu jadikan alasan untuk berhijrah ke jalan-Nya. Karena ketika nanti kamu merasa kecewa pada manusia kamu akan meninggalkan semuanya tapi jika alasan kamu adalah Allah maka kamu tidak akan merasakan kecewa sama sekali. niatkan semua karena Allah dan kamu akan mendapat Ridha-Nya." Nasihat Mama padaku. aku mengangguk paham mendengar nasihat dari beliau.
"InsyaAllah Ma, doakan Ghaitsa ya." Ujarku pada Mama. Beliau mengangguk dan tersenyum lembut padaku.
***
Thanks for reading :)
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUVIOPHILE ( END ✅️ )
عاطفيةGhaitsa Athalea, seorang gadis pecinta hujan yang harus bersahabat dengan rasa sakit sedari ia kecil. Setelah kepergian ibunya dia merasa sangat kesepian dan kesedihan selalu meliputi dirinya. Bagaimana tidak, Ayahnya menikah lagi dengan perempuan y...